Kisah Jo Milne, 'Dewi Penolong' Tunarungu di Bangladesh

Jo mengatakan 5 persen anak-anak di Bangladesh, yakni sejumlah 1,2 juta orang adalah tunarungu.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 31 Jul 2016, 08:01 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2016, 08:01 WIB
Joe Milne, Dewi Penolong' para tunarungu di Bangladesh. (BBC)
Joe Milne, Dewi Penolong' para tunarungu di Bangladesh. (BBC)

Liputan6.com, Dhaka - Dua tahun lalu Jo Milne menjadi populer di internet karena rekaman dirinya untuk pertama kalinya dapat mendengar muncul di situs berbagi video. Sejak saat itu dia menghidupkan kembali pertemanan yang sempat terputus, mendapat dukungan kelompok musik pop tahun 1970-an The Osmonds dan mengunjungi ratusan anak tunarungu di Bangladesh.

Lebih 10 juta orang berbagi saat-saat Jo Milne, yang dilahirkan tunarungu, mendengar untuk pertama kalinya pada usia 39 tahun. Dia dipasangkan susuk cochlear dan rekaman tangis kegembiraannya mendengar seorang perawat untuk pertama kalinya menjadi viral.

Di antara banjir orang yang mengucapkan adalah teman lama yang sempat menghilang, Amina Khan.

Jo mengenalnya sejak umur 11 tahun, tetapi Amina menikah di usia 16 tahun dan pindah ke Bangladesh. Mereka putus hubungan. Padahal keduanya berteman dekat karena keduanya "berbeda". Keluarganya adalah satu-satunya warga Asia di kompleks Gateshead dan Jo tunarungu.

"Ini adalah ikatan khusus karena kami berbeda dan mengalami sedikit pelecehan. Tempatnya hangat dan bersahabat, tetapi ada sejumlah anak yang pendengki," kata Amina seperti dikutip dari BBC, Minggu (31/7/2016). 

"Begitu dekat, kami bahkan tidak menyadarinya. Kami di dunia kami sendiri."

Mereka juga berencana untuk masa depannya.

"Sementara kami tumbuh, kami selalu mengatakan suatu hari nanti kami akan mencoba membantu anak miskin Bangladesh," kata Amina.

Dukungan bagi pasangan ini dari sumber yang tidak terduga, The Osmonds, enam bersaudara dari Utah yang membuat band untuk memberi dana bagi kakak laki-laki mereka yang tunarungu.

Anggota kelompok musik ini melihat video Jo dan tersentuh hatinya. Mereka menghubungi untuk memintanya menjadi duta besar badan kemanusiaan mereka, the Hearing Fund UK, dan janji kabur masa anak-anak menjadi kenyataan.

Jo mengatakan 5% anak-anak di Bangladesh, 1,2 juta orang, tunarungu. Rencananya adalah memasang 500 alat bantu mendengar dalam waktu dua hari.

Alat yang meningkatkan suara ini adalah perangkat yang lebih sederhana dibandingkan implan cochlear milik Jo, alat listrik yang mengganti fungsi telinga bagian dalam yang rusak, dengan mengirimkan sinyal suara ke otak.

Jo dan Amina pun akhirnya bertemu kembali, lalu mereka mengunjungi Dhaka, ibu kota Bangladesh, untuk memfilmkan klinik pengubah kehidupan ini. Mereka seperti Dewi Penolong bagi para penderita tunarungu di sana. 

Kesibukan salah satu kota paling padat di dunia, mengejutkan indera pendengaran Jo baru saja berfungsi.

"Saya melihat ke sekeliling, saya tidak pernah mengenal lalu lintas yang begitu sibuk, begitu banyak orang," katanya.

Antrean di luar klinik semakin panjang sementara pembukaan hari pertama klinik semakin dekat.

Meskipun telah direncanakan seksama dengan bantuan banyak sukarelawan, banyaknya orang yang memerlukan bantuan berarti mereka harus menunggu berjam-jam di bawah panasnya kota Dhaka.

Sebelum alat pendengar dipasang, telinga harus benar-benar dibersihkan, jadi banyak anak-anak yang harus melewati proses ini dulu sebelum cetakan dibuat. Begitu alat dipasang, volume suara disesuaikan pada tingkat yang tepat.

"Melihat mata mereka bersinar, mereka menunjukkan reaksi yang berbeda saat mendengarkan suara," kata Jo.

"Sebagian terdiam, yang lainnya menangis. Melihat mereka menoleh ke kiri dan ke kanan saat mendengar suara adalah menakjubkan."

Alat pendengar untuk para tunarungu itu sebagian besar berfungsi dengan baik bagi hampir semua anak.

Rokaya Begum, yang kedua anak laki-laki dan perempuannya dipasangkan alat tersebut mengatakan, "Anak-anak saya dapat mendengar dan bercakap-cakap, inilah hal yang terbaik."

Morium, 16 tahun, mengatakan dia dapat mendengar burung dara. "Bagus suara mereka," katanya.

Ibunya mengatakan ini berarti dia dapat belajar, bekerja dan dapat merawat orangtuanya.

Pada akhirnya, melihat mimpi mereka membantu anak-anak di negara asalnya menjadi kenyataan adalah "suatu perjalanan sangat emosional" bagi kami berdua, kata Amina.

"Saya tidak bisa melakukan ini sendirian," kata Jo. "Banyak anak yang terlibat."
Alat bantu mendengar "telah mendobrak tembok pembatas," katanya.

Bagi Jo, kesempatan melihat reaksi anak-anak ini adalah tidak ternilai. Meskipun sekarang dapat mendengar, penyakit yang dideritanya, sindrom Usher, membuatnya kehilangan penglihatan.

Dia sekarang menggunakan tongkat putih dan membandingkan menghilangnya indera penglihatan dengan melihat dunia "lewat celah kotak pos".

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya