Liputan6.com, Jakarta - China mempertahankan suku bunga acuan pinjaman pada Senin, (20/1/2025). Langkah ini seiring China berjuang hadapi pelemahan yuan sambil menanti petunjuk kebijakan dari pemerintahan Donald Trump yang akan datang.
Mengutip CNBC, Senin pekan ini, Bank Sentral China atau the People’s Bank of China mempertahankan suku bunga acuan pinjaman bertenor 1 tahun di posisi 3,1 persen dan pinjaman lima tahun di posisi 3,6 persen, demikian menurut pernyataan PBOC.
Advertisement
Baca Juga
Loan prime rate (LPR) atau suku bunga acuan bertenor 1 tahun menentukan suku bunga pinjaman korporasi dan sebagian besar pinjaman rumah tangga. Sedangkan LPR bertenor lima tahun sebagai acuan untuk pinjaman hipotek.
Advertisement
Keputusan itu diambil menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS berikut pada Senin pekan ini.
Offshore yuan China telah merosot lebih dari 3 persen sejak kemenangan pemilihan Presiden Terpilih AS Donald Trump pada awal November. Yuan yang dikontrol ketat juga telah merosot dari level terendah dalam 16 bulan.
Adapun aktivitas ekonomi China meningkat lebih dari yang diharapkan pada kuartal terakhir tahun lalu. Hal ini seiring langkah-langkah stimulus China yang diumumkan sejak September lalu mulai berlaku dan membantu ekonomi memenuhi target pertumbuhan tahunannya.
Angka-angka ekonomi juga optimistis tetapi ekonom memperingatkan beberapa pendorong pertumbuhan yang mendasar mungkin bersifat sementar, di tengah permintaan konsumen yang lemah. Selain itu, ekonomi China juga dibayangi pasar properti yang semakin merosot dan kenaikan tarif dagang yang membayangi dari pemerintahan Donald Trump ke depan.
Gubernur PBOC Pan Gongsheng telah mengisyaratkan pada September kemungkinan pemotongan rasio persyaratan yang akan bebaskan lebih banyak dana bagi bank untuk dipinjamkan pada akhir 2024. Namun, pemotongan itu belum terjadi meski telah beralih ke sikap kebijakan yang lebih longgar.
PBOC telah mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga pinjaman jangka pendek dan jangka panjang pada Juli, diikuti pemangkasan 25 basis poin yang telah lama diantisipasi pada Oktober. Bank sentral telah mempertahankan suku bunga pinjaman pada November dan Desember
Presiden Xi Jinping Pede Ekonomi China Tumbuh 5% pada 2025
Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping memastikan bahwa perekonomian negaranya berada dalam jalur untuk tumbuh hingga 5% pada 2025.
Xi Jinping juga membantah kekhawatiran kebijakan ekonomi pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump akan merugikan prospek Beijing pada 2025.
Mengutip The Guardian, Kamis (2/1/2025) Xi Jinping, dalam pidato tahunannya berusaha meredakan kekhawatiran ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan goyah selama 12 bulan ke depan setelah pemerintah berjuang untuk mencegah resesi selama 2024.
Xi Jinping mengatakan ekonomi China "secara keseluruhan stabil dan berkembang".
Dia juga menyebut, risiko di bidang-bidang utama ditangani secara efektif, sementara lapangan kerja dan harga tetap stabil.
Pidato tersebut menyusul pertemuan politbiro partai Komunis Chuna pada Desember 2024, yang secara luas dipandang sebagai sinyal komitmen terkuat terhadap stimulus ekonomi dalam satu dekade, menandai pergeseran ke arah subsidi yang lebih agresif dan pemotongan biaya pinjaman.
"Operasi ekonomi saat ini menghadapi beberapa situasi baru, tantangan dari ketidakpastian lingkungan eksternal dan tekanan transformasi dari pendorong pertumbuhan lama ke yang baru, tetapi ini dapat diatasi melalui kerja keras," jelas Xi Jinping.
Seperti diketahui, Presiden Terpilih AS Donald Trump sedang bersiap untuk mengenakan tarif tinggi pada barang impor dari China dalam menanggapi apa yang dinilainya sebagai subsidi yang tidak adil untuk produk industri China.
China juga diperkirakan akan menanggapi dengan pembatasan pada perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di China, termasuk perusahaan mobil Tesla milik Elon Musk.
Advertisement
Ekonom Bloomberg Ramal Ekonomi China Tumbuh di Bawah 5%
Sebelumnya, para pembuat kebijakan ekonomi China belum mengumumkan target pertumbuhan yang tepat untuk tahun 2025, tetapi para pejabat telah mengisyaratkan bahwa 5% akan menjadi hasilnya ketika mereka bertemu akhir Januari mendatang.
Serangkaian langkah stimulus sejak September 2024 kemungkinan telah menjaga pertumbuhan agar tidak turun di bawah 4,8% pada tahun lalu.
Namun, para ekonom di Bloomberg telah memperkirakan tingkat pertumbuhan China hanya mencapai 4,5% untuk tahun 2025.
Angka tersebut jauh di bawah tingkat yang diharapkan sebesar 5% dan jauh lebih rendah dari rata-rata 6% yang dicapai sebelum pandemi.
Tingkat pertumbuhan bahkan bisa lebih rendah dari yang ditunjukkan oleh angka resmi.
Bank Dunia Dongkrak Ramalan Ekonomi China pada 2024, Apa Pendorongnya?
Sebelumnya, Bank Dunia menaikkan proyeksinya pada pertumbuhan ekonomi China untuk 2024 dan 2025, tetapi memperingatkan kepercayaan rumah tangga dan bisnis yang lesu, bersama dengan hambatan di sektor properti, akan terus membebani negara itu tahun depan.
Melansir CNBC International, Jumat (27/12/2024) Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto China akan tumbuh sebesar 4,9% tahun ini, naik dari perkiraannya pada Juni sebesar 4,8%.
Kenaikan itu berkat efek pelonggaran kebijakan dan kekuatan ekspor jangka pendek. Sebagai catatan, China menetapkan target pertumbuhan ekonomi sekitar 5% tahun ini, sebuah tujuan yang menurut dia dapat dicapai.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi China untuk 2025 diperkirakan turun menjadi 4,5%. Namun, angka tersebut masih lebih tinggi dari perkiraan Bank Dunia sebelumnya sebesar 4,1%.
Pertumbuhan pendapatan rumah tangga yang lebih lambat dan efek kekayaan negatif dari harga rumah yang lebih rendah diperkirakan akan membebani konsumsi China hingga tahun 2025, imbuh Bank Dunia.
"Mengatasi tantangan di sektor properti, memperkuat jaring pengaman sosial, dan meningkatkan keuangan pemerintah daerah akan menjadi penting untuk membuka pemulihan yang berkelanjutan," kata Mara Warwick, direktur negara Bank Dunia untuk China.
"Penting untuk menyeimbangkan dukungan jangka pendek terhadap pertumbuhan dengan reformasi struktural jangka panjang," tambahnya.
Seperti diketahui, ekonomi terbesar kedua di dunia itu tengah berjuang tahun ini, terutama karena krisis properti dan permintaan domestik yang lesu. Kenaikan tarif barang impor oleh AS ketika Presiden terpilih AS Donald Trump menjabat pada bulan Januari juga dapat memengaruhi pertumbuhan China.
Advertisement