YLKI Terima 200 Aduan Terkait Fintech

Aduan yang disampaikan masyarakat sebagian besar terkait tingginya suku bunga fintech.

oleh Merdeka.com diperbarui 16 Nov 2018, 19:50 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2018, 19:50 WIB
20161110-Kompetisi-Startup-Fintech-AY5
Sebuah iklan saat event penyelenggaraan Finspire di Jakarta, Rabu (9/11). Finspire ini diselenggarakan dalam 2 aktivitas yaitu Finspire frontrunner dan Finspire summit yang diikuti oleh 32 startup di bidang fintech. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan,  pihaknya telah menerima lebih dari 200 aduan konsumen terkait layanan Financial Technology alias Fintech hingga saat ini. 

"Ada 200-an terakhir ini. Ya bulan lalu seratusan, ini dua ratusan lebih. Kalau di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) mereka mengatakan ada 700-an, (pengaduan)," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, saat ditemui di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Tulus menuturkan, pengaduan tersebut berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Aduan yang disampaikan masyarakat sebagian besar terkait tingginya suku bunga fintech.

"Semuanya mengaku dua hal, konsumen mengaku diteror karena oleh pengelola fintech kedua bunganya terlalu tinggi. Ini yang menjadi sorotan saya adalah bunga yang terlalu tinggi," ujar dia.

Selain itu, aduan lain yang masuk adalah terkait cara-cara penagihan fintech tertentu yang tidak etis. Salah satu bentuknya berupa mengobral data-data pribadi konsumen. 

"Ada itikad tidak baik juga dari pihak fintechnya, karena pengaduan yang saya terima mereka bisa menyadap data termasuk foto. Ada pengaduan konsumen dia punya foto pribadi, cewek berbaju minim, itu disebar ke mitranya sebagai bentuk tekanan psikologis ini agar dia mengembalikan (pinjaman)," urai Tulus.

Dia mengatakan, terjadi pelanggaran yang merugikan konsumen disebabkan masih rendahnya pemahaman konsumen tentang fintech.  Hal inilah yang menyebabkan konsumen tidak memperhatikan syarat dan ketentuan ketika mengakses pinjaman dari fintech.

"Literasi konsumen terkait digital itu masih rendah sehingga ketidakpahaman literasi konsumen tidak memahami persoalan-persoalan teknis di dalam masalah itu. Ini harusnya masyarakat lebih cerdas karena berinteraksi dengan digital dan finansial," kata dia.

"Rata-rata hanya tahu di mengeklik next, next, dan terjebak pada aturan itu. Padahal dia harusnya membaca tata aturan berapa persen mengembalikan, berapa persen dendanya. Mestinya dia tahu," ujar dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

OJK Wajibkan Keterbukaan Informasi oleh Fintech

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kebanjiran aduan dari pengguna financial technology (fintech) atau perusahaan teknologi keuangan. Laporannya beragam mulai dari terjerat bunga tinggi hingga teror terhadap pihak ketiga yang berada di daftar kontak telepon genggam nasabah.

Fintech kerap disebut sebagai rentenir online lantaran mematok bunga pembayaran yang cukup tinggi kepada nasabahnya. Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida, menyatakan pihaknya hanya bisa memberikan sanksi kepada  fintech yang sudah resmi terdaftar di OJK. 

"Untuk yang ilegal mereka tidak memiliki izin dari OJK, tapi kami berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo agar aplikasi tersebut diblokir," kata Nurhaida saat ditemui di Fintech Center, Jakarta, Selasa 13 November 2018.

Selain itu, dia menjelaskan kalau fintech bermasalah tersebut belum terdaftar di OJK penindakannya masuk ke ranah yang lain.

"Karena OJK itu melakukan pengawasan dan pengaturan dan ada ketentuan bagi pihak yang mau terdaftar dan dapat izin di OJK. Bagi yang belum mungkin akan bisa kelihatan oleh satu wadah lain yang melakukan penertiban itu misalnya Satgas Waspada Investasi misalnya,” ujar dia.

"Kita lihat ada beberapa yang sebetulnya memang bukan dapat izin dari OJK perusahaan tersebut, tapi kemudian ada kerugian bagi masyarakat sehingga ada Satgas Waspada Investasi yang meng-handle hal tersebut," tambah dia.

Dia menjelaskan, di Satgas Waspada Investasi itu sebetulnya OJK adalah anggota dari satgas dan menjadi koordinator. Sementara anggota lain ada dari Kepolisian dan instansi lainnya yang dianggap perlu untuk bisa menyelesaikan suatu hal yang sebetulnya memang bukan dalam ranah kewenangan OJK.

"Kalau sanksinya itu tentu kita lihat dari ketentuannya. Kalau tingkat sanksi di OJK tergantung pelanggaran-pelanggarannya. Tapi tingkat sanksinya di OJK macam-macam, mulai dari peringatan, dan paling terakhir itu cabut izin," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya