Liputan6.com, Bangkok - Postur tubuh yang nyaris sempurna, gigi yang putih bak mutiara, senyum yang menawan serta suara yang indah mengikuti alunan musik merupakan perpaduan hiburan yang tak hanya memanjakan mata, namun juga telinga.
Tidak hanya memiliki suara yang merdu bahkan dalam berbicara gadis-gadis itu pun berbahasa santun. Singkatnya, mereka adalah sosok perempuan ideal yang digambarkan oleh Korea Utara.
Baca Juga
Setiap malam, 'agen' dari Pyongyang ini menghibur para tamu dengan menyanyikan sejumlah lagu seperti lagu milik John Denver 'Take Me Home, Country Roads' dan 'My Heart Will Go On', yang merupakan soundtrack film Titanic. Gadis-gadis cantik itu tak akan sungkan memegang tangan para tamu yang rela membayar lebih.
Advertisement
Baca Juga
Cuplikan adegan tersebut tidak terjadi pada sebuah film. Melainkan berlokasi di sebuah jaringan restoran milik Korea Utara. Rumah makan itu tersebar di kota-kota besar sejumlah negara mulai dari Dubai, Moskow, hingga Hanoi.
Setiap bagian dari restoran di berbagai negara merupakan 'panggung' bagi para gadis yang langsung 'diimpor' dari Pyongyang itu.
"Musik berbicara, mereka sangat terlatih. Mereka adalah orang-orang yang akan menjadi mahasiswa musik yang sangat kompetitif di sekolah ternama di Boston atau New York ," ujar seorang ahli Korut di Tufts University, Boston, Professor Sung-Yoon Lee seperti dilansir USA Today, Selasa, (10/5/2016).
Kebanyakan para tamu yang datang ke restoran itu akan memesan raengmyon, makanan khas Korea berupa mi dingin yang disajikan dengan kaldu sapi. Lalu, mereka akan memilih arak beras dengan biji-bijian sebagai pencuci mulut.
"Para gadis yang jadi pelayan di restoran itu berasal dari keluarga terpilih yang memiliki kedekatan dengan rezim," ujar Lee.
Embargo Dewan Keamanan PBB terhadap Korut telah membuat para 'agen' itu hanya dapat mengirim sedikit uang kepada keluarga mereka di Korut. Dalam sanksi yang dijatuhkan di awal Maret lalu itu, PBB diketahui membatasi transaksi keuangan oleh bank-bank Korut.
Masih menurut Professor Lee, jaringan restoran milik Korut ini dikabarkan meraup untung sekitar US$10 juta per tahun atau sekitar Rp 132 juta.
"Selama enam bulan, saya mengunjungi tiga restoran Korut di Asia Tenggara untuk secara diam-diam merekam pertunjukan mereka," jelas Lee.
Musik Jazz Sampai The Beatles
Pada salah satu restoran di Yangon, Myanmar, lantunan 'I Did It My Way'Â dari Frank Sinatra dilantunkan secara instrumental. Tak lama setelah itu sebuah band rock dengan vokalis perempuan melantunkan 'Ob-La-Di, Ob-La-Da' milik The Beatles.
Selama berada di Bangkok, sejumlah pelayan akan mengajak para tamu untuk menarikan waltz. Tamu akan diajak berbaris sebelum akhirnya 'berparade' di ruangan.
Suasana yang terjadi di sejumlah jaringan restoran milik Korut itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di negara mereka di mana apapun yang 'berbau' Barat dilarang. Bila nekat melantunkan lagu-lagu pop AS maka siap-siap saja berakhir di kamp kerja paksa.
"Firasat saya, semua yang ada di dalam restoran itu direkam. Akan sangat mengejutkan, kalau restoran Korut itu tidak melakukan penyadapan," ungkap Lee.
Korut memiliki alasan kuat atas tindakan memata-matai pelayan mereka sendiri, terlebih mereka ada di negara asing.
Selama bertahun-tahun, sejumlah perempuan asal Korut telah melarikan diri untuk mencari suaka. Belum lama ini bahkan sebuah kejadian paling memalukan terjadi, yakni kaburnya 12 pelayan dan satu manajer yang bekerja di sebuah gerai makanan di China.