Harga Minyak Naik karena Rusia Berikan Sinyal Siap Pangkas Produksi

Sedangkan harga minyak mentah beerjangka AS naik USD 1,16 atau 2,3 ​​persen.

oleh Arthur Gideon diperbarui 30 Nov 2018, 05:37 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2018, 05:37 WIB
lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minya berbalik arah dan menguat hingga 2 persen pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Pendorong penguatan harga minyak ini adalah adanya bocoran informasi yang menyatakan bahwa Rusia bersedia untuk memangkas produksi.

Mengutip Reuters, Jumat (30/11/2018), harga minyak mentah Brent berjangka naik 75 sen atau 1,3 persen dan menetap di USD 59,51 per barel, setelah sempat menyentuh harga tertinggi intraday di USD 60,37 per barel.

Sedangkan harga minyak mentah AS berjangka naik USD 1,16 atau 2,3 ​​persen menjadi USD 51,45 per barel, setelah mencapai harga tinggi di USD 52,20 per barel.

Namun jika dihitung sepanjang November, harga minyak telah mengalami penurunan hampir 22 persen. Angka ini merupakan penurunan terbesar sejak krisis keuangan 2008.

Kenaikan pasokan minyak mentah yang cukup besar di Amerika Serikat (AS) dan juga beberapa produsen utama minyak telah menekan harga minyak hingga ke bawah USD 58 per barel.

Pada perdagangan Kamis harga minyak mengalami kenaikan karena sebuah sumber mengatakan bahwa Rusia akan mempertimbangkan untuk bergabung bersama dengan negara-negara anggota organisasi eksportir minyak (OPEC) untuk memangkas produksi.

Kementerian Energi Rusia telah mengadakan pertemuan dengan para pemimpin produsen minyak domestik pada Selasa kemarin. Pertemuana tersebut dilakukan sebelum menuju ke acara OPEC di Wina pada 6-7 Desember.

“Ide pada pertemuan itu adalah bahwa Rusia perlu mengurangi. Pertanyaan kuncinya adalah seberapa cepat dan seberapa banyak,” kata salah satu sumber yang dekat dengan Kementerian Energi Rusia.

Analis Again Capital John Kilduff mengatakan bahwa pelaku pasar mengharapkan bahwa terjadi pemotongan produksi sebesar 1 juta barel per hari.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Prediksi

ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Sebelumnya, perusahaan riset dan konsultan global, Wood Mackenzie dan Bain & Company memprediksi harga minyak mentah dunia stabil dalam dua tahun ke depan. Hal tersebut merupakan dampak gejolak global yang mempengruhi pasokan minyak.

Direktur Riset Hulu Minyak and Gas Wood Mackenzie Asia Pasifik, Andrew Harwood mengatakan, Wood Mackenzie memprediksi harga minyak mentah stabil untuk 18-24 bulan ke depan atau lebih dari satu tahun ke depan.‎ 

Hal itu terjadi karena berkurangnya penawaran minyak dari Iran terkait sanksi Amerika Serikat (AS). Meski begitu, pasokan minyak dari AS diperkirakan akan meningkat.

“Kami berharap harga minyak akan tetap stabil setidaknya dalam 18 bulan ke depan,” kata ‎Harwood, di Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Dia mengungkapkan, harga minyak dipengaruhi persediaan minyak mentah dalam beberapa pekan terakhir. Hal tersebut ditunjukkan pada penurunan harga minyak pada beberapa waktu terakhir ini.

Sementara itu, Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Alam Asia Pasifik dari konsultan manajemen global Bain and Company, Brian Murphy sependapat dengan hal tersebut. Pasokan minyak akan berpengaruh pada harga, seperti yang terjadi pada beberapa bulan terakhir.

“Arah harga minyak pada bulan-bulan terakhir telah lebih selaras dibandingkan beberapa bulan sebelumnya,” tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya