Benarkah Menjadi Miliarder Itu Menyenangkan?

Kisah sukses para miliarder dunia memang membuat terkagum-kagum, iri, sampai membuat kita berandai-andai

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 23 Mei 2017, 18:49 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2017, 18:49 WIB
banner infografis
Ilustrasi Miliarder (Liputan6.com/Deisy)

Liputan6.com, Jakarta - Media sering memberitakan orang-orang yang menjadi kaya di usia muda berkat bisnis, atau miliarder terkenal seperti Bill Gates dan Mark Zuckerberg.

Menyimak kisah sukses mereka memang membuat terkagum-kagum, iri, sampai membuat kita berandai-andai. Tapi benarkah menjadi miliarder itu benar-benar bisa membuat bahagia?

Ulasan berikut akan membuat Anda berpikir dua kali jadi miliarder seperti CekAja.com:

1. Orang kaya menghabiskan waktu untuk bekerja

Kebahagiaan ditentukan oleh bagaimana waktu digunakan. Kebanyakan orang yang ingin mendapatkan lebih banyak uang lewat bekerja, lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk bekerja. Hasilnya bukannya jadi bahagia malah jadi stres.

Justru waktu-waktu bersantailah yang membuat bahagia. Namun tentu saja keduanya harus seimbang. Menyeimbangkan pekerjaan dan waktu santai harus dilakukan baik jika Anda seorang miliarder maupun bukan.

2. Kalau kebahagiaan bisa dibeli, para miliarder sudah menghabiskan uang mereka

Apakah Anda punya cukup uang untuk makan, membayar biaya kesehatan, dan membayar tempat tinggal? Kalau ya, sebenarnya hidup Anda sudah nyaman.

Penelitian yang dilakukan Harvard mengungkap kalau selama kebutuhan dasar Anda terpenuhi dengan baik, Anda pun berpeluang bahagia seperti para miliarder.

Karena faktanya, hubungan antara uang dan kebahagiaan cenderung lemah. Sebuah pengalaman positif seperti bekerja keras untuk mencapai target atau jatuh cinta akan membuat Anda lebih bahagia daripada Porsche baru. Karena lambat laun, Porsche akan berkarat dan usang.

Mengendarainya tidak membuat diri sebahagia waktu baru membelinya. Namun memori jatuh cinta atau mendapatkan penghargaan karena hasil kerja keras akan bertahan lebih lama.

3. Hal-hal kecil juga bisa memberikan kebahagiaan

Sekotak cokelat, bunga, atau bermain di pantai memberikan kebahagiaan yang sama seperti hadiah besar lainnya. Karena kalau tujuannya bahagia, tidak harus selalu berupa sesuatu yang mahal.

Ingat, makan 12 potong kue dalam sekali telan belum tentu lebih membahagiakan daripada makan sepotong kue secara pelan-pelan. Menurut survei Universitas Chicago, orang yang bermain lotere lebih memilih memenangkan hadiah US$ 50 lalu memenangkan US$ 75 di hari berikutnya, daripada langsung memenangkan US$ 125 sekaligus.

Selanjutnya


4. Sesuatu yang diraih melalui proses lebih membahagiakan daripada yang instan

Katakanlah Anda cukup kaya untuk membeli gadget setiap kali ada keluaran terbaru. Tapi kebahagiaan yang muncul karena konsumsi seperti ini mungkin tidak bertahan lama, dibandingkan jika Anda berusaha menabung setiap bulan untuk membeli gadget impian.

Studi yang dilakukan University of British Columbia menyebutkan jika kebahagiaan justru datang ketika kita memikirkannya. Misalnya Anda merencanakan liburan selama setahun lamanya. Proses menabung, mencari-cari informasi tujuan wisata, dan rencana liburanlah yang membuat bahagia lebih dari pengalaman liburan itu sendiri.

5. Liburan mewah terdengar keren, namun seringkali diikuti masalah baru

Pamer foto liburan di media sosial jadi hal yang umum sekarang ini. Tak jarang melihat postingan di media sosial membuat iri. Kok bisa ya dia jalan-jalan terus?

Anda tidak tahu, mungkin saja di balik liburan mewah teman ada tagihan kartu kredit besar, ekspektasi yang tidak sesuai kenyataan, dan kesepian. Kebahagiaan tidak seperti apa yang nampak, dan seringnya orang-orang terjebak dalam ilusi bahagia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya