Pengusaha Belum Bisa Maksimal Manfaatkan Perjanjian Pedagangan Bebas

Pemerintah diminta melakukan studi kelayakan secara utuh meliputi data pasar, permintaan, dan analisis dari perdagangan bebas.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Nov 2019, 13:04 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2019, 13:04 WIB
Potensi Bisnis Besar, Korsel Buka Kantor Dagang di Indonesia
Wakil Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani memberi sambutan saat peresmian kantor cabang KITA, Jakarta, Selasa (9/6/2015). Keberadaan kantor cabang ini agar kerjasama ekonomi Korea-Indonesia yang lebih bersinergi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta W Kamdani, mengakui para pelaku usaha saat ini belum maksimal dalam memanfaatkan fasilitas perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA). Sebab, kebanyakan dari mereka belum sepenuhnya memahami pokok-pokok dalam FTA.

"Kalau kami melihat FTA belum bisa banyak dimanfaatkan. Kami banyak melakukan sosialisasi dan selalu melihat analisa dampak dari FTA yang saat ini berjalan," katanya dalam Rakornas Kadin, di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (19/11).

Melihat kondisi tersebut, pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah agar melakukan studi kelayakan(feasibility study/FS) secara utuh meliputi data pasar, permintaan, dan analisis dampak negosiasi FTA.

 

Dengan demikian, pemerintah dapat menetapkan posisi Indonesia dalam perundingan dagang tersebut. Tak hanya itu, pemerintah juga bisa menentukan prioritas FFA yang paling maksimal dalam memberikan dampak perekonomian.

"Kami juga merekomendasikan pemerintah untuk melakukan pengawasan pemenuhan komitmen FTA oleh negara mitra dan memberikan fasilitasi kepada pengusaha Indonesia yang mengalami kendala dalam pemanfaatan FTA di negara mitra,”ungkap nya.

Menurut Shinta, upaya tersebut merupakan salah satu bentuk dorongan kepada pelaku usaha agar mengembangkan bisnis yang lebih berorientasi ekspor.

Dia mengklaim Kadin telah bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan perwakilan negara mitra untuk meningkatkan pemanfaatan FTA.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menambahkan negara berkembang, termasuk Indonesia tak hanya mendorong perdagangan bebas. Lebih dari itu, lerdagangan bebas harus memiliki asas keadilan (free and fair trade agreement) bagi pihak yang bekerja sama.

"Karena kalau hanya perdagangan bebas, kita akan kalah bertarung dengan negara yang sudah maju," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jalin Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Australia, Ini Keuntungan Indonesia

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indonesia dan Australia resmi menjalin kerja sama Kemitraan Ekonomi Komprehensif usai penandatangan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA). Perjanjian perdagangan bebas tersebut memberikan kemudahan akses pasar antar kedua negara.

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita, mengungkapkan beberapa keuntungan yang Indonesia dapatkan pasca perjanjian perdagangan bebas ini. Salah satunya keuntungan penghapusan bea masuk impor seluruh pos tarif produk Australia menjadi nol persen.

Di mana, Pemerintah Australia dalam hal ini telah membebaskan 100 persen tarif bea masuk untuk beberapa produk Indonesia. Kemudian sebaliknya, Indonesia juga akan membebaskan 94 persen bea masuk untuk produk Australia.

“Hal ini merupakan hasil positif, karena berarti seluruh produk Indonesia yang masuk ke pasar Australia tidak dikenakan bea masuk,” kata Enggar dalam sambutannya di Jakarta, Senin (4/3/2019).

Menteri membeberkan, produk-produk Indonesia yang berpotensi meningkat ekspornya adalah produk otomotif, khususnya mobil listrik dan hibrid.

IA-CEPA memberikan persyaratan kualifikasi konten lokal (QVC) yang lebih mudah untuk kendaraan listrik dan hibrid asal Indonesia dibandingkan negara lainnya.

Sehingga ini akan membuat industri otomotif Indonesia lebih berdaya saing dalam mengekspor kendaraan listrik dan hibrid ke Australia.

Selain itu, produk-produk Indonesia yang berpotensi meningkat ekspornya yaitu kayu dan turunannya termasuk furnitur, tekstil dan produk tekstil, ban, alat komunikasi, obat-obatan, permesinan, dan peralatan elektronik.

“Untuk itu, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian telah bertemu dengan para produsen kendaraan, asosiasi, dan para pelaku usaha untuk dapat memanfaatkan peluang di pasar Australia tersebut. Kami berharap otomotif akan menjadi andalan ekspor RI di Australia,” ujar dia.

Kemudian, keuntungan lainnya juga terdapat di sektor perdagangan jasa. Melaui IA-CEPA Indonesia akan mendapatkan akses pasar perdagangan jasa di Australia. Seperti misalnya, kenaikan kuota visa kerja dan liburan, yaitu dari 1000 visa menjadi 4100 visa di tahun pertama implementasi IA-CEPA dan akan meningkat sebesar 5 persen di tahun-tahun berikutnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya