Liputan6.com, New York - Bukan rahasia kalau China merupakan pemegang terbesar utang Amerika Serikat (AS). Jadi apakah AS harus khawatir dengan China mulai menjual sejumlah kepemilikan surat utangnya?.
Setelah itu, ada hal menimbulkan pertanyaan serius tentang apakah China akan terus meminjamkan uang kepada pemerintah AS untuk membiayai defisit di masa depan.
Baca Juga
Namun sekarang, China menjual kepemilikan surat utang (treasury) karena sangat membutuhkan uang tunai. Apa lagi pemerintah China telah mengeluarkan sejumlah jurus untuk mencegah bursa saham dan mata uangnya terjun bebas. Di saat sama juga sedang merancang ekonominya. Akan tetapi, belum dijelaskan detil berapa nilai kepemilikan surat utang yang telah dilepas.
Advertisement
Mengutip laman CNN Money, Senin (14/9/2105), China memiliki sekitar US$ 1,3 triliun surat utang AS hingga Juni. Angka itu menjadikan China sebagai pemegang terbesar surat utang AS. Namun, cadangan devisa China merosot sekitar US$ 94 miliar pada Agustus 2015, dan membuat cadangan devisa menjadi sekitar US$ 3,6 triliun.
Beijing telah memotong kepemilikan surat utangnya dari posisi untuk mencegah penurunan lebih dalam mata uangnya. Selain itu China juga menopang pasar saham yang telah susut kinerja indeks sahamnya menjadi 1,06 persen secara year to date (Ytd) pada penutupan perdagangan Jumat 11 September 2015 ke level 3.200. Sedangkan bursa saham Hong Kong Hang Seng melemah 8,9 persen ke level 21.504. Diperkirakan China telah menggelontorkan dana sekitar US$ 236 miliar untuk selamatkan bursa saham.
Analis mengatakan jumlah cadangan devisa China masih aman meski ada penurunan kepemilikan surat utang AS. Akan tetapi, penjualan dan potensi China tidak akan membeli surat utang AS dalam waktu dekat menimbulkan pertanyaan kalau ada potensi meningkatkan biaya pinjaman AS?.
Beberapa mungkin sudah terjadi, setidaknya pada skala kecil. Ketika pasar saham yang bergejolak, investor biasanya terburu-buru untuk menyelamatkan surat utang, dan imbal hasilnya jatuh. Namun, volatilitas saham yang terjadi pada Agustus 2015, surat utang AS naik sedikit pada akhir Agustus.Selain itu, pelaku pasar juga menduga kalau bank sentral AS akan menaikkan suku bunga pada pekan depan.Â
"Arus modal telah keluar dari China, dan Yuan berada di bawah tekanan jual yang kuat. Satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan dengan menjual obligasi untuk membeli mata uangnya sendiri," ujar Walter Zimmerman, Analis Teknikal United-ICAP.
China Tak Mencoba Ganggu Ekonomi AS
Ada sejumlah kekhawatiran kalau China dapat menganggu ekonomi AS dengan membongkar kepemilikan surat utang yang sangat besar dengan mendorong biaya pinjaman meroket. Akan tetapi, kekhawatiran itu tak terlalu kelihatan.
"Bila kepemilikan China di surat utang adalah bom nuklir, penjualan moderat untuk mengimbangi tekanan jual pada Yuan tidak mungkin untuk memicu ledakan," ujar Michael McDonough, Ekonom Bloomberg.
Namun, kekhawatiran langkah China menjual surat utang dapat membuat imbal hasil surat utang menjadi lebih tinggi dari pada biasanya. Itu akan menjadi perhatian karena suku bunga surat utang digunakan sebagai patokan yang ditetapkan untuk biaya pinjaman seperti kartu kredit dan hipotek."Ini bukan akhir dari dunia.Imbal hasil lebih tinggi dapat menyebabkan perlambatan pemulihan sektor perumahan," ujar Manajer SkyBridge Capital Tony Gayeski.
Saat ini belum tahu seberapa banyak China akan menggelontorkan dana untuk menyelamatkan pasar saham dan mata uangnya.Ada pun imbal hasil surat utang AS bertenor 10 tahun di kisaran 2,22 persen, ini tidak berubah sejak bulan lalu. Permintaan surat utang AS juga dinilai cukup sehat dibandingkan negara lain seperti Jerman dan Jepang yang harganya rendah, atau imbal hasinya negatif. (Ahm/Igw)