Pentagon Diterpa Skandal 'Bacha Bazi', Pelecehan Anak Afghanistan

Tentara AS mengaku diminta 'memalingkan muka' terhadap kasus pelecehan bocah laki-laki Afghanistan. Namun, Pentagon membantah.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 22 Sep 2015, 20:02 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2015, 20:02 WIB
Markas Departemen Pertahanan AS atau Pentagon
Markas Departemen Pertahanan AS atau Pentagon (Wikipedia)

Liputan6.com, Washington DC - Sorotan tajam diarahkan ke Departemen Pertahanan Amerika Serikat, terkait penanganan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan para komandan militer Afghanistan yang mereka dukung.

Termasuk juga terkait klaim bahwa tentara AS diperintahkan untuk 'memalingkan muka' saat serdadu atau perwira Afghanistan sedang melecehkan bocah-bocah malang tersebut.

Skandal tersebut terkuak ke publik berkat pengakuan 2 tentara AS, Dan Quinn dan Charles Martland. Suatu hari mereka menggunakan kekuatan fisik kepada seorang komandan polisi Afghanistan yang melecehkan seorang bocah laki-laki.

"Aku mengangkat dan melemparkannya ke tanah beberapa kali. Charles melakukan hal yang sama," kata Dan Quinn, yang saat kejadian menjabat sebagai kapten Angkatan Darat AS kepada CNN Amerika, seperti Liputan6.com kutip pada Selasa (22/9/2015).

Ia melanjutkan, "Pada dasarnya kami ingin agar orang itu tahu, jika ia berani berada dekat-dekat bocah lelaki itu atau nekat mendekati ibu korban, ia akan tahu akibatnya."

Apa yang dilakukan Quinn dan tentara lain, Charles Martland terhadap komandan polisi yang didukung AS itu kabarnya tak didukung atasannya di militer Negeri Paman Sam.  

Quinn mengatakan, ia dan Martland justru dibebastugaskan tak lama kemudian. Quinn sejak itu meninggalkan karier di kemiliteran dan Martland 'diminta' pensiun dini.

Mereka  secara langsung dihadapkan pada permasalahan pelik pasukan AS di Afghanistan: kebiasaan buruk pelecehan terhadap 'bacha bazi', bocah lelaki yang digunakan sebagai budak seks oleh laki-laki dewasa.

Untuk para anggota militer AS di Afghanistan, persoalan pelecehan anak-anak adalah hal yang tak bisa dibiarkan, sekaligus tak bisa dihentikan. Apalagi jika pelakunya adalah para komandan yang bersekutu dengan tentara AS. Namun, apa daya mereka. 

"Alasan kami (tentara AS) tak bisa berbuat apapun terkait kasus pemerkosaan di sana adalah kita tak boleh melemahkan pemerintah lokal," kata Quinn.

The New York Times melaporkan minggu ini bahwa tentara AS dan Marinir di Afghanistan diduga telah diperintahkan untuk tidak campur tangan dalam kasus pelecehan yang dilakukan pada anak-anak Afghanistan yang dilakukan pihak sekutu, meski itu terjadi di markas-markas militer.

Bantahan Pentagon

Namun, informasi tersebut dibantah pihak Pentagon. "Kami tak pernah menerapkan kebijakan yang memerintahkan personel militer dan pemerintahan di luar negeri untuk mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia," kata juru bicara Departemen Pertahanan, Kapten Jeff Davis. "Setiap pelecehan seksual, tak peduli siapa pelaku dan korbannya, tak dapat diterima dan merupakan perbuatan tercela."

Pelecehan terhadap bocah laki-laki di Afghanistan pernah menjadi pemberitaan sejumlah media.

"Aku punya satu bocah laki-laki, karena semua komandan punya," kata Mestary, mantan komandan Aliansi Utara yang berperang melawan Taliban, dalam sebuah film dokumenter PBS, The Dancing Boys of Afghanistan.

"Ada persaingan di antara para komandan. Jika tidak memiliki bacha bazi, aku tidak bisa bersaing dengan yang lain. "

Pakar terorisme, Jessica Stern, menduga ada alasan mengapa para personel militer AS tak diharapkan campur tangan terkait kasus pelecehan. "Jika melakukan intervensi, kita tidak bisa mencapai hubungan kerja sama yang erat yang kita butuhkan dengan pasukan keamanan Afghanistan."

Sementara, politisi Partai Republik dari California, Duncan Hunter telah membicarakan kasus penghentian Charles Martland dengan Menteri Pertahanan Ash Carter -- dalam upaya menyelamatkan karir tentara tersebut.

"Martland  bertindak melawan pemerkosa anak," kata Hunter dalam suratnya pada Menhan Carter bulan lalu. "Saya yakin Anda akan memberikan perhatian yang diharapkan dalam kasus ini." (Ein/Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya