Operasional Tambang Freeport Berhenti Sejak 10 Februari

Akibat penghentian operasional tambang sejak 10 Februari 2017 tersebut, para pekerja Freeport terancam untuk dirumahkan.

oleh Arthur Gideon diperbarui 17 Feb 2017, 16:10 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2017, 16:10 WIB
Freeport Indonesia (AFP Photo)
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia telah menghentikan seluruh operasional tambang sejak 10 Februari 2017. Akibatnya, para pekerja terancam untuk dirumahkan.

Ketua Serikat Pekerja Freeport Indonesia Virgo Solossa menjelaskan, seluruh operasional tambang Freeport telah berhenti sejak satu pekan lalu. "Saat ini pekerjaan yang berjalan hanya maintenance (perawatan) saja," jelas dia kepada Liputan6.com, Jumat (17/2/2017).

Penghentian operasi tersebut karena Freeport tidak bisa melakukan penambangan lagi. Selama ini Freeport mengirim produksi 40 persen konsentrat ke smelter di Gresik dan mengekspor 60 persen produksi. Namun sejak adanya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, Freeport tidak bisa lagi mengekspor konsentrat.

Pemerintah meminta Freeport mengalihkan Kontrak Karya yang dipegang hingga 2021 menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Namun, Freeport keberatan dengan alasan sistem IUPK tak memberi jaminan atas investasi jangka panjang, di mana Freeport berupaya untuk tetap mengoperasikan Tambang Grasberg hingga 2041.

Virgo melanjutkan, jika penghentian operasional ini terus berlanjut, maka keberlangsungan mata pencarian dari para pekerja Freeport dipertaruhkan. Menurutnya, sekitar 30 ribu pekerja bakal dirumahkan operasional tambang tak segera berjalan.  

Oleh sebab itu, para pekerja freeport, pada konrtaktor dan pendukung lainnya yang tergabung dalam Forum Gerakan Solidaritas Peduli Freeport menggelar aksi di kantor DPRD dan juga bupati pada Jumat ini . "Ini murni meminta agar pemerintah peduli dengan para pekerja Freeport," tambah dia.

Dalam aksi tersebut, setidaknya 1.000 orang bergabung. Mereka tak hanya karyawan tetapi juga keluarga karyawan dan para kontraktor pendukung yang ada di Timika, Papua.

Dalam aksi tersebut tuntutan yang diajukan adalah meminta pemerintah untuk membuat keputusan yang bijak sehingga nasib masa depan para pekerja Freeport terjamin. Virgo melanjutkan, aksi solidaritas hari ini akan terus berlangsung sampai pemerintah mendengar aspirasi mereka.

Pada 3 Februari lalu, Freeport-McMoRan Inc sudah mengeluarkan pernyataan yang mendesak pemerintah Indonesia segera mengeluarkan izin ekspor konsentrat tembaga, sejalan dengan hak di bawah Kontrak Karya (KK) bagi anak usahanya PT Freeport Indonesia (PTFI).

Permintaan ini disampaikan Presiden FCX ​​dan Chief Executive Officer Richard C Adkerson dan Presiden Direktur Freeport Indonesia Chappy Hakim.

"Kami telah aktif terlibat dengan otoritas di Indonesia untuk melanjutkan operasional PT-FI tanpa gangguan. Ini akan menjadi kepentingan terbaik dari semua pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Indonesia, para pekerja, masyarakat setempat, pemasok lokal dan pemegang saham Freeport," menurut penjelasan tertulis Freeport Mc Moran dalam lamannya.

Freeport menyatakan kekecewaan bahwa hal ini masih belum terselesaikan dan prihatin tentang dampak negatif bagi seluruh stakeholder, terutama kepada tenaga kerja dan ekonomi lokal.

"Kami mendorong pemerintah untuk bisa memberikan izin operasi penuh tanpa gangguan dan untuk memberikan jaminan yang diperlukan untuk mendukung program investasi jangka panjang kami sehingga dampak negatif dapat dihindari," jelas pernyataan tersebut.

Saham Freeport-McMoRan Inc pada perdagangan tanggal 16 Februari 2017 di bursa New York, AS, turun 01,95 persen ke level US$ 15,07.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya