Usul Ombudsman agar Kurangi Risiko Transaksi Nontunai di Tol

Ombudsman mengingatkan BI dan BPJT untuk memitigasi risiko pelaksanaan penerapan transaksi nontunai di jalan tol.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Okt 2017, 15:29 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2017, 15:29 WIB
Penerapan Transasksi e-toll di Seluruh Gerbang Tol Dibagi Dua Periode
Sejumlah pengendara mobil mengantre di gerbang tol Pejompongan, Jakarta, Jumat (15/9). Dalam menggunakan GTO ini, pengguna jalan tol diwajibkan memiliki kartu pembayaran non tunai sebagai kartu prabayar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pengawas Pelayanan Publik Ombudsman mengingatkan Bank Indonesia (BI) dan ‎Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk memitigasi risiko pelaksanaan 100 persen transaksi nontunai pada jalan tol mulai 31 Oktober 2017.

"Ombudsman memberikan warning terkait dengan kemungkinan adanya beberapa hal yang terjadi menjelang ‎31 Oktober atau menjelang pengenaan kewajiban kebijakan ini secara menyeluruh," kata Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari Soebekty, di kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (25/10/2017).

‎Lely menyebutkan, beberapa risiko yang perlu dicermati dalam pelaksanaan 100 persen nontunai pada jalan tol, adalah gugatan masyarakat terhadap undang-undang dan peraturan yang menjadi payung hukum pelaksanaan program tersebut.

Lely menuturkan, saat ini beberapa kelompok masyarakat telah mengajukan uji materiil terhadap ‎payung hukum pelaksanaan transaksi nontunai pada jalan tol.

Menyikapi hal tersebut, dia mengingatkan pihak penyelenggara, yaitu Bank Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menyiapkan s‎kema alternatif, jika gugatan tersebut dimenangkan.

"Pemerintah harus menyiapkan skema. Salah satu isinya adalah perpu (peraturan pengganti undang-undang) apabila ‎dimenangkan gugatannya," ucap Lely.

‎Berikutnya adalah mengantisipasi jika terjadi kegaduhan saat pembayaran tol akibat beberapa kendala, di antaranya kerusakan kartu atau hal yang sifatnya mendesak. Jalan keluarnya adalah menyediakan gerbang tol khusus yang melayani nontunai.

"Pertama adanya skema hybrid dalam situasi mendesak. Ini adalah gerbang khusus yang disiapkan untuk masyarakat," tutur Lely.‎

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Ombudsman: Pakai Uang Elektronik Itu Pilihan Bukan Kewajiban

Sebelumnya, Lembaga Pengawas Pelayanan Publik Ombudsman memanggil Bank Indonesia dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mengkonfirmasi pengaduan masyarakat terhadap penerapan transaksi nontunai pada jalan tol.

Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari Soebekty mengatakan, ‎Ombudsman telah melakukan pertemuan tingkat tinggi dengan perwakilan BI dan BPJT, untuk membahas pengaduan masyarakat atas penerapan 100 persen transaksi nontunai pada jalan tol mulai 31 Oktober 2017.

"Ombudsman telah melakukan pertemuan high level dengan BI dan BPJT PUPR, hari ini," kata Lely, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu, 25 Oktober 2017.

Lely menyebutkan, Ombudsman telah menerima laporan dari masyarakat, di antaranya ‎pengenaan biaya pengisian (top up) uang elektronik, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengembalian uang yang sudah dimasukkan ke kartu uang elektronik, dan jaminan keamanan uang elektronik.

"Ombudsman telah menerima laporan terkait pengenaan biaya top up dan beberapa hal lain," tutur Lely.

‎Lely mengungkapkan, hal yang disoroti Ombudsman adalah pengaturan biaya isi ulang, karena dinilai kurang tepat dan tidak memberikan keuntungan bagi konsumen. Selain itu, belum adanya bukti uang elektronik memberikan manfaat.

Lely melanjutkan, Ombudsman juga menyoroti kewajiban penggunaan transaksi nontunai ‎pada jalan tol. Seharusnya hal tersebut merupakan pilihan masyarakat tidak bisa dipaksakan.

"Masyarakat seharusnya berhak memilih. Kemudian uang elektronik itu adalah pilihan bukan kewajiban. Ini adalah beberapa hal yang kemudian, Ombudsman memberikan warning," ujar Lely.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya