Saudi Aramco Kehilangan Gelar Perusahaan Paling Untung di Dunia, Siapa Perebutnya?

Penurunan pendapatan membuat Saudi Aramco harus rela melepas gelarnya sebagai perusahaan paling menguntungkan di dunia yang digantikan raksasa teknologi Apple.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Mar 2021, 07:57 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2021, 07:00 WIB
Saudi Aramco
Saudi Aramco
Liputan6.com, Jakarta Perusahaan minyak raksasa dunia asal Arab Saudi, Saudi Aramco, baru saja mengumumkan laporan pendapatannya selama tahun 2020. Hasilnya, pendapatan perusahaan anjlok 44 persen karena hantaman pandemi Covid-19 sejak awal tahun lalu.
 
Dikutip dari BusinessInsider, Rabu (24/3/2021), pendapatan perusahaan turun tajam dari USD 88,19 miliar atau sekitar Rp 1.272 triliun tahun 2019 menjadi USD 49 miliar atau kurang dari Rp 706,9 triliun tahun lalu.
 
Penurunan ini membuat Saudi Aramco harus rela melepas gelarnya sebagai perusahaan paling menguntungkan di dunia yang digantikan oleh raksasa teknologi Apple, yang tahun 2020 melaporkan total pendapatan USD 59 miliar atau sekitar Rp 851,2 triliun.
 
"Karena dampak besar COVID-19 dirasakan di seluruh ekonomi global, kami mengintensifkan penekanan yang kuat pada modal dan efisiensi operasional," ujar CEO Saudi Ramco Amin Nasse, dalam keterangannya.
 
Meski begitu, sejumlah analisis memprediksikan perusahaan minyak yang mayirotas sahamnya dikuasai kerajaan Arab Saudi ini dapat merebut kembali gelar tersebut dari Apple.
 
Terutama setelah pemulihan harga minyak di awal tahun 2021, telah naik 30 persen secara year-to-date.
 
"Kami melihat peningkatan permintaan di Asia dan juga tanda-tanda positif di tempat lain. Kami tetap yakin bahwa kami akan muncul di sisi lain pandemi ini dalam posisi yang kuat," ujar Nasser.
 
Dengan pendapatan yang terpangkas hampir setengah dari kinerja tahun sebelumnya, Saudi Aramco berencana mengurangi belanja modal tahun ini menjadi USD 35 miliar atau sekitar Rp 504 triliun. Angka ini jauh lebih kecil dari rencana sebelumnya, yaitu USD 40 miliar hingga USD 45 miliar. 
 
Selain itu, sekalipun kinerja perusahaan lesu karena pandemi, Saudi Aramco tetap berencana membagikan dividen sebesar USD 75 miliar atau sekitar RP 1.082 triliun untuk tahun 2021.

Saksikan Video Ini

Konflik Timur Tengah Pengaruhi Harga Minyak

Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)
Bukan hanya menghadapi pengaruh buruk dari pandemi Covid-19, Saudi Aramco juga menghadapi tantangan stabilitas produksi seiring konflik di beberapa negara tetangga yang masih memanas.
 
Terbaru, Jumat lalu, pasukan Houthi di Yaman diketahui bertanggung jawab atas serangan drone yang merusak fasilitas kilang minyak Saudi Aramco di Riyadh.
 
Ini bukan kali pertama, tapi sudah berlangsung sejak beberapa tahun silam bersamaan dengan keterlibatan kerajaan Arab Saudi ke dalam konflik di beberapa negara kawasan. Termasuk ikut campur dalam perang saudara di Yaman.
 
Dikutip dari BBC, pada September 2019, pasukan Houthi diketahui melakukan penyerangan di dua fasilitas produksi minyak paling penting milik Saudi Aramco di Khurais dan Abqaiq.
 
Serangaan saat itu disebutkan oleh Menteri Energi Arab Saudi mempengaruhi 5,7 juta barel produksi minyak harian atau melumpuhkan 5 persen pasokan minyak dunia.
 
Jumlah kehilangan minyak pascaserangan 2019 itu bahkan lebih besar dari sejumlah krisis minyak yang sudah terjadi sejak 1950, termasuk revolusi Iran 1978-1979 yang mempengaruhi produksi 5,6 juta barel minyak harian. 
 
Pascaserangan tersebut, harga minyak Brent mendadak naik tajam, bahkan sempat menyentuh kenaikan harga hingga 20 persen, rekor tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
 
Reporter: Abdul Azis Said
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya