Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berbagi pengalaman soal mengelola jaminan kesehatan di Indonesia. Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara pembuka dalam seminar Towards Universal Health Coverage: Tackling the Health Financing Crisis to End Poverty baru-baru ini di Washington DC, Amerika Serikat (AS).
Dalam rangkaian acara pertemuan musim semi World Bank 2018 ini, Sri Mulyani mengatakan bahwa jaminan kesehatan universal menjadi salah satu bagian dari agenda kunci pembangunan negara, tidak hanya mendukung cita-cita sustainable development goals PBB. Menurutnya, hal ini penting bagi negara emerging dan berkembang dengan gap atau kesenjangan produktivitas dan bonus demografi yang menguntungkan.
Advertisement
Baca Juga
"Jaminan kesehatan universal diperlukan sebagai dasar dari pertumbuhan produktivitas kami dan keberlangsungan ekonomi," ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/4/2018).
"Partisipasi usia belajar dan populasi usia bekerja dalam sistem jaminan kesehatan yang berkualitas adalah penting untuk memastikan produktivitas, proses belajar, dan bekerja mereka tidak terhambat oleh isu kesehatan," dia menambahkan.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menguraikan pengalaman Indonesia dalam pengelolaan sistem jaminan kesehatan yang didesain dengan realistis.
Berdasarkan pengalaman Indonesia, sambungnya, pertama dengan mempertimbangkan lingkungan yang terbatas dan gap dalam pembiayaan, pengadaan infrastruktur kesehatan dan tenaga kerja, desain, dan versi jaminan kesehatan harus realistis.
"Itu didesain utamanya untuk masyarakat produktif dan rentan dari golongan bawah hingga menengah," terang Sri Mulyani.
Selanjutnya
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan, kontribusi terhadap asuransi jaminan kesehatan berasal dari subsidi silang.
"Kedua, harus berasal dari sistem yang memungkinkan kontribusi penerima jaminan kesehatan menerima model subsidi silang," jelas Sri Mulyani.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk membangun infrastruktur kesehatan dan tenaga kerjanya, Indonesia melibatkan pihak swasta.
"Ketiga, melengkapi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kami harus melanjutkan perkembangan dan pembangunan infrastruktur kesehatan dan tenaga kerja kami. Ini dapat dilakukan dengan dukungan pihak swasta," tuturnya.
Sri Mulyani menambahkan, dalam kasus Indonesia yang merupakan negara kepulauan besar, infrastruktur kesehatan, dan pasokan tenaga kerja bukan hanya isu angka, tetapi juga soal distribusi.
"Oleh karenanya, dalam rangka pemenuhan pendidikan dan kebijakan tenaga kerja yang efektif, lembaga pendidikan lokal didorong untuk melatih lebih banyak lagi tenaga kesehatan medis serta memberi kompensasi untuk tenaga kesehatan di area yang terpencil," tandas Sri Mulyani.
Advertisement