Kemlu: Kami Tak Takut Australia Ancam Boikot Pariwisata Indonesia

PM Australia Tony Abbott meminta Presiden Jokowi untuk lebih 'responsif' atas permohonan mereka terkait eksekusi mati.

oleh Rizki Gunawan diperbarui 15 Feb 2015, 16:15 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2015, 16:15 WIB
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Arrmanatha Nasir. (Liputan6.com/Andreas Gerry Tuwo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop disebutkan mengeluarkan pernyataan yang bernada ancaman bahwa pihaknya akan memboikot pariwisata Indonesia, jika Pemerintah Indonesia jadi mengeksekusi mati 2 warga negara Australia yang menjadi gembong narkoba. Kedua WN Australia itu merupakan anggota sindikat 'Bali Nine', yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Menanggapi hal itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Armanatha Nasir mengatakan tidak takut. Sebab pariwisata Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan keindahan dan lokasinya yang strategis. Jadi dia meyakini jumlah turis tak akan berkurang.

"Kami tidak takut karena Indonesia memiliki keunggulan di bidang pariwisata. Jadi kami tak terlalu khawatir," tegas Armanatha Nasir saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Minggu (15/2/2015).

Namun, kata Armanatha, dia tak percaya apabila tokoh sekelas Bishop mengeluarkan pernyataaan tersebut. Menurut dia, mungkin maksud Bishop tidak sekeras itu. "Mungkin dia meminta warganya untuk mempertimbangkan kembali bila ingin ke Indonesia," ujar pria yang karib disapa Tata tersebut.

Permintaan Pemerintah Australia agar mempertimbangkan kembali eksekusi mati yang kemungkinan akan dijatuhkan ke Andrew dan Myuran, tidak hanya disampaikan oleh Bishop. Perdana Menteri Australia Tony Abbott juga meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar lebih 'responsif' dalam menanggapi permohonan mereka untuk memberikan pengampunan atau keringanan bagi warganya.

Atas hal tersebut, Tata menegaskan, proses hukum terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran akan tetap berjalan. Dia menekankan, apa yang terjadi pada kedua warga Australia itu merupakan proses hukum, bukan proses politik.

"Kita harus lihat kembali bahwa ini masalah hukum dalam arti proses sudah berjalan. Ini keputusan hukum. Itu kan proses sudah berjalan. Jadi ya itu kan perhatian. Ini bukan keputusan politis. Kita tidak menargetkan orang atau warga negara tertentu untuk dieksekusi," jelas dia.

Di Canberra, Australia, juru bicara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Sade Bimantara sebelumnya mengimbau, warga negara Indonesia (WNI) maupun diaspora asal Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaaan berkenaan dengan situasi akhir-akhir ini.

Selain itu, KBRI juga meminta WNI untuk tetap tenang dan menjalankan aktivitas sehari-hari dengan meningkatkan kewaspadaan dan selalu mencermati perkembangan situasi keamanan di sekitarnya melalui berbagai sarana.

WNI di Australia juga diminta selalu membawa tanda pengenal yang masih berlaku, seperti paspor, kartu mahasiswa, bukti identitas lainnya. KBRI juga mengingatkan agar WNI selalu mengindahkan peraturan setempat, tidak terpancing tindakan-tindakan yang bersifat provokatif dan menghindari ikut campur dalam politik dalam negeri Australia baik secara verbal, tulisan di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan situs jejaring lainnya. (Riz/Sun)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya