HEADLINE: Emas Melayang, Timnas Indonesia Bisa Rebut Perunggu?

Timnas Indonesia U-22 gagal melaju ke laga final sepak bola SEA Games 2017, ditekuk 0-1 oleh Malaysia.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 29 Agu 2017, 00:00 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2017, 00:00 WIB
Pemain Timnas Indonesia U-22 Sea Games 2017
Pemain Indonesia tampak kecewa usai takluk dari Malaysia pada laga semifinal Sea Games 2017 di Stadion Shah Alam, Selangor, Sabtu (26/8/2017). Malaysia menang 1-0 atas Indonesia. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Liputan6.com, Jakarta Di ajang SEA Games, sepak bola menjadi cabang olahraga yang paling favorit. Bahkan selama ini berkembang anggapan kalau juara umum tidak lengkap tanpa emas sepak bola. 

Sayang dua-duanya sudah lepas dari genggaman kontingen Indonesia. Menjadi juara umum ataupun meraih emas sepak bola sama-sama sudah mustahil. Di papan klasemen medali, Indonesia masih tertahan di urutan kelima. Mengejar posisi tuan rumah Malaysia di urutan pertama dengan emas yang sudah melebihi 100 keping, sudah tidak mungkin.

Hanya saja, perjalanan belum berakhir. Di cabang sepak bola, masih ada laga perebutan tempat ketiga melawan Myanmar di Stadion Selayang, Selasa (29/8/2017). Meski hanya berebut perunggu, Milla berjanji akan membawa pulang medali ke Tanah Air. 

"Pelatih sudah mempersiapkan tim menghadapi pertandingan ini. Saat ini semua pemain memiliki tujuan yang sama, yaitu membawa pulang perunggu. Dua hari recovery sangat cukup untuk bisa tampil sangat baik di laga ini," ujar asisten pelatih Timnas, Bima Sakti. 

Menurutnya, pelatih Luis Milla juga sudah mempersiapkan strategi jitu melawan Myanmar. Meski hanya punya waktu dua hari istirahat, setidaknya Milla lebih tenang karena punya banyak pilihan pemain mengingat Marinus, Hansamu, dan Hargianto sudah bisa tampil lagi. 

Duel ini juga jadi ajang balas dendam Garuda Muda setelah bulan Februari lalu sempat dipermalukan 1-3 oleh Myanmar pada laga uji coba di Stadion Pakansari, Bogor. Saat itu, publik masih maklum karena tim yang ditangani Milla baru terbentuk beberapa bulan. 

"Kondisi tim saat ini lebih baik dan performa pemain jauh lebih meningkat. Pemain saat ini pun sangat bersemangat karena sudah melupakan kekalahan di semifinal," ujar Bima. 

Meski hanya memperebutkan perunggu, Timnas Indonesia U-22 memang sebaiknya tetap tampil maksimal lawan Myanmar. Sebab bila belum mampu menghadirkan prestasi, penampilan yang menghibur bisa sedikit meredakan luka di hati masyarakat setelah medali emas lepas dari genggaman.

 

Kala Emas Melayang

Timnas Indonesia U-22 gagal melaju ke babak final cabang sepak bola SEA Games 2017. Langkah Garuda Muda dijegal Malaysia di Stadion Shah Alam, Selangor, Sabtu (26/8/2017).

Petaka terjadi pada menit ke-87. Berawal dari tendangan pojok, tuan rumah, Malaysia berhasil menjebol gawang Timnas Indonesia U-22, yang dikawal oleh kiper Satria Tama.

Bek kanan, I Putu Gede Juni Antara lemas melihat bola merobek jala Garuda Muda. Pemain Bhyangkara FC itu langsung terjatuh dengan posisi terlentang sembari menutupi wajahnya.

Dia tidak percaya melihat bola bisa merobek jala Garuda Muda. Sebab penjagaan ketat sudah diterapkan di area kotak penalti. Bahkan, Evan Dimas Darmono yang biasanya beroperasi di lini tengah, sampai turun untuk membantu pertahanan Timnas Indonesia.

Namun ternyata striker Malaysia, Thanabalan Nadarajah, lebih jeli melihat celah. Dia berlari menyongsong datangnya bola dan seketika melepaskan tandukan ke sisi kiri gawang lawan.

Satria Tama sebenarnya mampu membaca arah bola. Namun dia terlambat bergerak. Meski melompat ke arah yang benar, tangannya tidak sanggup menjangkau si kulit bundar.

 

Riuh di stadion berganti haluan. Suporter timnas Indonesia U-22 yang sejak awal bernyanyi menyemangati Evan Dimas dan kawan-kawan, sontak membisu. Padahal meski jumlahnya hanya 10 ribu, suara mereka tidak kalah dengan pendukung tuan rumah yang mencapai 70 ribu.

Gemuruh di Stadion Shah Alam, kini milik suporter tuan rumah. Mereka bersorak menyambut gol Thanabalan. Sebagian bahkan kebablasan. Mereka melempar petasan ke arah pemain Indonesia yang tengah melakukan pemanasan di belakang gawang Malaysia.

Permainan kembali bergulir. Indonesia dengan sekuat tenaga berusaha memanfaatkan sisa waktu yang ada. Di masa injury time, di sisa tenaga yang ada, Osvaldo Haay berhasil melakukan penetrasi ke kotak penalti lawan. Namun dia terjatuh setelah kontak dengan pemain belakang Malaysia. Sayang wasit tidak menunjuk titik putih sebagai ganjarannya.

Tidak lama berselang, wasit WK Lakmal Weerakkody meniup peluit panjang. Pertandingan berakhir, dan Malaysia memastikan tiket ke final setelah menang 1-0 atas Indonesia.

Seperti terkena peluru nyasar, satu per satu personel Garuda Muda tumbang ke lapangan. Air mata juga tidak terbendung. Mereka kecewa karena mimpi meraih emas cabang sepak bola di SEA Games 2017 justru menguap sebelum mereka berhasil melangkah ke final.

Sebaliknya, para pemain Malaysia bersorak gembira merayakan kemenangan tersebut. Ketegangan yang mereka rasakan seketika lepas. Harapan untuk mendulang emas dari cabang sepak bola kembali terbuka setelah gagal pada SEA Games 2015 lalu.

"Saya minta maaf karena kami gagal ke final," kata Evan Dimas saat berjalan menuju bus pemain. Raut wajahnya masih terlihat murung. Begitu juga dengan Gavin Kwan Adsit yang biasanya ceria, malam itu diam membisu. Saat melewati rombongan wartawan, Gavin hanya menunjukkan luka di kakinya akibat terkena petasan yang dilempar suporter Malaysia.

Kegagalan timnas Indonesia di ajang SEA Games sebenarnya bukan cerita baru. Sejak meraih emas pada SEA Games 1991, Indonesia belum sekalipun mampu mengulanginya lagi. Jalan terjauh yang ditempuh Garuda Muda hingga saat ini baru sampai ke final.

 

Bahkan saat tampil di kandang sendiri pada SEA Games 2011, Indonesia yang ditangani Rahmad Daramwan hanya mampu merebut perak setelah kalah adu penalti melawan Malaysia. Dua tahun berikutnya, RD-sapaan akrab Rahmad Darmawan--kembali berhasil membawa Indonesia ke final SEA Games Myanmar. Namun lagi-lagi, Garuda Muda harus pulang dengan medali perak setelah kalah 0-1 dari Timnas Thailand di partai puncak.

Sentuhan Luis Milla

Kehadiran Luis Milla, pelatih yang berhasil membawa Spanyol juara Piala Eropa U-21, kembali membangkitkan asa meraih mimpi yang tertunda. Apalagi sejak babak penyisihan, Garuda Muda tampil berbeda dengan gaya permainan bola-bola pendek yang menghibur.

Rahmad Darmawan yang saat ini menangani Selangor FC, menyadari perubahan ini. Menurutnya, di bawah kendali Luis Milla, Timnas Indonesia U-22 punya banyak variasi serangan. Permainan tidak monoton. Saat tumpul lewat permainan pendek, Milla tidak alergi menerapkan bermain bola-bola panjang langsung kepada kedua sisi sayap.

Strategi ini terbukti ampuh saat Timnas Indonesia mengalahkan Timor Leste 1-0 di babak penyisihan Grup B. Satu-satunya gol Marinus dalam duel ini berasal dari crossing sayap. Timnas Indonesia U-22 segera mengubah pola permainannya setelah kesulitan menembus rapatnya pertahanan Timor Leste yang terus menempel ketat pemain-pemain Indonesia.

Saat bertemu Malaysia, Indonesia juga sama sekali tidak bermain buruk. Menurut statistik LabBola, penguasaan bola Timnas Indonesia U-22 lebih baik dari Malaysia: 53 persen berbanding 47 persen. Permainan bola-bola pendek dan pressing ketat Garuda Muda sempat merepotkan tim tuan rumah. Sayang, penyelesaian akhir timnas tidak membuahkan hasil.

 

Peluang emas Ezra Walian pada menit 65 terbuang sia-sia. Padahal dia sudah lolos dari jebakan off side. Bola di kakinya lepas saat solo run ke dalam kotak penalti lawan. Pemain naturalisasi ini tampil sejak menit pertama karena Marinus Wanewar akumulasi kartu.

Namun tampil menghibur saja tentu tidak cukup. Sebab hanya kemenangan atas Malaysia yang bisa mengantar Timnas ke final. Sayang, Garuda Muda tidak mampu melakukannya.

"Saya bangga mereka telah berjuang," kata Luis Milla usai pertandingan.

Milla sendiri sebenarnya harus memutar otak sebelum bertemu Malaysia. Sebab tiga pemain andalannya, yakni Marinus, Hansamu Yama Pranata, dan M. Hargianto harus absen karena akumulasi kartu kuning. Selain itu, waktu recovery Garuda Muda setelah pertandingan terakhir di Grup B hanya dua hari, berbeda dengan Malaysia yang istirahat selama tiga hari.

"Banyak pemain kami tidak baik. Saya datang dan berharap kami bisa bermain bagus. Kedua tim sudah bermain dengan bagus. Malaysia memang bahaya dengan bola mati karena punya fisik yang bagus. Mereka mencetak gol menit ke-85, tapi kami sebelumnya juga punya peluang dari Ezra (Walian) dan Febri (Hariyadi)," Milla menambahkan.

Meski akhirnya gagal menghadirkan emas, Luis Milla tidak berniat mengundurkan diri. Usai pertandingan melawan Malaysia, mantan pemain Real Madrid dan Barcelona itu menegaskan masih senang di Indonesia. Padahal ini yang kedua kali Milla gagal memenuhi targetnya. Sebelumnya dia juga gagal membawa Timnas Indonesia lolos Piala Asia U-23.

"Saya sangat senang di Indonesia," ujarnya soal masa depannya di Timnas Indonesia.

Dengan kegagalan ini, praktis pertaruhan Luis Milla tinggal di Asian Games 2018 yang akan berlangsung di Indonesia. Di ajang ini, PSSI menargetkan tiket ke babak semifinal.

 

Namun Sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria, menilai rentetan target yang sebelumnya dibebankan kepada Milla sudah tidak relevan lagi dijadikan ukuran keberhasilannya. Sebab menurutnya, sejak awal semua pihak sadar tidak ada pembinaan yang instan. Semuanya butuh proses sehingga publik harus bersabar menunggu prestasi timnas Indonesia.

"Dalam sepak bola tidak pernah ada jangka pendek dan tidak pernah ada yang instan, jadi kita harus bersabar untuk menunggu hasilnya," ujar Ratu Tisha di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (27/8/2017).

Tisha menganggap tidak tepat membicarakan masa depan Milla usai kalah dari Malaysia. Sebab selain menyisakan laga melawan Myanmar, PSSI juga masih punya rencana jangka panjang bagi timnas Indonesia. "Ini masih merupakan sebuah proses. Mau kita datangkan siapa pun pelatihnya, sepak bola itu hasil dari pembinaan yang tidak instan." (kd)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya