Liputan6.com, Jakarta - Miliarder sekaligus mantan CEO perusahaan software Reynolds & Reynolds, yakni Robert Brockman, menjadi sorotan karena menghadapi tuntutan terkait kasus penipuan pajak di saat dirinya tengah idap demensia.Â
Sebagai informasi, taipan software itu didakwa pada tahun 2020 atas 39 tuduhan, termasuk penipuan, penghindaran pajak, pencucian uang, dan tuduhan bahwa dia berpartisipasi dalam skema penyembunyian pendapatan sekitar USD 2 miliar dari IRS serta skema menipu investor di perusahaan perangkat lunaknya, menurut Departemen Kehakiman AS pada saat itu.
Baca Juga
Dilansir dari The Daily Beast, Jumat (15/4/2022) pengacara yang mewakili Brockman mengklaim dalam pengajuan pengadilan bahwa demensia yang dialami kliennya telah memburuk secara material dalam beberapa bulan terakhir.Â
Advertisement
Sementara itu, pengadilan kembali berpendapat bahwa Brockman tidak kompeten untuk diadili dalam kasus penghindaran pajak yang menjeratnya.
Hakim yang memimpin kasus tersebut, yakni George C. Hanks, sebelumnya telah mendengar argumen dari pengacara Brockman pada November 2021 tentang kemampuannya berpartisipasi dalam pengadilan tetapi belum memutuskan masalah tersebut.
Surat dakwaan mengklaim bahwa Brockman menggunakan entitas offshore di Bermuda dan Nevis dan mengirim "pendapatan keuntungan modal yang tidak dikenai pajak ke rekening bank rahasia di Bermuda dan Swiss."
Brockman juga menjalani tuntutan hukum terpisah dengan IRS.
Bulan lalu, pengacaranya mengeluh dalam pengajuan pengadilan tentang langkah badan tersebut mengosongkan salah satu rekening bank istrinya, secara otomatis menyita uang pensiunnya, dan menempatkan hak gadai atas propertinya.
Brockman (80), menderita penyakit Parkinson, yang disebut oleh pengacaranya sebagai kemungkinan sumber penyakit demensianya.
Kondisi mental Brockman juga memburuk, menurut pengarsipan, setelah ia tertular Covid-19 pada Desember 2021.Â
Miliarder Rusia Kalah dalam Sidang Lawan AS Soal Pencabutan Sanksi
Pengadilan banding di Washington menolak pengajuan dari miliarder aluminium asal Rusia, Oleg Deripaska untuk mencabut sanksi yang dijatuhkan kepadanya oleh Amerika Serikat pada tahun 2018.Â
Dilansir dari US News, penolakan itu dikarenakan adanya cukup bukti yang dikumpulkan pejabat AS untuk mendukung sanksi.
Hakim Pengadilan Distrik AS Amit Mehta juga memutuskan bahwa banyak klaim Oleg Deripaska dalam gugatan itu tidak berdasar.
Departemen Keuangan AS, terkait sanksi terhadap Deripaska, menuduhnya bertindak atas nama pejabat senior pemerintah Rusia.
"Singkatnya, tidak ada bukti bahwa pemerintah bertindak untuk alasan selain yang diberikan, apalagi alasan yang dinyatakan dibuat-buat," demikian keterangan pengadilan di Washington.
Sebagai informasi, Pemerintah AS memberlakukan sanksi terhadap Deripaska dan orang-orang Rusia berpengaruh lainnya yang memiliki hubungan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai tanggapan untuk pencaplokan Rusia atas wilayah Krimea pada tahun 2014.
Sementara itu, Deripaska tidak termasuk dalam sederet miliarder Rusia yang menghadapi sanksi terkait invasi Rusia di Ukraina.
Diketahui, Deripaska memiliki saham dari perusahaan aluminium dan di perusahaan induknya En+ Group.
Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan itu pada 2019 selama kepresidenan Trump.
Tahun lalu, FBI juga sempat menggerebek rumah Deripaska di New York dan Washington, namun tidak diketahui penjelasan untuk penggeledahan pada saat itu.
Deripaska pernah mempekerjakan Paul Manafort, yang menjabat sebagai ketua kampanye mantan Presiden Donald Trump pada tahun 2016.
Pada tahun 2018, Manafort didakwa atas tuduhan penggelapan pajak dan penipuan bank. Kemudian pada tahun 2020, Trump memberikan pengampunan kepadanya.
Advertisement
Kekayaan Miliarder Rusia Susut
Total kekayaan miliarder atau orang terkaya dunia telah merosot dari rekor tertinggi tahun lalu, di tengah penurunan pasar saham global sejak pecahnya konflik Rusia-Ukraina.
Saat ini, kekayaan gabungan miliarder di seluruh dunia sebesar USDÂ 12,7 triliun.
Dilansir Jumat (8/4/2022) laporan tahunan majalah Forbes tentang orang-orang terkaya di dunia mengungkapkan bahwa jumlah miliarder berkurang 329 orang, menjadikan totalnya kini sebanyak 2.668.
Disebutkan juga bahwa konflik Rusia Ukraina, yang diwarnai dengan serangkaian sanksi ekonomi membuat mengirim pasar saham Rusia dan rubel anjlok. Hal ini juga membuat jumlah miliarder Rusia berkurang.
Kekayaan miliarder Rusia telah menurun lebih dari USD 260 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Forbes mengatakan penurunan jumlah miliarder dunia dari 2.755 menjadi 2.668 adalah penurunan yang terbesar sejak krisis keuangan 2009, meski sempat naik pada 2021 lalu ketika saham global bangkit dari pandemi.
Salah satu penurunan posisi miliarder dialami oleh Mackezie Scott, yang sekarang berada di urutan ke 30 orang terkaya dunia - dari urutan ke-22. Kekayaan bersih mantan istri Jeff Bezos itu kini tercatat USD 43,6 miliar.
Di sisi lain, Forbes juga mencatat sekitar 236 orang di dunia menjadi miliarder untuk pertama kalinya.Â
Para miliarder baru itu termasuk penyanyi ternama Rihanna, sutradara Lord of the Rings Peter Jackson dan pemodal ventura Joshua Kushner.