Liputan6.com, New York - Harga minyak turun di bawah USD 60 per barel setelah persediaan minyak mentah AS naik untuk 10 minggu berturut-turut, di tengah kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global.
Harga minyak juga naik dari posisi terendah, bersamaan dengan laju pasar saham, usai pidato Gubernur Federal Reserve Jerome Powell, yang mengatakan risiko terhadap ekonomi AS relatif seimbang. Ini menunjukkan laju kenaikan suku bunga dapat melambat dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga
Melansir laman Reuters, harga minyak mentah Brent LCOc1 turun 32 sen, atau 0,5 persen menjadi USD 59,89 per barel. Harga minyak sempat jatuh ke posisi USD 59,03 per barel.
Advertisement
Adapun harga minyak mentah AS turun 25 sen menjadi USD 51,31 per barel, naik dari sesi terendah di USD 50,61 per barel.
Dalam tiga hari terakhir, investor minyak memilih membeli saat terjadi penurunan, setelah minyak mentah berjangka turun 30 persen sejak awal Oktober.
Harga minyak turut dipengaruhi pernyataan Powell yang mengatakan the Fed tidak memiliki jalur kebijakan “pra-set”. Ini menunjukkan bahwa suku bunga tetap dari bank sentral dapat meningkat dalam beberapa bulan mendatang.
Powell telah banyak dikritik Presiden AS Donald Trump, yang meminta Fed mempertimbangkan kebijakannya. "Dia sekarang mengakui dalam posisi hampir netral yang menunjukkan mungkin tidak akan ada kenaikan suku bunga yang banyak di masa depan karena investor percaya. Ini tentu saja perubahan bahasa dan kabar gembira bagi para investor,” kata Jack Ablin, Kepala Investasi di Cresset Wealth Advisors di Chicago.
Stok Minyak AS
Selain itu, stok minyak mentah AS tercatat naik 3,6 juta barel pekan lalu, atau melebihi ekspektasi. Ini setelah stok jatuh ke posisi terendah dalam 2 1/2 tahun pada September. Stok minyak mentah telah meningkat 14 persen dalam 10 minggu berturut-turut.
Pembentukan yang stabil dalam stok minyak mentah AS sebagian disebabkan adanya pemeliharaan pemurnian musiman, tetapi produksi dalam negeri juga telah melonjak menuju rekor 11,7 juta barel per hari. Stok AS berada di posisi 450 juta barel, posisi paling dalam setahun. Ini menambah kekhawatiran tentang kembalinya kelebihan pasokan di seluruh dunia.
Harga Brent tercatat telah turun lebih dari 30 persen dari level tertinggi dalam empat tahun di atas USD 86 pada awal Oktober. Investor menjual minyak akibat kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2019 dan keputusan Washington untuk memberikan beberapa keringanan kepada importir minyak Iran setelah memberlakukan kembali sanksi terhadap negara itu.
Pasar juga masih menanti, apakah negara-negara produsen yang dipimpin OPEC, termasuk Rusia, akan mencapai kesepakatan ketika bertemu pada 6 Desember. Para produsen minyak ini sedang membahas pembatasan pasokan 1 juta hingga 1,4 juta bpd dan mungkin lebih, delegasi OPEC mengatakan kepada Reuters. .
Advertisement