Liputan6.com, Badung - Indonesia membutuhkan dana hingga US$ 20 miliar atau setara Rp 273 triliun untuk membangun infrastruktur gas hingga 15 tahun ke depan. Saat ini, Indonesia masih kekurangan infrastruktur gas.
"Untuk membangun infrastruktur gas butuh investasi besar, kalau pemerintah sendiri yang danai tidak bisa, butuh keterlibatan investor swasta," kata Direktur Jenderal Minyak Gas Bumi (Dirjen Migas) IGN Wiratmaja Puja saat membuka Sarasehan Stakeholder Gas Bumi Nasional 2015 di Hotel Discovery Kartika Plaza, Bali, Senin (2/11/2015).
Dikutip dari data Ditjen Migas, dana sebesar US$ 20 miliar tersebut, diperuntukkan untuk pembangunan pipanisasi sebesar US$ 8,5 miliar dan regasifikasi sebesar US$ 8 miliar. Pembangunan terminal elpiji dan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) sebesar US$ 1 miliar dan pembangunan gas kota sebesar US$ 2,5 miliar.
Baca Juga
Wiratmaja mengakui masalah keterbatasan infrastruktur menjadi kendala utama untuk mengoptimalkan pemenuhan gas di dalam negeri. Infrasfruktur ini akan mempertemukan sumber-sumber gas yang sebagian besar berada di Indonesia Timur dengan pengguna gas di Jawa dan Sumatera.
Advertisement
"Kami sudah alokasikan gas untuk domestik tapi penyerapannya belum optimal karena masalah infrastruktur," paparnya.
Tak hanya itu, isu trader gas berlapis yang diduga jadi penyebab tingginya harga turut menjadi perhatian pemerintah. Ke depan, Wiratmaja mengaku akan mendorong para trader ini untuk ikut membangun infrastruktur gas. Dengan banyaknya infrastruktur, harga gas juga akan lebih murah.
Melalui Sarasehan ini, Wiratmaja juga siap menerima masukan dari berbagai pihak untuk membenahi tata kelola gas di Tanah Air.
"Sistem pricing-nya seperti apa?apa perlu badan penyangga? Dari hulu ke hilir itu bisa dibahas.Pesan dari Presiden Jokowi agar Tata Kelola Gas ini dibenahi dan harus selesai di November," ungkapnya. (Ndw/Zul)