China: Ancaman dan Intimidasi Donald Trump Tak Bakal Mempan

Perang dagang antar AS dan China kian memanas.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 24 Jul 2018, 11:02 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2018, 11:02 WIB
Bendera China
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif pada seluruh barang impor senilai USD 505 miliar dari China. Menanggapi pernyataan tersebut, Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa ancaman dan intimidasi dalam urusan perdagangan tak akan pernah mempan pada China.

Melansir laman CNBC, Selasa (24/7/2018), China, melalui kementerian luar negerinya, mengaku tak perlu menggunakan devaluasi mata uang yang kompetitif untuk menyokong seluruh ekspornya. Hal tersebut disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang.

Pekan lalu, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan, AS tengah memantau pelemahan mata uang China, yuan. Dia juga akan mengkaji kembali apakah hal tersebut telah dimanipulasi atau tidak.

Beberapa waktu lalu, Trump menunjukkan adanya indikasi untuk menaikkan tarif pada setiap barang China yang diimpor ke AS. Hingga saat ini, dalam perang dagang dengan China, AS telah menerapkan bea impor sekitar USD 34 juta pada seluruh produk China.

Dengan tingginya volume dolar AS saat ini, China tak akan mampu menyentuh pertarungan dagang dengan AS. "Saya tidak melalukan ini sebagai urusan politik. Saya melakukan ini untuk menegaskkan hal yang benar untuk negara kami," ungkap Trump.

Dia mengatakan, China telah merugikan negaranya dalam waktu lama. Trump mengatakan, AS telah lama dimanfaatkan oleh negara tersebut termasuk dalam kebijakan moneter dan perdagangan. Meski begitu, Trump mengatakan, dirinya tidak akan menerapkan bea impor yang menyusahkan China.

"Saya tak ingin mereka ketakutan. Saya ingin mereka melakukan hal yang benar. Saya bahkan sangat menyukai Presiden Xi, tapi saat ini, semua itu sangat tidak adil," pungkasnya.

Siapa Biang Kerok Perang Dagang?

Berkunjung ke Arab Saudi, Trump Disambut Langsung Raja Salman
Presiden AS Donald Trump saat tiba di Bandara Internasional Raja Khalid di Riyadh (20/5). Kunjungan ini akan membicarakan perjanjian politik dan perdagangan serta dukungan atas perang melawan para militan. (AFP/Saudi Royal Palace/Bandar Al-Jalou)

Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif impor tinggi kepada China sebagai pembalasan atas praktik dagang China yang ia tuding tidak adil dan merugikan hak kekayaan intelektual AS.

Walaupun Trump tidak mau memakai istilah perang dagang, kebijakan tarifnya sudah tersebar luas sebagai permulaan perang dagang. Baru-baru ini, Kepala Dewan Ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, menyebut bola panas sedang ada di pihak China.

Dilansir dari CNBC, Kudlow menilai China tidak punya kemauan untuk kompromi perihal kebijakan dagang mereka. Padahal, sudah terjadi pembicaraan di antara kedua belah pihak.

"Saya pikir Presiden Xi saat ini tak punya niat untuk menindaklanjuti diskusi yang kita lakukan dan saya pikir presiden tidak puas dengan China soal omongan-omongan itu, sehingga beliau terus memberi tekanan, dan saya mendukung itu," ucap Kudlow. Ia juga berharap Presiden Xi Jinping segera melakukan sesuatu, sebab pihak AS sedang menanti langkahnya.

Mendengar pernyataan tersebut, pihak China pun langsung gerah dan segera menyediakan komentar balik melalui juru bicara Menteri Luar Negeri Hu Chunying.

"Bahwa pejabat relevan dari Amerika Serikat tanpa diperkirakan memutarbalikkan fakta dan membuat pernyataan menipu adalah hal yang mengejutkan dan di luar imajinasi," ucap Hua.

Wanita itu menambahkan, sikap AS yang bergonta-ganti dan tidak menepati janji sudah dikenal secara luas secara global. Saat ini, China sedang pun sedang melakukan manuver untuk meminimalisasi efek perang dagang, di antaranya dengan memperat hubungan dengan Uni Eropa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya