Pemerintah Finalisasi Aturan Tarif Energi Baru Terbarukan

Pemerintah akan segera merampungkan aturan tarif energi baru terbarukan (EBT).

oleh Athika Rahma diperbarui 21 Okt 2020, 14:30 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2020, 14:30 WIB
Keren, Satu Lagi Kebun Angin Raksasa di Sulsel
Deretan turbin di area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo 1 di Jeneponto, Sulawesi Selatan, Jumat (21/9). PLTB Tolo 1 akan menjadi kebun angin skala besar kedua di Indonesia setelah PLTB Sidrap. (Liputan6.com/Pool/ESDM)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyatakan, pemerintah akan segera merampungkan aturan tarif energi baru terbarukan (EBT).

Beleid ini nantinya akan mendorong pemanfaatan EBT untuk peningkatan investasi.

"Besok lusa mungkin, lebih detailnya nanti dijelaskan oleh Ditjen EBTKE, kita sedang menyusun atau pada tahap finalisasi peluncuran PerPres mengenai tarif EBT," ujar Rida dalam webinar Potret Energi Indonesia, Rabu (21/10/2020).

Rida menyatakan, EBT adalah satu-satunya pilihan yang tersedia untuk energi masa depan umat manusia. Pada masa dimana cadangan energi fosil telah habis, maka EBT akan menjadi sumber energi utama.

Oleh karenanya, pemerintah terus melakukan percepatan agar optimalisasi EBT dapat terlaksana. Secara umum, kebijakan pemerintah dalam bidang energi saat ini meliputi maksimalisasi EBT, minimalisasi penggunaan minyak bumi dan mengoptimalkan gas bumi.

Kemudian, pemerintah juga mengembangkan program government drilling untuk mengurangi risiko hulu pemboran yang dihadapi pengembang.

"Kenapa ini penting karena nanti akan berdampak ke harga jual listrik yang diproduksi dari panas bumi. Selama ini, panas bumi relatif lebih mahal apalagi dibandingkan energi fosil," ujar Rida.

Lalu untuk mendorong masuknya investasi di bidang panas bumi, pemerintah juga terus melakukan penyederhanaan regulasi dan birokrasi agar izin berusaha semakin mudah.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 Program Menteri ESDM Dongrak Penggunakan EBT

Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif
Teknisi melakukan perawatan panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap yang dibangun sejak 8 bulan lalu ini mampu menampung daya hingga 20.000 watt. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi yang ramah lingkungan akan dipercepat dengan menciptakan pasar baru EBT. Salah satunya melalui program renewable energy base industry development (Rebid) dan renewable energy base on economic development (Rebed).

Program ini dirancang untuk mempercepat pemanfaatan energi baru terbarukan di kawasan industri, Kawasan Ekonomi Khusus dan mendukung Kawasan ekonomi lokal di kawasan terpencil, terluar dan terdepan (3T).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan untuk mempercepat pemanfaatan EBT, selain akan menerbitkan rancangan Peraturan Presiden yang mengatur pembelian listrik EBT oleh PT PLN (Persero), pemerintah juga menciptakan pasar baru.

"Caranya melalui program renewable energy base industry development dan renewable energy base on economic development yang bertujuan untuk mempercepat pemanfaatan EBT di kawasan industri dan Kawasan ekonomi Khusus dan mendukung Kawasan ekonomi lokal di kawasan 3T Indonesia, yaitu terpencil, terluar dan terdepan," ujar Arifin dikutip dari laman resminya, Minggu (11/10/2020).

Arifin mengatakan, Indonesia sudah saatnya mengikuti tren masyarakat dunia yang mulai mengoptimalkan pemanfaatan EBT untuk mengurangi dampak perubahan iklim, sesuai kesepakatan Protokol Kyoto Tahun 1997 dimana komunitas internasional bertekad akan mengurangi emisi gas karbondioksida dan gas rumah kaca.

"Di tingkat global, negara-negara dunia telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim dengan disepakatinya Kyoto Protokol di tahun 1997. Komunitas internasional bertekad untuk mengurangi emisi karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya, termasuk pengurangan emisi dari sektor energi sehingga terjadi transformasi energi untuk mengurangi energi fosil pada seluruh sektor, termasuk diantaranya sektor transportasi ke energi baru terbarukan," lanjut Arifin.

Di samping membuka pasar untuk pemanfaatan EBT yang lebih besar, Pemerintah juga akan memaksimalkan implementasi bioenergi, seperti percepatan pembangunan listrik berbasis sampah di dua belas kota, pemanfaatan biomasa dan sampah sebagai bahan baku pada cofiring Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) eksisting, pelaksanaan mandatori B30, serta program pengembangan green refinery dan mendorong pengembangan panas bumi berbasis kewilayahan melalui program Flores Geothermal Island yang targetnya adalah pemenuhan beban dasar listrik di Pulau Flores.

"Optimalisasi pemanfaatan tidak langsung energi panas bumi. Untuk mengurangi resiko eksplorasi oleh para pengembang, Pemerintah juga telah membuat pengembangan panas bumi melalui government drilling, kegiatan eksplorasi dilakukan oleh pemerintah," jelas Arifin.

Direktur Aneka Energi Kementerian ESDM, Harris, mengatakan transisi dari energi berbasis fosil ke EBT diperlukan karena ramah lingkungan. Kunci untuk pemanfaatan EBT yang optimal adalah harga yang lebih kompetitif.

"Saat ini, Pemerintah telah berupaya menyelesaikan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembelian energi listrik energi terbarukan. Dalam Perpres ini akan mengatur harga EBT yang didasarkan kepada aspek keekonomian dari teknologi EBT itu dan juga berdasarkan lokasi energi terbarukan itu akan dibangun, harganya akan berbeda dan harga yang sudah dimasukan dalam rancangan Perpres ini lebih menarik untuk memberikan daya tarik kepada pelaku bisnis untuk datang berinvestasi ke Indonesia," imbuh Harris.

Nantinya, ada sebelas kementerian dan lembaga yang terlibat dan memberikan peran dalam mendorong pengembangan EBT ini, mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BUMN, Kementerian Perindustrian dan banyak lagi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya