Pemerintah Harus Tarik Pajak Lebih Banyak untuk Bayar Utang yang Bengkak Akibat Pandemi Covid-19

Meningkatnya posisi utang Indonesia tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Des 2020, 13:49 WIB
Diterbitkan 17 Des 2020, 13:48 WIB
Suasana Jam Pulang Kantor Pekerja di Jakarta
Sejumlah orang berjalan di trotoar pada saat jam pulang kantor di Kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (8/6/2020). Aktivitas perkantoran dimulai kembali pada pekan kedua penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 membuat utang Pemerintah Indonesia membengkak. Hal itu terjadi karena penerimaan negara yang anjlok sementara belanja pemerintah melonjak.

"Akibatnya utang kita naik, karena penerimaan kita turun, kemudian belanja naik. Demikian akan berlanjut di 2021," kata Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Raden Pardede, dalam acara diskusi Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual, di Jakarta, Kamis (17/12/2020).

Meningkatnya posisi utang Indonesia tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Utamanya adalah bagaimana agar ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih cepat. Dengan begitu pemerintah bisa kembali membayar utang yang digunakan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Mungkin 2-3 tahun atau 4 tahun akan datang (bisa bayar utang). Pemerintah harus tarik pajak lebih banyak lagi supaya bisa menutup akibat utang yang naik akibat dari program ini," kata dia.

Dia menambahkan, tidak ada yang salah terhadap utang apalagi dalam program PEN. Mengingat stimulus seperti itu juga dilakukan hampir seluruh dunia.

"Jadi kalau bapak atau ibu lihat nanti bagaimana utang di seluruh negara naik, ini dalam rangka stimulus fiskal untuk membantu kelompok rentan daripada pandemi Covid-19," sebut dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

Sri Mulyani Buka-bukaan Alasan Indonesia Perlu Utang

FOTO: Pemprov DKI Bagi Sif Kerja di Masa PSBB Transisi
Suasana jam pulang kerja di jalur pedestrian kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (22/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan perubahan sif kerja dengan waktu jeda tiga jam, yaitu pukul 07.00-16.00 pada sif pertama dan pukul 10.00-19.00 pada sif kedua. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan mengenai kondisi utang yang terjadi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020.

Hal tersebut diungkapkan Sri Mulyani dalam kegiatan mengajar kepada siswa siswi di seluruh Indonesia. Kegiatan ini merupakan rangkaian Kemenkeu Mengajar ke-5 dilakukan secara serempak di hari yang sama oleh lebih dari 1250 Relawan dan 84 sekolah di Tanah Air.

Dia mengatakan, pendapatan negara tahun ini tidak sebanding dengan belanja dikeluarkan pemerintah. Sehingga untuk menutup selisih tersebut pemerintah terpaksa menarik utang.

Di dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020 sendiri pendapatan negara ditetapkan hanya sebesar RP1.699,1 triliun. Sementara belanja negara mencapai Rp 2.738,4 triliun. Dengan demikian, masih ada selisih atau defisit sebesar Rp1.039,2 triliun.

"Kalau pendapatnya cuma Rp1.699 triliun tapi belanjanya lebih banyak ibu dapat dari mana? dari utang," kata dia dalam acara Kemenkeu Mengajar 5, Senin (30/11).

Sri Mulyani menyadari utang sering dianggap jelek oleh sekelompok masyarakat. Namun di satu sisi, pemerintah tetap perlu membutuhkan utang karena kebutuhan dikeluarkan begitu banyak karena adanya pendemi Covid-19.

Dia menambahkan, sebetulnya bisa saja belanja negara dikurangi. Akan tetapi dampaknya bisa kepada masyarakat. Sebab ketika pemerintah melakukan pengurangan belanja maka harus betul-betul menjaga belanjanya harus hemat, efektif, efisien dan tidak boleh dikorupsi.

"Nah kalau belanjanya sudah dijaga pendapatannya kurang kita memang berutang karena alasan tadi kebutuhan begitu banyak," kata dia.

Dia menyebut, alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi mencapai ratusan triliun. Di mana anggaran kesehatan mencapai RP97,90 triliun, perlindungan sosial Rp233 triliun, dan sektoral K/L dan pemda Rp65,97 triliun.

Selain itu ada juga bantuan UMKM sebesar Rp115 triliun, pembiayaan korporasi Rp61,22 triliun dan insentif usaha sebesar Rp120,6 triliun.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya