Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agama mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M atau biaya haji sekitar Rp 105 juta.
Usulan ini diumumkan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, kepada DPR dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII di Jakarta, pada 13 November 2023.
Baca Juga
Advertisement
"Pemerintah kemarin menggelar rapat kerja dengan Komisi VIII membahas biaya haji. Siklusnya memang pemerintah mengajukan usulan biaya haji. Kita usulkan BPIH sebesar Rp 105 juta per jemaah. Usulan ini yang akan dijadikan bahan pembahasan oleh Panja untuk nantinya disepakati berapa biaya haji tahun 2024," kata Menag Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat mengatakan, kenaikan biaya haji menjadi Rp 105 juta membuat biaya haji di Indonesia lebih mahal dari Malaysia.
Ongkos Haji Malaysia
Sebagai gambaran, ongkos Haji Malaysia senilai RM 30,850 atau setara Rp102 juta rupiah.
"Pemerintah Malaysia mengungkapkan biaya haji per jamaah untuk warga negaranya yakni sebesar MYR 30.850 atau setara dengan Rp 102,5 juta (kurs Rp 3.325) dengan kuota haji 31,600 jamaah," jelasnya dikutip Kamis (16/11/2023).
Menurut dia, dandingkan Indonesia dengan kuota haji lebih banyak 7,6 kali lipat atau sejumlah 241.000 jemaah pada tahun 2024 daripada Malaysia.
"Biaya Haji Indonesia Rp105 juta/jamaah, jauh lebih mahal dari Malaysia yaitu Rp102,5 juta/jamaah. Padahal semakin banyak jamaah seharusnya biaya haji dapat ditekan lebih murah lagi.
Jamaah Haji Indonesia 2024 lebih banyak 7,6 kali lipat daripada Jamaah Malaysia sebesar 31,600 jamaah bandingkan dengan 241 ribu jamaah Indonesia.
"Jelas bahwa penyelenggaraan Haji Indonesia tidak efesien, tidak efektif dan tidak berhemat seperti halnya penyelenggara Haji Malaysia," terangnya.
Usul Kenaikan Biaya Haji Jadi Rp 105 Juta Ditolak DPR, Ini Alasannya
Sebelumnya, Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Panja BPIH) Komisi VIII DPR RI menolak usulan biaya haji 2024 dipatok sebesar Rp 105 juta per jemaah. Salah satu alasannya, karena belum ditemukan kenaikan biaya dari sejumlah komponen pembentuk harga tersebut.
Misalnya yang menjadi sorotan adalah biaya penerbangan jemaah haji dari Indonesia ke Arab Saudi dan sebaliknya. Diketahui, secara sederhana, biaya penerbangan mencakup sekitar sepertiga dari biaya total BPIH yang ditentukan.
Panja BPIH pun sudah menggelar rapat dengan sejumlah pihak terkait, diantaranya, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan. Lalu, operator bandara PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, AirNav Indonesia dan PT Pertamina. Kemudian, dilanjutkan bahasan dengan maskapai Garuda Indonesia dan Saudi Airlines.
"Dari hasil rapat kami tadi, saya dapat menyimpulkan bahwa semua institusi yang berkenaan dengan ini tidak menyatakan bahwa ada kenaikan harga. Sekali lagi saya sampaikan, tidak ada kenaikan harga," kata Anggota Panja BPIH Komisi VIII Jhon Kenedy Azis, di Kompleks DPR RI, Jakarta, ditulis Kamis (16/11/2023).
"Kecuali Pertamina. Tetapi, Pertamina untuk avtur akan mencoba menyesuaikan harga avtur di 2023 akan sama harga avtur di tahun 2024 yang akan datang," sambungnya.
Mengutip keterangan maskapai Garuda Indonesia, estimasi biaya avtur untuk penghitungan saat ini dipatok sebesar 93 sen per liter. Angka ini lebih rendah dari penghitungan rata-rata biaya avtur untuk penerbangan reguler di sejumlah titik embarkasi haji.
Meski tak menampik ada pengaruh pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, John menegaskan kontribusinya tidak akan terlalu besar pada besaran ongkos penerbangan haji 2024.
"Sebagaimana anda ketahui Garuda Indonesia menaikkan di tahun 2023 ongkosnya Rp32 juta, sekarang menaikkan Rp36 juta. Kalau toh naik kembali, saya sampaikan karena ada kenaikan USD terhadap rupiah hanya sekitar satu koma sekian persen seharusnya nilai naiknya tidak sesignifikan itu," bebernya.
Advertisement
Kondisi Ekonomi Masyarakat
Di sisi lain, Anggota Panja BPIH Komisi VIII Marwan Dasopang menyoroti soal kondisi ekonomi masyarakat yang berada dalam kondisi yang tak begitu baik. Dengan biaya haji yang tinggi, dia khawatir banyak masyarakat tak mampu melunasi biaya tersebut, meski hingga saat ini belum diputuskan berapa nominal yang harus dibayar jemaah.
"Khawatir kita nanti kuota tambahan 20 ribu, malah jadi sia-sia karena nanti orang tidak mampu membayar, membayar dengan waktu yang cukup singkat apalagi suasana menurut Komisi VIII saat ini ada tambahan lagi, ada program El Nino, itu pertanda dan petunjuk bahwa masyarakat sesungguhnya dalam keadaan ekonominya tidak baik," bebernya.
Marwan menegaskan, angka ideal yang bisa didapat masih pada kisaran Rp 90 juta untuk BPIH-nya. Dengan begitu, bisa diambil kesimpulan kalau biaya yang yang dibayar jemaah tak terlalu besar mengingat porsi antara tanggungan jemaah dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang akan ditentukan kemudian.
"Maka itu yang harus kita pertimbangkan tapi kami pasti akan mengamankan keuangan haji untuk memperhatikan jemaah pun tidak boleh mengambil hak orang lain dari kelolaan BPKH. Jadi subsidinya lebih besar tidak mungkin, inilah yang akan dipertimbangkan, jadi menimbang ini semua Komisi VIII harus hati-hati memutuskan ongkos haji tahun ini," urainya.