Pemerintah Bakal Reklamasi Tambang 7.000 Hektare pada 2019

Reklamasi tambang itu dilakukan untuk memulihkan kembali daerah bekas kegiatan pertambangan.

oleh Agustina Melani diperbarui 24 Apr 2019, 11:30 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2019, 11:30 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menargetkan akan mereklamasi tambang seluas 7.000 hektare pada 2019. Jumlah itu meningkat dibanding 2014 yang mencapai 6.597 hektare.

Reklamasi tambang itu dilakukan untuk memulihkan kembali daerah bekas kegiatan pertambangan.

"Kegiatan reklamasi tambang meningkat dalam 5 tahun terakhir. Yaitu dari seluas 6.597 hektare tahun 2014 meningkat menjadi seluas 6.950 hektare tahun 2018. Pada 2019 ini diharapkan mencapai lebih dari 7.000 hektare," kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ego Syahrial, usai menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam Rakornas Reklamasi Hutan dan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai di Jakarta, Selasa, 23 April 2019, seperti dikutip dari laman Setkab, Rabu (24/4/2019).

Sekjen Kementerian ESDM itu menyampaikan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Pascatambang dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik, serta Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kegiatan pascatambang, menurut Ego, bertujuan menyelesaikan kegiatan pemulihan lingkungan hidup dan sosial pada saat tambang berakhir dengan fokus utama keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat.

"Kegiatan pertambangan selain memberi manfaat tentu juga membawa dampak terhadap lingkungan sehingga diperlukan upaya untuk meminimalisirnya, misalnya dengan mereklamasi tambang paska kegiatan kegiatan pertambangan. Ini yang harus menjadi fokus kita bersama," tegas Ego.

Selain bertujuan mencegah erosi atau mengurangi mengalirnya air limpasan, menurut Ego, reklamasi untuk menjaga lahan untuk menjadi lebih stabil dan tentunya agar lahan lebih produktif.

 

 

* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini

 

Wajib bagi Pemilik IUP

Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Ia menuturkan, kewajiban reklamasi pasca tambang melekat pada pemegang izin usaha pertambangan (IUP).

Selanjutnya pemegang IUP tersebut wajib menempatkan jaminan dengan tidak menghilangkan kewajiban reklamasi dan paska tambang.

Kegiatan pasca tambang, sambung Sekjen Kementerian ESDM Ego Syahrial, bertujuan menyelesaikan kegiatan pemulihan lingkungan hidup dan sosial pada saat tambang berakhir dengan fokus utama keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat.

"Kegiatan reklamasi diharapkan akan menghasilkan nilai tambah lingkungan dan menciptakan keadaan yang lebih baik dibandingkan sebelum dialukan kegiatan pertambangan," ungkap Ego.

 

Pemulihan DAS

Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Sementara, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bambang Hendroyono mengungkapkan, reklamasi hutan dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai upaya rehabilitasi hutan dan lahan merupakan bagian dari Pemulihan DAS.

"Reklamasi hutan wajib dilaksanakan oleh pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada kawasan hutan yang terganggu (on-site). Sedangkan kewajiban rehabilitasi DAS merupakan kegiatan penanaman pada lokasi lahan kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan yang berada di luar areal IPPKH (off-site)," ujar Bambang.

Menurut Bambang, upaya pemulihan DAS melalui program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di tahun 2019 menjadi salah satu program Prioritas Nasional yang menuntut keberhasilan nyata di tingkat tapak, dan diharapkan kegiatan Reklamasi Hutan dan Rehabilitasi DAS oleh Pemegang IPPKH dapat dilaksanakan tepat waktu dan sesuai ketentuan. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya