Kelas Menengah di Indonesia Masih Rentan dengan Kenaikan Harga

Pada 2012 terdapat 74 juta kelas menengah dan meningkat menjadi 141 juta kelas menengah pada 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Feb 2020, 13:45 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2020, 13:45 WIB
12 JPO di Jalur Sudirman-Thamrin akan Direnovasi
Pejalan kaki melintasi JPO Gelora Bung Karno di Jakarta, Kamis (3/5). Untuk mendukung penyelenggaraan Asian Games, Pemprov DKI Jakarta berencana merenovasi 12 JPO di kawasan Jalan Sudirman hingga MH Thamrin. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Makro Ekonomi dan Finansial Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manan Pulungan meminta kepada pemerintah untuk tidak terlalu berbangga dengan kenaikan jumlah kelas menengah di Indonesia. 

"Jangan bangga dulu. Kelas menengah yang tumbuh masih baru, mereka hanya kuat di sisi konsumsi, bukan produksi. Sehingga saat ini justru menjadi pasar impor," jelas dia Kamis (6/2/2020). 

Untuk diketahui jumlah kelas menengah Indonesia mengalami kenaikan. Pada 2012 terdapat 74 juta kelas menengah dan meningkat menjadi 141 juta kelas menengah pada 2020.

Klasifikasi kelas menengah sendiri diukur lewat penghasilan dengan nilai antara USD 2 - USD 20 per kapita per hari.

Rinciannya, untuk kelompok menengah poor middle atau pengeluran di bawah Rp 1 juta per bulan, kelas menengah middle  dengan pengeluaran antara Rp 2 juta - Rp 3 juta per bulan, kelas menengah upper middle dengan pengeluaran antara Rp 3 juta - 5 juta per bulan.

Selanjutnya kelas menengah affluent dengan pengeluaran antara Rp 5 juta - Rp 7,5 juta per bulan dan elite  dengan pengeluaran lebih dari Rp 5 juta - Rp 6 juta per bulan.

"Sedangkan kelompok menengah yang terdapat di Indonesia didominasi kelas menengah paling bawah. Boleh bangga tetapi kelas menengah ini masih baru sehingga sensitif dengan kenaikan harga," katanya.

"Ia pun mengkhawatirkan bonus demografi Indonesia menuju massa kadaluarsa (aging society) pada 2045, dimana lonjakan lansia mencapai 63,31 juta jiwa," tutup Abdul.

Reporter: sulaeman 

Sumber: Merdeka.com

Indonesia Keluar dari Jebakan Kelas Menengah di 2036

Potret Miris JPO di Tengah Gedung Perkantoran Ibu Kota
Pejalan kaki saat melewati jembatan penyeberangan orang (JPO) yang berada di Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (17/4). JPO yang berada di tengah gedung-gedung perkantoran ini tidak terlihat terurus dan usang. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Sebelumnya, Indonesia diprediksi akan terbebas dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap pada 2036. Guna mencapai hal tersebut, pemerintah kini telah mempersiapkannya lewat pembangunan infrastruktur dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, Indonesia telah terlalu lama berada di posisi middle income trap selama bertahun-tahun.

"Concern saya, jika lihat data, pendapatan per kapita indonesa berada di antara USD 3.500-4.000 untuk beberapa tahun. Saya pikir ini lebih lama dari yang diperlukan. The rule of seven is not applied in indonesia. In the last five, maybe 10 year," tutur dia di Nusa Dua, Bali, Kamis  pada 5 Desember 2019. 

Namun, ia menambahkan, Indonesia saat ini telah memiliki modal kuat dalam bentuk populasi generasi muda yang besar. Oleh karenanya, Suahasil memperkirakan NKRI bisa keluar dari middle income trap pada 2036.

"Saat kita bicara middle income trap biasanya orang akan berpikir tentang pendapatan per kapita. Mungkin untuk bisa mencapai ke sana itu sekitar USD 9.000-10.000," jelas Suahasil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya