Harga Tiket Pesawat Mahal, Menhub akan Operasikan Bus Lebih Banyak Saat Lebaran

Moda transportasi seperti bus efektif untuk mengangkut penumpang karena memiliki kapasitas yang besar.

oleh Septian Deny diperbarui 17 Apr 2019, 20:15 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2019, 20:15 WIB
Seminggu Jelang Lebaran, Pemudik Mulai Padati Terminal Kampung Rambutan
Bus pemudik berjejer di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi akan lebih banyak memberdayakan bus sebagai angkutan mudik pada tahun ini. Hal ini guna mengantisipasi penggunaan kendaraan pribadi akibat mahalnya harga tiket pesawat.

Budi mengungkapkan, selama ini pengelolaan angkutan darat jarak jauh belum terkelola secara baik. Padahal, moda transportasi seperti bus efektif untuk mengangkut penumpang karena memiliki kapasitas yang besar.

"Darat belum terkelaola dengan baik. Belum memaksimalkan penggunaan bus-bus itu. Mikirnya naik mobil pribadi dan motor," ujar dia di kawasan Widya Chandra, Jakarta, Rabu (17/4/2019).

Menurut dia, jika bus ini bisa dikelola secara baik, baik jumlah unit maupun fasilitas yang ditawarkan, maka akan efektif menarik minat pemudik untuk beralih dari kendaraan pribadi ke bus.

Selain itu, bus juga bisa menjadi solusi bagi pemudik jika harga tiket pesawat mahal. "Kalau efektif bus pasti akan jadi solusi. Bus kan kapasitasnya banyak sekali. Saya memang ingin memberdayakan bus, bisa jadi alternatif angkutan yang massal," tandas dia.

 

 

Menhub Beri Garuda Waktu 2 Minggu Turunkan Harga Tiket Pesawat

Ilustrasi tiket pesawat
Ilustrasi tiket pesawat (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memberikan waktu kepada maskapai penerbangan milik negara PT Garuda Indonesia untuk menyesuaikan harga tiket pesawat sesuai skema sub class. Skema yang dimaksud adalah harga tiket batas bawah dengan porsi 5 hingga 10 persen.

"Kalau 2 minggu lagi tidak bisa ya saya tetapin," ujar Menhub di Senayan, Jakarta, Rabu (17/4/2019).

Menhub menilai, saat ini penurunan tiket Garuda belum dirasakan masyarakat. Dia pun mengaku sudah bertemu dengan Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Ashkara.

"Jadi saya masukkan, sama kayak dulu, kalau orang beli itu terpampang tentang Y-Class dan segala macam (subclass lain). Sehingga orang tinggal milih," jelas dia.

Mantan Direktur Angkasa Pura II itu menyebutkan, saat ini mayoritas tiket angkutan udara pelat merah itu masih didominasi sub class tertinggi atau paling mahal. Padahal sudah ada kesepakatan untuk menurunkan harga tiket pesawat.

"Garuda dari dulu sepakat tetapi saya menganggap apa yang dilakukan selama ini tidak clear. Ini kan yang justru jadi catatan itu dari temen-temen sekalian," tandasnya.

Tarif Batas Bawah Tiket Pesawat Sulitkan Maskapai Berkembang

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai adanya penetapan tarif batas bawah tiket pesawat membuat industri penerbangan dalam negeri sulit berkembang. Pasalnya, para pelaku di industri ini tidak memiliki fleksibilitas untuk menetapkan harga yang lebih murah guna agar bisa bersaing dengan pelaku lain.

Ketua BPKN, Ardiansyah Parman mengatakan, di tengah kebutuhan akan jasa angkutan udara yang semakin besar, konsumen kini dihadapkan pada tingginya harga tiket penerbangan. Hal ini salah satunya lantaran maskapai tidak bisa fleksibel dalam menentukan harga lantaran terbentur kebijakan tarif batas bawah.

 

 

 

"Akses masyarakat terhadap angkutan udara, sebenarnya pengaturannya tidak hanya sebatas menetapkan tarif batas bawah dan atas. Tarif batas bawah ini menyebabkan pelaku usaha tidak memiliki fleksibilitas ketika punya kesempatan untuk memberikan harga yang lebih rendah. Kalau dia berikan harga lebih rendah, dia akan melanggar aturan," ujar dia saat berbincang denganLiputan6.com di Jakarta, Selasa (9/4/2019).

Menurut dia, sebenarnya pada saat-saat tertentu maskapai bisa saja memberikan harga tiket  pesawat yang lebih murah kepada konsumen. Contohnya, saat harus mengirimkan pesawatnya dalam kondisi kosong ke tempat lain.

"Sebenarnya ada pelaku usaha sebenarnya dia kirim pesawatnya dari Jakarta ke Ujung Pandang karena harus digunakan besok pagi hari, ini harus berangkat tengah malam. Ketika dia menawarkan harga yang rendah dan konsumen harus berkorban dengan berangkat tengah malam kan bisa saja," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut Ardiansyah, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebaiknya mempertimbangkan kembali kebijakan tarif batas bawah tiket pesawat.

Dengan demikian, maskapai tetap memiliki ruang untuk menentukan harga tiketnya tanpa mengurangi faktor keamanan dan keselamatan penumpang.

‎"Masalah (tarif batas bawah) dicabut atau tidak, itu kewenangan pemerintah. Tetapi intinya, untuk kepentingan nasional, untuk pertumbuhan jasa penerbangan di Indonesia, harus dipikirkan kebijakan yang out of the box agar kita bisa bersaing. Jangan sampai konsumennya sulit, nanti pelaku usaha tidak (berkembang). Kita kan masih membutuhkan jasa transportasi yang mudah, yang aksesnya murah, tetapi tidak ada tawar menawar mengenai keamanan dan keselamatan," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya