BI Ungkap Alasan Pentingnya Jaga Inflasi di Akhir Tahun

Angka inflasi sangat mempengaruhi keputusan BI dalam menaikkan atau mempertahankan (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan.

oleh Merdeka.com diperbarui 07 Des 2018, 15:54 WIB
Diterbitkan 07 Des 2018, 15:54 WIB
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara. (Yayu Agustini Rahayu Achmud/Merdeka.com)
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara. (Yayu Agustini Rahayu Achmud/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indoneasia (BI), Mirza Adityaswara, menyebutkan bahwa inflasi di akhir tahun sangat penting untuk dijaga. Alasannya, di periode tersebut banyak kegiatan belanja yang dilakukan oleh masyarakat, terutama bagi yang merayakan Natal dan Tahun Baru.

“Ini penting sekali karena ini mendekati akhir tahun, mendekati Natal bagi nonmuslim. Biasanya memang belanja mendekati akhir tahun lebih banyak aktifitas ekonomi juga lebih banyak, maka kami perlu menjaga inflasi bahan makanan supaya kami menjaga inflasi bisa rendah,” kata Mirza saat dijumpai di Mesjid Kompleks BI, Jakarta, (7/12/2018).

Paling penting, Mirza menjelaskan bahwa kondisi inflasi sangat mempengaruhi keputusan BI dalam menaikkan atau mempertahankan (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan.

“Kalau bicara suku bunga, suku bunga itu satu tergantung inflasi dan kedua tergantung volatilitas kurs. Kalau inflasi bisa terjaga paling tidak faktor yang mempengaruhi suku bunga kita bisa kendalikan,” ujarnya.

Sementara itu, faktor yang mempengaruhi kurs atau nilai tukar rupiah cakupannya lebih luas lagi dari sekedar menjaga stabilitas harga pangan demi inflasi, yaitu kondisi ekspor dan impor.

“Jadi kalau defisit di tengah suku bunga global yang meningkat maka itu kemudian menimbulkan volatilitas kurs di Indonesia lebih besar dari volalitas kurs di negara lain. Tapi paling tidak kalau kita bisa kendalikan inflasi maka salah satu faktor penting yang menentukan suku bunga kita sudah bisa kendalikan,” tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Inflasi November 2018 Tercatat 0,27 Persen

Inflasi
Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada November 2018 sebesar 0,27 persen. Inflasi ini didorong oleh kenaikan harga sejumlah komoditas.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, untuk inflasi tahun kalender, yaitu Januari-November 2018 mencapai 2,50 persen, sedangkan inflasi tahun kalender sebesar 3,23 persen.

"Boleh dibilang inflasi November 2018 ini angka inflasi masih terkendali di bawah 3,5 persen. Penyebab utama kenaikan harga produk holtikultura sayuran kemudian harga udang dan angkutan udara," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (3/12/2018). 

Dia mengungkapkan, dari 82 kota IHK yang dipantau, sebanyak 70 kota mengalami inflasi, sedangkan 12 kota mengalami deflasi.

Inflasi tertinggi dialami di Marauke sebesar 2,05 persen, sedangkan terendah, yaitu Balikpapan sebesar 0,01 persen. Sementara untuk deflasi tertinggi dialami Medan sebesar -0,64 persen dan deflasi terendah di Pematangsiantar dan Pangkalpinang -0,01 persen.

"Ini berarti inflasi masih terkendali. Masih ada satu bulan lagi, kita perlu perhatikan di Desember, tapi kita harapkan inflasinya terkendali," ucap dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya