Syarat Barang Impor Makin Longgar, Produk Indonesia Bakal Kalah Saing?

Kemenperin menegaskan dampak melambungnya impor barang jadi ke Indonesia. Salah satunya, kekhawatiran produk industri dalam negeri kalah saing.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 20 Mei 2024, 20:50 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2024, 20:50 WIB
Neraca Perdagangan RI
Petugas beraktivitas di area bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Surplus ini didapatkan dari ekspor September 2021 yang mencapai US$20,60 miliar dan impor September 2021 yang tercatat senilai US$16,23 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan dampak melambungnya impor barang jadi ke Indonesia. Salah satunya, kekhawatiran produk industri dalam negeri kalah saing.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan, pihaknya meminta pembatasan impor barang jadi tetap dilanjutkan. Dia menyebut, kebijakan pengetatan bagi barang kategori larangan dan pembatasan (lartas) bisa menyelamatkan peredaran produk industri dalam negeri.

"Apakah ada harapan untuk pembaruan lartas? Hampir 80 persen produk industri manufaktur Indonesia dijual di pasar domestik, tapi kalau pasar domestik banjir impor bakal membuat banyak produk manufaktur itu tidak laku dan kesulitan bersaing," ujar Febri dalam konferensi pers di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Diketahui, pepemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang perubahan ketiga Permendag 36/2023 menganulir syarat pertimbangan teknis (pertek) dari Kemenperin. Itu berlaku untuk tiga komoditas; elektronik, alas kaki, serta pakaian jadi dan aksesoris.

Aturan itu terbit menyusul menumpuknya 26.000 kontainer barang di sejumlah pelabuhan di Indonesia. Febri menegaskan, Pihaknya mendukung arahan Presiden untuk menyelesaikan masalah penumpukan kontainer di pelabuhan.

"Seiring dengan hal tersebut, Kemenperin juga mendukung penerbitan Permendag No. 8 Tahun 2024 sepanjang melindungi industri dalam negeri," kata dia.

Demi Kelangsungan Industri

Febri menyebut, fungsi Kementerian Perindustrian bertanggungjawab terhadap kelangsungan industri dalam negeri termasuk melindungi barang-barang hasil produksinya dapat terserap oleh pasar. Caranya dengan mengatur arus masuk sejumlah komoditas yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

"Kami tidak alergi dengan barang impor sepanjang barang-barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri, sedangkan produksinya di dalam negeri tidak mencukupi. Dengan demikian, kebijakan Lartas diarahkan untuk tidak mengganggu industri dalam negeri," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tak Ganggu Impor Barang Baku

Ilustrasi petugas Bea Cukai tengah melakukan pendataan barang-barang impor. (Istimewa)
Ilustrasi petugas Bea Cukai tengah melakukan pendataan barang-barang impor. (Istimewa)

Lebih lanjut, Febri menegaskan pihaknya tak pernah mengganggu arus masuk bahan baku bagi industri dalam negeri, meski ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi.

"Terhadap komoditas ini, kami selalu memastikan tidak ada hambatan bagi industri dalam negeri mendapatkan bahan baku, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor," ucapnya.

Dia mengaku tetap akan mengawal agar tidak banjir produk impor, khususnya produk hilir atau produk jadi. Tujuannya tak lain untuk melindungi industri dalam negeri dan investasi, dengan tetap memperhatikan agar tidak lagi terjadi penumpukan barang di pelabuhan.

"Sedangkan terhadap barang-barang jadi atau produk akhir yang langsung dapat dijual ke pasar dalam negeri, Kemenperin berharap untuk tetap dibatasi dan menyesuaikan dengan konsep Neraca Komoditas yang pada prinsipnya menyeimbangkan antara produksi dalam negeri dan produk impor," imbuh Febri.

 


Penyebab Penumpukan

Neraca Perdagangan RI Alami Surplus
Petugas beraktivitas di area bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga

Febri menduga, penumpukan kontainer-kontainer di pelabuhan disebabkan oleh ketiadaan dokumen impor. Dia menengarai barang-barang tersebut masuk langsung melalui Pusat Logistik Berikat. Sehingga, setelah aturan Lartas-nya diubah dari post-border menjadi border, barang-barang tersebut tertahan dan tidak bisa keluar dari pelabuhan.

Kemenperin menyampaikan perlunya melakukan cross check dengan teliti agar perizinan yang diberikan tepat sasaran dan tidak mengakibatkan banjir impor.

“Ada kekhawatiran bahwa kontainer yang menumpuk tidak memiliki Pertek/Perizinan Impor (PI), atau bahkan memang tidak mengajukan permohonan setelah Peraturan Menteri Perindustrian mengenai Pertek untuk masing-masing komoditas sebagai pendamping Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 jo Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dikeluarkan dan diberlakukan,” kata Febri dalam keterangan resmi, Minggu (19/5/2024).

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya