Liputan6.com, Jakarta Jerih payah selama bertahun-tahun jualan terasi dan cabai telah mengantarkan Rohmat (63), jemaah haji asal Kabupaten Grobogan Jawa Tengah, berangkat haji tahun ini.
Rohmat mengawali usaha juala cabai dan terasi kecil-kecilan di rumahnya. Hasilnya hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan sangat sederhana. Namun keterbatasannya itu tidak menjadi aral bagi Rohmat, menguatkan tekad untuk berhaji. Sedikit dari penghasilannya per hari dia sisihkan dan ditabung demi bisa berangkat haji.
Baca Juga
“Saya menjadi bakul terasi secara pasti lupa tahun berapa, yang saya ingat ketika itu modal saya cuma Rp 5000 dan hanya naik sepeda untuk kulakan ke pasar dan dijual kembali di rumah.
Advertisement
"Alhamdulillah dagangan saya bertambah sedikit demi sedikit, dan sejak kurang lebih tahun 1997 terbesit dalam hati saya untuk mendaftar haji,” jelasnya, di Embarkasi Solo, Selasa (27/5/2024).
Wal hasil, setelah menabung sedikit demi sedikit kurang lebih selama 15 tahun, maka pada 2012 Rohmat bisa mendaftar haji. Ia pun mengaku bersyukur, cita-citanya untuk menunaikan rukun Islam kelima ini terpenuhi.
“Walaupun menunggu puluhan tahun, saya sangat bersyukur akhirnya tahun ini impian saya untuk berangkat haji dapat terwujud,” ungkapnya penuh haru.
Kisah Rohmat ini bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat. Jika ada tekad yang kuat, diiringi dengan doa, maka Insya Allah akan terpanggil ke Baitullah.
Tim Haji Matangkan Mitigasi Layanan Jelang ke Makkah
Tim Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (PKP3JH) Daerah Kerja (Daker) Madinah terus mematangkan mitigasi layanan jelang operasional haji di Makkah. Para petugas akan disebar ke beberapa titik di Masjidil Haram untuk siaga memberikan pertolongan kepada jemaah haji.
“Kami ada di pos-pos yang kami sebar di sekitaran Masjidil Haram. Apabila terjadi kejadian-kejadian, kami segera mendatangi dan menolong para jemaah tersebut,” ujar Kepala Seksi Lansia, Disabilitas, dan PKP3JH Daker Madinah, dr. Leksmana Arry Chandra di Kantor Daker Madinah, Senin (27/5/2024).
Dikatakan dr. Leksmana, risiko yang terjadi untuk penanganan krisis di Makkah jauh lebih besar dibanding dengan risiko yang timbul di Madinah. “Risiko yang terjadi di Mekah memang lebih luar biasa ketimbang di Madinah. Kalau di Madinah mitigasi kami pusatkan pada saat jemaah setelah salat dan antri masuk Raudhah,” ujar dr. Leks, panggilan akrabnya.
Sementara di Makkah, lanjutnya, seluruh kegiatan ibadah di Masjidil Haram tidak pernah berhenti. “Seperti tawaf dan sai, itu kegiatan yang tidak pernah berhenti. Makanya risikonya bisa terjadi 24 jam,” sambung pria yang pernah tergabung dalam tim Safari Wukuf Lansia dan Disabilitas pada operasional haji tahun lalu ini.
Untuk mengantisipasi risiko yang akan terjadi, dr. Leks mengatakan, pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah preventif dengan imbauan agar jemaah dapat selalu berhati-hati.
Advertisement