Anak Buah Sri Mulyani Pede Tak Akan Bongkar Pasang APBN 2018

ICP saat ini sudah bergerak naik berkisar US$ 51-52 per barel, lebih tinggi dibanding target APBN 2018.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Nov 2017, 11:53 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2017, 11:53 WIB
Sembilan Fraksi Setujui UU APBN 2018, Gerindra Menolak
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) mendengarkan Rapat Paripurna DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (25/10). Dari 10 fraksi yang ada di DPR, sembilan di antaranya memberikan persetujuannya. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan optimistis akan menjalankanAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 secara konsisten. Artinya tidak ada akan ada perubahan APBN tahun depan meskidiperkirakan asumsi kurs rupiah dan harga minyak mentah Indonesia(Indonesia Crude Price/ICP) meleset dari target.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara mengungkapkan, arah kebijakan pemerintah adalah mendesain anggaran lebih baik dan berkualitas. Pemerintah mematok asumsi ekonomi makro maupun APBN yang dapat dipertanggungjawabkan.

Di antaranya, pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi tahun depan ditargetkan 3,5 persen, nilai tukar rupiah Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat (AS), dan ICP sebesar US$ 48 per barel.

"Untuk pertumbuhan ekonomi, targetnya 5,4 persen. Tapi International Moneter Fund (IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,3 persen. Inflasi pun berkisar 3,5 persen atau lebih rendah dibanding realisasi inflasi pada tahun-tahun sebelumnya yang sekitar 7-8 persen," ujar Suahasil dalam acara Asian Insight Conference 2017 DBS di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (21/11/2017).

Sementara untuk proyeksi nilai tukar rupiah dalam APBN 2018, diakuinya terlalu kuat dengan memasang Rp 13.400 per dolar AS. Pasalnya, realisasi kurs mata uang Garuda akhir-akhir ini terdepresiasi di kisaran Rp 13.500 per dolar AS.

"Ini akan menjadi risiko, jadi tahun depan kita akan mulai dengan kurs rupiah Rp 13.500 per dolar AS. Jadi asumsi untuk bujet ini akan lebih lemah. Tapi kalau lebih lemah realisasi kursnya dibanding asumsi, bujet (APBN) masih aman dan tidak akan kena dampak terlalu besar," dia menjelaskan.

Senasib, Suahasil menuturkan, ICP saat ini sudah bergerak naik berkisar US$ 51-52 per barel. Lebih tinggi dibanding target APBN 2018 yang dipatok US$ 48 per barel. "Kenaikan US$ 1 pada ICP maka ke bujet akan bertambah Rp 1 triliun. Artinya dampak ke APBN masih positif meski ICP naik, jadi bujet masih aman," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Pendapatan dan belanja negara

Dengan asumsi makro di atas, Suahasil mengatakan, target pendapatan negara dan hibah di 2018 sebesar Rp 1.894,7 triliun dengan belanja negara Rp 2.220,7 triliun. Defisit anggaran dipatok Rp 325,9 triliun atau 2,19 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kalau dilihat pertumbuhan pendapatan negara 9,1 persen di 2018 dibanding 2017, penerimaan pajak tumbuh 9,9 persen. Jadi kita bikin bujet yang jauh lebih konservatif karena yang kita harapkan bujet ini tidak terlalu menjadi sumber pertumbuhan, tapi mengandalkan investasi, konsumsi, dan net ekspor," tegasnya.

Dengan postur anggaran 2018, Suahasil memastikan tidak akan ada perubahan APBN 2018 yang saban tahun terjadi. Alasannya karena penerimaan negara optimistis tercapai, defisit keseimbangan primer mengecil, target defisit anggaran 2,19 persen dari PDB, sehingga risikonya lebih rendah.

"Dengan postur anggaran yang kredibel, tidak harus bongkar pasang APBN, tapi sesuai angka yang ada, termasuk pemotongan anggaran. Kita upayakan 2018 tanpa revisi APBN. Bujet ini dipakai menjadi guidance dalam setahun ke depan," terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya