RI Butuh 17 Juta Tenaga Kerja Melek Teknologi di 2030

Generasi muda akan mendominasi dalam memanfaatkan bonus demografi secara optimal.

oleh Bawono Yadika diperbarui 24 Sep 2018, 19:15 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2018, 19:15 WIB
Tenaga Kerja Konstruksi Bersertifikat di Indonesia Masih Minim
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek gedung di Jakarta, Jumat (20/7). Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, Indonesia kekurangan tenaga kerja konstruksi bersertifikat dan berijazah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia membutuhkan 17 juta tenaga kerja yang melek teknologi pada tahun 2030. Itu sejalan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 yang kian merata.

"Kita Indonesia membutuhkan 17 juta tenaga kerja yang literate digital. Dengan ini kita bisa banyak menghasilkan billion dollar," tuturnya di Aula Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (24/9/2018).

Selain itu, Airlangga menambahkan, Indonesia pada 2030 akan menikmati bonus demografi. Momentum ini yang kemudian mengantarkan RI dapat masuk kedalam 10 kekuatan ekonomi di dunia.

"Ini tugas adik-adik mahasiswa untuk jadi pemeran ekonomi di 2030, karena Indonesia bakal menjadi top ten ekonomi dunia di tahun ini," ujarnya.

Menurut Airlangga, pada tahun ini, generasi muda akan mendominasi dalam memanfaatkan bonus demografi secara optimal. Meski begitu, lanjut dia, Indonesia masih perlu meningkatkan ekspor sebesar 10 persen untuk masuk 10 besar kekuatan ekonomi dunia tersebut.

"Kedepan, generasi mahasiswa ini akan mendominasi bonus demografi tersebut. Studi mckinsey menyebutkan, RI bisa masuk top ten world economy dengan syarat ekspor naik 10 persen, produktivitas meningkat," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Moeldoko Ingin Petani Melek Teknologi untuk Tingkatkan Produksi

Gubernur TGB Zainul Majdi Galang Dana untuk Lombok dan Sumbawa
Kepala Staf Kepresidenan, Jendral TNI (Purn) Moeldoko memberi sambutan pada acara penggalangan dana untuk Lombok-Sumbawa dan peluncuran buku TGBNomics di Jakarta, Jumat (14/9). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko mendorong pemerintah untuk menerapkan modernisasi pertanian. 

"Kami berharap, petani terbiasa menggunakan teknologi sebagai upaya meningkatkan produksi," kata Moeldoko, di penutupan acara Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2018, Sabtu (30/6/2018).

Moeldoko yang juga Kepala Staf Kepresidenan ini mengatakan, di negara maju, sektor pertanian menggunakan teknologi tinggi. Setiap benih, bibit, alat dan mesin pertanian selalu ditingkatkan dengan inovasi baru agar hasil meningkat mengimbangi pertumbuhan penduduk.

"Negara yang memiliki kemajuan di pertanian pasti memiliki high inovation. Petani kita, pertanian Indonesia, hanya bisa berkembang karena teknologi. Sementara ini masyarakat kita masih hampir sebagian tradisional," kata Moeldoko.

HKTI sendiri, lanjut Moeldoko, sudah melakukan sejumlah inovasi di sektor pertanian. Moeldoko mengaku telah menemukan benih padi yang berumur 70 hari bisa menghasilkan delapan ton per hektare.

"Saya punya M500 hasilnya sembilan ton," tambah Moeldoko.

Di samping padi, kata Moeldoko, HKTI juga telah berhasil menemukan bibit kentang yang bisa meningkatkan produktivitasnya. Menurutnya, hasil pengembangan kentang ini bisa mencapai produktivitas 30 ton per hektare, dua kali lipat dibanding dengan bibit kentang sebelumnya yang berjumlah 15 ton per hektare.

Bukan hanya produksi, petani Indonesia juga diharapkan bisa mandiri dalam mengola hasil buminya. Dengan pengelolaan dan pengemasan yang bagus, nilai jual pangan akan semakin tinggi.

"Percuma ada barang bagus tetapi tidak bisa mengolah. Karena itu, kami siapkan barang bagus, benih dan pupuk. Setelah itu kami dampingi dengan baik dan coba untuk bantu cari pembelinya," kata mantan Panglima TNI ini ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya