Liputan6.com, Kalmar - Sejumlah sekolah menengah di Kota Kalmar, bagian selatan Swedia, menjadi sorotan gara-gara perilaku siswanya yang kebablasan.
Sejumlah siswi dilaporkan dipaksa menyedot alat-alat bantu seks (sex toys), telanjang, dan memberi peringkat untuk bintang-bintang film porno. Pelakunya adalah sesama pelajar.
Baca Juga
Baca Juga
Dikutip dari The Local pada Kamis (21/4/2016), kegiatan asusila itu merupakan bagian dari inisiasi rahasia untuk masuk dalam lingkungan klub elite siswa.
Advertisement
Informasi mengenai praktik tersebut dibocorkan oleh sejumlah siswa dari sekolah Jenny Nyströmskolan, Lats Kaggskolan, dan Stagneliusskolan kepada media, dengan syarat jati diri mereka tak dicantumkan.
Seorang guru diminta menjadi juru bicara mereka.
“Para pelajar ini meminta saya untuk menyuarakan suara hati mereka,” kata guru wanita ini kepada televisi SVT. “Mereka merasa sudah pernah bicara soal penistaan ini di masa lalu, namun tidak pernah didengar.”
Secara khusus, sang guru menyebutkan suatu kelompok pelajar benama ‘Bara Honor” -- yang berarti ‘Hanya Wanita’ -- yang mengajak para calon anggotanya untuk “menari secara seksi dan melepas pakaiannya mereka sambil direkam.”
“Perempuan-perempuan dengan payudara berukuran besar mendapat prioritas untuk diterima dalam kelompok ini,” imbuhnya.
Geng perempuan lain, Goa Gubbs bahkan meminta calon anggotanya untuk menjelaskan perempuan mana yang paling jelek selagi hanya mengenakan bra.
Mereka juga diminta untuk membuat peringkat bintang-bintang porno. Sejumlah pelajar lain mengaku dipaksa membuka baju di depan umum dan diminta menghisap sebuah dildo sambil direkam.
Guru tersebut sudah mengirimkan surat kepada kepala perkumpulan sekolah menengah di daerah itu (Gymnasieförbundet), Joachim Håkansson.
Para pelajar itu gusar dan meminta bantuan untuk menyampaikan informasi ini kepada seseorang yang dapat memahami apa yang terjadi di sini,” tulisnya.
Selain upacara-upacara inisiasi yang mempermalukan, yang dilakukan pelajar perempuan, ia mengatakan bahwa penistaan lain yang diadukan oleh para pelajar mencakup “lelaki-atas-lelaki, lelaki-atas-perempuan…dan pelanggaran terhadap kaum LGBT.”
Menurut harian setempat Östra Småland, beberapa klub siswa sudah ada selama lebih dari 20 tahun, tapi upacara-upacara begini menjadi lebih kebablasan karena penggunaan media sosial.
Beberapa organisasi seperti itu merupakan bagian resmi perhimpunan siswa dan diakui oleh pihak sekolah. Beberapa lainnya berdiri secara mandiri.
Pemberitaan SVT melaporkan pada Rabu lalu bahwa mereka telah mencoba menghubungi himpunan siswa di Lars Kaggskolan, yang menolak dikaitkan dengan dugaan ‘bullying’ ini. Belum ada tanggapan dari sekolah-sekolah lainnya.