Produksi RI Bersaing Bila Harga Gas di Bawah US$ 4 MMBTU

Penetapan harga gas US$ 6 per MMBTU dapat mengurangi biaya produksi perusahaan.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 24 Nov 2016, 11:09 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2016, 11:09 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Pupuk Indonesia‎ Holding Company (PIHC) mengapresiasi keputusan Menteri ESDM Ignasius Jonan yang telah menetapkan harga gas untuk industri maksimal US$ 6 per MMBTU.

Head of Corporate Communication Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana men‎gaku dengan penetapan harga gas industri tersebut bakal mengurangi biaya produksi perusahaan.

"Kalau harga gas industri segitu, ya nanti akan ada penurunan produksi di beberapa pabrik kita. Salah satunya di Pupuk Iskandar Muda. Itu harga gasnya US$ 8,7," ujar dia saat berbincang dengan wartawan, Kamis (24/11/2016).

‎Tak hanya itu, beberapa pabrik yang akan menurun biaya produksinya adalah pabrik Pupuk Sriwijaya yang saat ini harga gasnya US$ 6,5, Pupuk Kujang 1 B saat ini US$ 6,8 dan pabriknya yang di Aceh, harga gasnya US$ 7,8 per MMBTU.

Wijaya menambahkan, dengan penetapan harga gas tersebut untuk memasok kebutuhan pupuk dalam negeri dianggap masih fair. Namun jika dituntut untuk bersaing dengan produk luar negeri, harga gas tersebut masih kurang kompetitif.

"Masalahnya yang kita hadapi persaingan produk dalam negeri. Jadi kalau menurut kita harga kompetitif itu seharusnya di bawah US$ 4 per MMBTU," tutur dia.

Saat ini PIHC‎ telah menghabiskan biaya sekitar Rp 1,5 triliun per bulan hanya untuk belanja gas. Dalam proses produksi, harga gas memegang peran 70 persen dalam mempengaruhi biaya produksi. (Yas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya