Liputan6.com, Jakarta - Facebook pada Selasa (25/8/2020) mengatakan, pihaknya berencana untuk menantang pemerintah Thailand secara hukum setelah "dipaksa" memblokir akses sebuah grup di negara tersebut. Grup dengan satu juta anggota itu berisi pemahasan tentang raja Thailand.
"Permintaan seperti ini berat, melanggar hukum hak asasi manusia internasional, dan memiliki efek mengerikan pada kemampuan orang-orang mengekspresikan diri," ungkap juru bicara Facebook dalam sebuah pernyataan kepada Reuters.
Advertisement
Baca Juga
"Kami bekerja untuk melindungi dan membela hak-hak semua pengguna internet, dan bersiap untuk menantang permintaan ini secara hukum," jelas juru bicara tersebut, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (26/8/2020).
Pernyataan Facebook tidak memberikan rincian tentang tindakan hukum tersebut. Namun menghina monarki memang dianggap tindakan ilegal di Thailand.
Facebook pada Senin (24/8/2020), memblokir akses ke grup "Royalist Marketplace" setelah pemerintah Thailand mengancam akan mengambil tindakan hukum atas kegagalan menghapus konten yang dianggap mencemarkan nama baik kerajaan.
Grup Facebook Pengkritik Raja Thailand Diblokir
Hal ini dilakukan setelah pemerintah Thailand mengancam akan mengambil tindakan hukum karena Facebook dinilai telah gagal menghapus konten yang dianggap mencemarkan nama baik kerajaan.
Langkah itu dilakukan di tengah protes yang dipimpin oleh para pemuda terhadap pemerintah. Grup tersebut dibentuk pada April lalu oleh Pavin Chachavalpongpun, seorang akademisi dan kritikus.
Pada Senin malam, halaman grup memunculkan pesan: "Access to this group has been restricted within Thailand pursuant to a legal request from the Ministry of Digital Economy and Society"Â yang berarti "Akses ke grup ini telah dibatasi di Thailand sesuai dengan permintaan hukum dari Kementerian Ekonomi dan Masyarakat Digital."
Advertisement
Pernyataan Pavin Chachavalpongpun
Pavin yang saat ini tinggal di Jepang mengatakan, Facebook telah tunduk pada tekanan pemerintah yang didominasi militer.
"Grup kami adalah bagian dari proses demokrasi, ini adalah ruang untuk kebebasan berekspresi," kata Pavin kepada Reuters.
"Dengan melakukan ini, Facebook bekerja sama dengan rezim otoriter untuk menghalangi demokrasi dan menumbuhkan otoritarianisme di Thailand," tutur Pavin.
(Din/Why)