Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2017 mencapai 5,01 persen, atau sama jika dibandingkan dengan kuartal I 2017.
Ekonom dari Ekonomi Action Indonesia (Econact) Ronny P Sasmita meminta di tengah situasi seperti saat ini, pemerintah lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan ataupun kebijakan yang diputuskan.
Menurut dia, dari data pertumbuhan yang baru saja diumumkan pemerintah, terlihat jika ekonomi Indonesia terkontraksi karena dihantam dua hal sekaligus.
Baca Juga
"Di satu sisi, pajak terus dikejar-kejar, namun di sisi lain belanja kementerian dan lembaga malah dipangkas signifikan. Tak heran, dunia bisnis akhirnya ikut meradang dan daya beli masyarakat merosot," kata Ronny kepada Liputan6.com, Senin (14/8/2017).
Di saat terjadi kontraksi moneter, kementerian keuangan mengedepankan kontraksi fiskal.
Advertisement
Kontraksi moneter, menurut Ronny, bisa dilihat dari dana simpanan di bank yang meningkat. Dana masyarakat ditarik dari peredaran, seiring banyaknya bank yang mulai berlomba-lomba menaikkan bunga deposito karena kesulitan likuiditas.
Dia mengungkapkan, perebutan dana masyarakat terutama terjadi pada bank umum kegiatan usaha (BUKU) I dan II. Sedangkan empat bank pelat merah terlihat lebih melandai.
Dia menilai, kecenderungan tight monetary policy juga tampak dari kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate dalam 10 bulan terakhir, meski inflasi sudah rendah. Suku bunga acuan bank sentral masih dipertahankan di level 4,75 persen sejak Oktober 2016.
Jika di lihat dari sudut yang lain, kata Ronny, indikasi tight money bisa dilihat dari seretnya kucuran kredit. Pertumbuhan kredit bank terus menurun, tidak pernah lagi mencapai 20 persen sejak 2014. Bahkan, tahun lalu hanya tercatat single digit sebesar 8,34 persen.
Menurut dia, kondisi tight money tersebut harus pula diimbangi dengan kebijakan fiskal yang ekspansif. Belanja pemerintah diperbesar untuk membantu menggerakkan ekonomi yang lagi lesu.
Bank Indonesia (BI) mengakui, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2017 yang sebesar 5,01 persen memang di bawah perkiraan. Namun demikian, angka itu akan kembali membaik di kuartal III 2017.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengungkapkan, perbaikan pertumbuhan ekonomi tersebut karena konsumsi rumah tangga yang tahun lalu ada di kuartal II, tapi tahun ini bergeser ke kuartal III. Salah satu faktor adalah tertundanya pembayaran gaji ke-13.
"Kami tetap melihat bahwa ekonomi Indonesia pada 2017 akan tumbuh di antara 5-5,4 persen. Dan kita lihat pada kuartal III dan kuartal IV akan tumbuh masing-masing 5,2 persen," tegas Agus di Gedung Bank Indonesia, beberapa waktu lalu.
Peningkatan konsumsi rumah tangga ini selain karena adanya pencairan gaji ke-13 yang sempat tertunda, juga karena penundaan kenaikan beberapa harga komoditas dasar masyarakat seperti gas LPG 3 kg.
Agus optimistis, inflasi juga tetap terkendali hingga akhir 2017 yang diperkirakan antara 3-5 persen. "Jadi Bank Indonesia tidak akan melakukan revisi, karena kita optimis semester 2 ini akan lebih baik," tegas dia.
Â
Tonton video menarik berikut ini: