Wall Street Lesu Jelang Rilis Data Inflasi AS

Wall Street melemah usai catat kenaikan tiga hari berturut-turut. Investor menanti data inflasi.

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Des 2021, 06:49 WIB
Diterbitkan 10 Des 2021, 06:49 WIB
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Kamis, 9 Desember 2021 setelah tiga indeks acuan membukukan kenaikan tiga hari berturut-turut. Traders mengambil jeda dan mengalihkan perhatian ke data inflasi yang akan dirilis pada Jumat pekan ini.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones mengakhiri sesi perdagangan ke posisi 35.754,69. Indeks S&P 500 turun 0,72 persen ke posisi 4.667,45. Indeks Nasdaq tergelincir 1,7 persen menjadi 15.517,37. Namun, selama sepekan, tiga indeks acuan di wall street berada di jalur positif.

Saham mengembalikan sebagian keuntungannya beberapa hari terakhir dengan pergerakan lebih tinggi. Hal ini didorong keyakinan varian baru COVID-19 omicron terlihat lebih ringan dari sebelumnya.

"Kami pikir COVID-19 masih menjadi narasi investor. Jadi kami pikir investor tidak hanya mengambil nafas, tetapi banyak mata beralih ke data ekonomi untuk mengukur ke mana the Fed mungkin pergi dalam hal potensi penurunan lebih cepat dan besar,” ujar CEO AXS Investments, Greg Bassuk dilansir dari CNBC, Jumat (10/12/2021).

Sejumlah saham terkait perjalanan memimpin penguatan pada pekan ini justru melemah pada perdagangan Kamis, 9 Desember 2021. Saham Carnival dan Norwegian Cruise Line turun sekitar 1,6 persen. Saham United Airlines merosot 1,7 persen. Saham Expedia dan Booking Holdings turun 1,5 persen dan 1,7 persen. ETF the Invesco Dynamic Leisure and Entertainment melemah 1,2 persen.

Di sisi lain, saham American Airlines susut 0,4 persen setelah perseroan mengatakan akan kurangi jadwalnya karena masih menunggu pengiriman Boeing Dreamliner. Saham Boeing melemah 1,6 persen.

Saham Rent the Runway anjlok 4,1 persen setelah melaporkan kerugian yang membengkak dan lebih rendah dari pertumbuhan pelanggan pra pandemi COVID-19 untuk kuartal terakhir.

Produsen kendaraan listrik Lucid melihat saham turun 18,3 persen setelah mengumumkan penawaran USD 1,75 miliar yang diusulkan dari obligasi konversi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Menanti Data Inflasi

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Namun, ada beberapa gerakan positif. Saham CVS naik 4,5 persen setelah mengeluarkan panduan optimistis jelang investor day. Saham RH naik 5,4 persen setelah laporkan lonjakan pendapatan dan prospek pendapatan lebih rendah.

Pergerakan itu terjadi menjelang berita inflasi penting. Pada Jumat pekan ini, Departemen Tenaga Kerja akan merilis indeks harga konsumen pada November 2021.

Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan tingkat pertumbuhan year-over-year menjadi 6,7 persen. Mengutip CNBC, jika itu masalahnya, hal itu menandai langkah terbesar sejak Juni 1982.

Pasar sudah mengharapkan pembacaan inflasi yang tinggi, dengan sejumlah ekonom memproyeksikan kemungkinan inflasi utama termasuk makanan dan energi bisa melebihi 7 persen.

Hal itu pada gilirannya menimbulkan risiko the Federal Reserve akan bergerak lebih cepat dari yang sudah diantisipasi. Pejabat the Fed akan bereaksi terhadap ledakan inflasi dengan mengumumkan pekan depan bank sentral akan kembali mulai menarik stimulusnya.

Langkah pertama mempercepat pengurangan pembelian obligasi bulanan atau tapering. Pasar berharap the Fed menggandakan jumlah tapering menjadi USD 30 miliar. Hal itu bisa membuka jalan bagi kenaikan suku bunga setelah musim semi 2022 dan menandai proses kebijakan the Fed terbaru di bawah pimpinan Ketua the Fed Jerome Powell.

“Kejutan kenaikan lainnya untuk inflasi inti menjelang pertemuan Desember 2021 kemungkinan akan menambah keyakinan lebih lanjut kepada the Fed baru-baru ini tampaknya lebih fokus pada sisi stabilitas harga dari mandatnya,” kata Ekonom Citi Veronica Clark.

Ia mengatakan, angka lebih kuat dari yang diharapkan dapat menciptakan rasa penting lebih besar bagi the Fed untuk bereaksi terhadap inflasi lebih tinggi melalui kemungkinan kenaikan suku bunga sebelumnya.

Harga Bitcoin Turun

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Pada Kamis, 9 Desember 2021, Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat melaporkan klaim awal untuk asuransi pengangguran 184.000 dibandingkan dengan 211.000 yang diperkirakan ekonom yang disurvei Dow Jones.

Analis OANDA, Ed Moya menuturkan, pasar sedang menunggu dan melihat jelang laporan inflasi pada Jumat pekan ini. “Sementara pertumbuhan dan pasar tenaga kerja telah memberikan alasan untuk optimistis tentang ekonomi, inflasi juga berjalan panas dan berada di level tertinggi dalam 30 tahun,” kata UBS.

Dengan munculnya varian omicron, investor kini mempertanyakan seperti apa kebijakan moneter ke depan. Pandemi telah sangat meningkatkan ketidakpastian atas prospek ekonomi. Di sisi lain, harga bitcoin turun 6 persen menjadi USD 47.816,07 pada Kamis malam.

Pada Rabu pekan ini, pimpinan dari enam perusahaan aset kripto terbesar bersaksi di depan Komite Layanan Keuangan DPR AS.

Bitcoin yang mencapai level tertinggi sepanjang masa pada bulan lalu telah berjuang bertahan di atas level USD 50.000 setelah turun pada akhir pekan lalu. Penurunan tajam itu bertepatan dengan desakan investor untuk melepaskan aset berisiko secara lebih luas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya