Liputan6.com, Jakarta Dalam upaya untuk memperkuat posisi UKM Indonesia di pasar Internasional, Digiasia Bios menandatangani perjanjian kemitraan strategis dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan Blitznet, platform yang menghubungkan penjual dan pembeli bahan baku di Indonesia.
Baca Juga
Kemitraan ini bertujuan untuk mengembangkan aplikasi berbasis situs digital ekspor yang akan memberikan peluang baru bagi pelaku usaha berorientasi ekspor di Indonesia.
Advertisement
Sasaran utama adalah meningkatkan daya saing UKM, terutama para debitur dan mitra binaan LPEI, sejalan dengan arahan Presiden Indonesia untuk mendorong UMKM naik kelas dan mengembangkan kegiatan ekspor berbasis situs digital.
"Kami memberikan dukungan teknologi Fintech as A Service sebagai pengungkit utama yang terintegrasi dengan platform perdagangan B2B kelas dunia. Dengan pengalaman melayani puluhan bisnis, kami juga akan memberikan pendampingan dalam penyusunan profil profesional dari pelaku usaha berorientasi ekspor untuk ditampilkan pada aplikasi. Hal ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam penyusunan infrastruktur LPEI dalam rangka pengembangan aplikasi yang terintegrasi," ungkap Deputy CEO Digiasia Bios Joseph Lumban Gaol dikutip Selasa (12/9/2023).
Aplikasi yang dikembangkan dari kemitraan ini akan berbentuk Integrated Export Digital Platform LPEI yang didukung dengan sistem Embedded Finance as a Service (EFaaS). Aplikasi ini akan didukung juga dengan solusi Blitzpro dan Digital Export Marketplace yang dimiliki oleh platform Blitznet.
"LPEI menciptakan ekosistem yang akan mempersiapkan UKM Indonesia untuk melakukan ekspor dan membantu mereka menjalin hubungan dengan pasar Internasional. Dukungan finansial dari LPEI dan platform digital yang handal dari Digiasia Bios dan Blitznet akan memberikan peluang bagi UKM dalam meningkatkan daya saing mereka dan mengakses sumber daya yang dibutuhkan untuk berkembang secara global," tutur Direktur Eksekutif LPEI Riyani Tirtoso.
“Kami bersemangat untuk turut berkontribusi dalam memajukan UKM Indonesia dan membantu mereka meraih sukses di pasar Internasional. Kerjasama ini diharapkan dapat membuka peluang besar bagi pelaku usaha berorientasi ekspor di Indonesia,” tutup Joseph.
Alasan Pemerintah Kukuh Tahan Devisa Hasil Ekspor 3 Bulan Meski Diprotes
Sejumlah pengusaha memprotes aturan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) selama 3 bulan di sistem keuangan Indonesia (SKI).
Adapun sejak 1 Agustus 2023, sebanyak 30 persen DHE SDA (sumber daya alam) dari empat sektor yakni pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan wajib disimpan selama 3 bulan di dalam negeri.
Setidaknya ada tujuh asosiasi pengusaha yang menyampaikan secara langsung keberatan aturan tentang devisa hasil ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan/atau pengolahan sumber daya alam ke Kemenko Perekonomian.
Menindaki protes tersebut, Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah telah menerima keluhan eksportir untuk kemudian didiskusikan. Namun, dia menegaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengarahkan agar PP 36/2023 tetap wajib dijalankan tanpa pengecualian.
"Sudah kita tampung semua. Tapi ini kan bukan hal baru, dari dulu tambang, migas, dari 2011 juga sudah kita terapkan. Ini kan bukan kebijakan baru," kata Susiwijono di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Susiwijono lantas menyoroti keluhan pengusaha dalam PP 36/2023 dalam memarkir 30 persen DHE SDA di dalam negeri, yang dianggap mengganggu likuiditas perusahaan dalam melanjutkan bisnisnya.
Namun, ia balik ke belakang terkait penerapan DHE dalam aturan PP 1/2023. Menurutnya, para eksportir di empat sektor SDA tersebut tidak pernah benar-benar memanfaatkan 100 persen uang hasil ekspor untuk kelanjutan usaha, tapi hanya 70 persen saja. Dengan demikian, Susiwijono menilai ketentuan 30 persen DHE merupakan dana-dana tak terpakai oleh para pengusaha.
Advertisement
Masih Lebih Kecil dari Negara Lain
Bahkan, dikatakan aturan itu masih lebih kecil dibanding negara-negara lain yang menetapkan penyimpanan devisa hasil ekspor lebih dari 30 persen.
"Jadi enggak ada, kalau dalam dolar data sekian puluh tahun, kita rinci enggak ada kebutuhan lebih dari 70 persen. Itu based practice, jadi enggak perlu diragukan," tegas Susiwijono.
Eksportir pun disebutnya masih bisa memanfaatkan 30 persen duit hasil ekspor yang ditempatkan di 7 instrumen yang telah disediakan Bank Indonesia lewat Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.
"Mereka masih bisa dengan fitur dijadikan pinjaman, apa cash collateral, pilihannya banyak sekali, kalau mau memakai, mau memanfaatkan apapun bisa dilakukan, dan itu bukan hal baru," tutur dia.