Berawal dari Kandang Ternak, Pria Taiwan Kini Bisa Kantongi Harta Rp 187 Triliun

Zhang Congyuan, pemilik perusahaan pembuat sepatu asal Taiwan yang sudah melayani Nike hingga Converse

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Agu 2021, 21:09 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2021, 21:00 WIB
Sepatu Kets Converse. Foto: Unsplash/Camila Damásio
Sepatu Kets Converse. Foto: Unsplash/Camila Damásio

Liputan6.com, Jakarta proBisnis sepatu kets yang dikembangkan Zhang Congyuan sudah berusia lebih dari tiga dekade. Di awal usahanya, ia tidak bahkan tidak mampu membeli pabrik.

Dia mengambil pilihan untuk mengubah peternakan babi miliknya menjadi sebuah pabrik. Siasatnya berhasil, perusahaannya yang bernama Huali Industrial Group ini telah meraup sejumlah keuntungan lebih dari Rp 187,33 triliun.

Melansir dari SCMP, Huali telah me jadi produsen sepatu kets sebanyak 180 juta pasang untuk produsen besar. Dari Nike, Converse, dan Vans.

Tak hanya itu, akibat dari permintaan yang semakin meningkat, nilai saham yang dimiliki pun ikut naik sebesar 162 persen sejak go public di Shenzhen pada April 2021 lalu. Hal tersebut mendorong Zhang selaku pendiri perusahaan masuk ke daftar orang terkaya di Taiwan.

Dengan kekayaan bersih yang ia terima, Zhang sekarang lebih kaya dibandingkan Terry Gou pemilik Foxconn Technology yang membuat iPhone untuk Apple.

Ini dapat dijadikan sebagai contoh gambaran dari pengusaha asal Taiwan yang mampu menghasilkan banyak uang.

“Saya dibesarkan di sebuah pedesaan dan hanya mengelola perusahaan kecil,” ujar Zhang atau yang dikenal dengan Chang Tsung-yuan. 

Pada sebuah konferensi pers bersama pebisnis Taiwan lainnya, ia menceritakan sendiri bagaimana awal mula bisnisnya mulai dikembangkan hingga mencapai titik ini. “Selama beberapa dekade terakhir, saya hanya menempatkan semua fokus saya pada pembuatan sepatu,” jelasnya.

 

 

Dari Satu Perusahaan ke Perusahaan Lainnya

Sepasang Nike Air Jordan 1 Cetak Rekor Dunia, 3 Kali Lipat dari Perkiraan Harga Lelang
Ilustrasi sepatu Nike Air Jordan 1. (dok. Foto Paul Volkmer/Unsplash)

Lahir dari keluarga petani di Taiwan pada 1948 membuatnya tetap berambisi untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dengan mengambil jurusan pertanian. Saat itu, Zhang memulai kariernya dengan bekerja di pabrik untuk memproduksi sepatu wanita.

Hasil dari kerjanya di tabung sedemikian rupa agar dapat mewujudkan tujuannya dengan memiliki perusahaan sendiri. Pada 1980-an, dari uang yang berhasil dikumpulkan membuahkan beberapa usaha alas kaki di daerah Taiwan dan Guangdong, China selatan.

Tidak berhenti sampai disana, pada 1990, Zhang kembali berinovasi dengan mendirikan Liangxing Industrial dan sudah go public di Hongkong pada 1995. Nama perusahaan lalu diganti menjadi Symphony Holdings.

Akhirnya, perusahaannya yang berdiri hingga kini (Huali), ia dirikan pada 2004 di sebuah kota daratan China dekat Hong Kong. Saat itu, usaha yang dijalankan dilakukan bersama keluarganya dengan membeli aset dari Symphony pada 2014 untuk mengembangkan perusahaan barunya.

Perkembangan bisnis yang ia lakukan membuatnya berhenti menjadi direktur Symphony pada tahun yang sama saat Huali didirikan. Ekspansi perusahaan pun akhirnya dilakukan dengan menargetkan pasar Vietnam, Myanmar, dan Republik Dominika.

 

Ketergantungan Perusahaan

Ilustrasi Miliarder Dunia. Unsplash/Hunter Race
Ilustrasi Miliarder Dunia. Unsplash/Hunter Race

Prospek perusahaan yang dijalankan dinilai memiliki perkembangan yang menuju arah positif. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh seorang analis di Industrial Securities Shanghai Zhao Shuli.

“Saya mengharapkan bahwa Nike dapat mengalihkan lebih banyak pesanan ke perusahaan tersebut dalam jangka waktu menengah,” papar Shuli.

Meskipun demikian, selama musim pandemi yang menghantam setiap sektor perekonomian, membuat setiap pebisnis manapun harus mengubah model bisnis yang dijalankan agar tetap sustainable. Jika tidak, bisnis yang dijalankan akan kalah dengan pandemi yang ada.

Menanggapi hal tersebut, Zhao mengatakan bahwa lingkungan konsumen global memang dilanda pandemi pada 2020, selama ini ia telah mencoba mempertahankan kapasitas dan pengiriman yang stabil.

Upaya tersebut salah satunya ditujukan untuk mempertahankan jumlah keuntungan yang akan didapatkan oleh perusahaan. “Lokasi pabrik globalnya membantu mencapai pertumbuhan laba yang lebih baik daripada rekan-rekan industri lainnya,” tambah Zhao.

Pada situs resminya Huali, laporan pendapatan yang diterima perusahaan dipublikasikan dan hasilnya menunjukkan angka sebesar Rp30,26 triliun pada 2020. Kemudian, pada 2021 laba bersih yang diterima naik 8 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp27,37 triiliun.

Namun, terlepas dari apa motif perusahaan memublikasikan keuntungan bersih yang diterima, Zhao menyatakan bahwa situasi pandemi dan ketergantungan perusahaan pada klien-klien besar tertentu dapat menghambat pertumbuhan perusahaan.

“Saya hanya akan terus melakukan hal-hal yang saya kuasai,” tutupnya.

Reporter: Caroline Saskia

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya