Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schäuble menutup pintu pada Inggris untuk masuk ke pasar tunggal Eropa apabila Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa.
Melansir laman Guardian.com, Selasa (14/6/2016) hal tersebut dikatakan Schäuble dalam wawancaranya dengan media setempat. Ia menegaskan, jika Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa, maka hal tersebut berdampak cukup besar bagi perekonomiannya.
Baca Juga
Tidak seperti Swiss atau Norwegia yang masih bisa menikmati keuntungan dari pasar bebas, Inggris akan sulit untuk menikmati keuntungan tersebut.
Advertisement
“Hal itu tidak akan terjadi. Apabila Inggris masih ingin masuk di pasar tunggal, maka ia harus tetap mematuhi aturan yang berada di Uni Eropa,” ungkap Schäuble
Baca Juga
Schäuble juga menambahkan bahwa negara lain seperti Prancis juga akan menunjukkan aksi apabila Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa. Mereka akan membuat integrasi lebih cepat dengan anggota Uni Eropa yang lain.
Namun hal tersebut dibantah oleh para pendukung Inggris. Mereka yang mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa menegaskan bahwa hal tersebut hanyalah keinginan Jerman agar tidak kehilangan perdagangan bebas yang dilakukan dengan pemerintah Inggris.
Hingga saat ini, Inggris merupakan pasar ekspor terbesar ketiga untuk industri manufaktur mobil Jerman. Persentase keikutsertaan Inggris dalam ekspor Jerman sebanyak 7 persen dari total industri manufaktur.
Sekretaris keadilan Inggris Michael Gove juga mengatakan, rencana ini diambil untuk menghentikan ketergantungan negara-negara Uni Eropa terhadap ekonomi Inggris.
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa juga akan tetap memiliki akses ke pasar tunggal. Ia menilai pencegahan yang dilakukan oleh negara Uni Eropa lain hanya akan memperburuk keadaan.
Inggris akan melaksanakan referendum pada 23 Juni untuk memutuskan apakah tetap menjadi anggota Uni Eropa atau tidak.
Pemerintah Inggris terus mensosialisasikan untuk tetap menjadi anggota Uni Eropa. Jika Brexit terjadi maka akan memukul perdagangan dan investasi sehingga mendorong resesi, pengangguran dan mata uang poundsterling tertekan. (Vna/Ndw)