Hasil Perjuangan Delegasi RI Dalam Konferensi Soal Bencana PBB

Karakteristik Indonesia sebagai negara yang semakin rawan terhadap terjadinya berbagai macam bencana, diakui masyarakat dunia.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 19 Mar 2015, 09:31 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2015, 09:31 WIB
Ilustrasi Gempa Bumi
Ilustrasi Gempa Bumi (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia berada di lingkaran 'cincin api Pasifik' atau Pacific Ring of Fire dan daerah kedua yang paling aktif di dunia -- sabuk Alpide. Terjepit di antara 2 wilayah kegempaan berarti, Nusantara menjadi lokasi sejumlah letusan gunung berapi dan gempa terdahsyat yang pernah terjadi di muka Bumi. Menjadi 'supermarket' bencana.

Dalam ajang The Third UN World Conference on Disaster Risk Reduction (WCDRR) yang berlangsung di Sendai, Jepang, pada 14-18 Maret 2015, karakteristik Indonesia sebagai negara yang semakin rawan terhadap terjadinya berbagai macam bencana, diakui masyarakat dunia.

Karakteristik tersebut adalah: negara kepulauan, dengan kawasan pesisir pantai yang sangat panjang, yang terletak di antara beberapa lempengan bumi serta memiliki jumlah gunung berapi yang sangat banyak.

"Masyarakat internasional memandang penting perlunya perhatian khusus dan bantuan yang tepat bagi negara-negara dengan karakteristik khusus tersebut dalam hal kapasitas penanggulangan bencana dan pemulihan pascabencana," demikian keterangan pers KBRI di Tokyo, Jepang, yang diterima Liputan6.com, Kamis (19/3/2015).

Pengakuan terhadap konsep negara dengan karakteristik khusus yang merupakan salah satu isu utama yang berhasil diperjuangkan delegasi Indonesia yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla.  Isu lain yang juga menjadi prioritas Indonesia adalah penekanan terhadap pentingnya pengembangan kapasitas lokal dalam menghadapi bencana.

Indonesia juga turut mendukung pentingnya pengakuan pengembangan kearifan lokal. "Pengetahuan turun temurun masyarakat lokal terbukti dapat mengurangi jumlah korban jiwa pada saat terjadinya bencana."

Sementara, seperti dikutip dari situs PBB, dengan kerangka kerja yang baru diharapkan , kematian, kerusakan, dan perpindahan tempat akibat bencana bisa dikurangi secara signifikan pada tahun 2030.

"Negara-negara peserta juga menegaskan 'kebutuhan penting dan mendesak' untuk mengantisipasi, perencanaan, dan pengurangan risiko agar lebih efektif melindungi orang, masyarakat, juga negara, serta untuk membangun ketahanan."

WCDRR merupakan sidang terbesar di dalam kerangka PBB terkait dengan pembahasan isu DRR di tingkat global, dengan tujuan utama merumuskan Kerangka Aksi Pengurangan Risiko Bencana menggantikan Hyogo Framework for Action 2005-2015. Hyogo Framework for Action (HFA) sebelumnya diciptakan pascabencana tsunami di Hindia Belanda yang merenggut 227 ribu nyawa.

Namun, konferensi di Sendai menyepakati bahwa selama dekade terakhir, bencana telah terus merenggut korban, membunuh lebih dari 700.000 orang, melukai 1,4 juta lainnya, dan membuat sekitar 23 juta manusia menjadi tunawisma. Secara keseluruhan, lebih dari 1,5 miliar orang -- dalam berbagai cara -- terdampak oleh bencana, serta kerugian ekonomi di seluruh dunia mencapai US$ 1,3 triliun. (Ein/Mut)

Baca juga: 19-3-2011: Supermoon yang 'Diramalkan' Picu Bencana Dahsyat

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya