Liputan6.com, Jakarta - Setidaknya 17 orang dilaporkan tewas dan 197 luka-luka dalam ledakan bom yang terjadi di Pretoria Afrika Selatan (Afsel), 33 tahun lalu.
Pengeboman berlangsung pada pukul 16.30 waktu setempat di luar gedung Nedbank Square, Church Street Pretoria.
Baca Juga
Sesaat setelah ledakan, 20 ambulan bergerak cepat ke tempat kejadian. Petugas pun segera mengevakuasi korban jiwa, sementara warga yang luka-luka dibawa ke rumah sakit di sekitar Pretoria.
Advertisement
Baca Juga
Kepolisian Afrika Selatan menyebut, bom itu diletakkan di sebuah mobil. Mereka menduga serangan ini ditargetkan ke Markas Besar Angkatan Udara yang berada di lingkungan tersebut.
Ledakan itu berlangsung saat jam pulang kerja -- aktivitas warga cukup tinggi.
Usai peristiwa itu, Menteri Hukum dan Keamanan Afsel Louis le Grange segera angkat bicara. Dia menyalahkan kelompok ANC -- parta politik anti-Apartheid.
"Tidak ada keraguan dalam diri saya siapa pihak yang bertanggung jawab terkait ini," kata Louis le Grange seperti dikutip dari BBC History, Jumat (20/5/2016).
Louis yang datang ke tempat kejadian mengaku tidak habis pikir kenapa ledakan ini bisa terjadi. Tanpa ragu dia mengatakan bom ini sangat besar dan berdampak buruk.
"Kebanyakan korban adalah warga sipil," imbuhnya.
Menanggapi tuduhan dari Pemerintah, Plt Presiden ANC, mengakui bahwa pihaknya yang membawa bom itu. Tetapi mereka tak bermaksud menargetkan serangan terhadap warga sipil.
Pasca serangan bom, AU Afsel melakukan serangan balasan. Markas ANC di Maputo Mozambik, dibombardir. Enam orang termasuk dua anak-anak dilaporkan tewas dalam peristiwa itu.
Selain pengeboman yang dilakukan kelompok ANC, pada tanggal yang sama di tahun 2002, Timor Timur mengganti namanya menjadi Timor Leste. Penggantian nama ini dilakukan tiga tahun pasca Timor Leste lepas dari RI.
22 Mei juga merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal ini di tahun 1908, Organisasi Budi Utomo didirikan. Pendirian Budi Utomo diperingati sebagai hari kebangkitan nasional.