Liputan6.com, Beijing - Insiden maut nyaris terjadi di Bandara Internasional Hongqiao, China pada 11 Oktober 2016. Kala itu, kapten pilot Eastern Airlines, He Chao sedang memacu pesawat Airbus 320 di landasan. Burung besi itu siap mengudara.
Tiba-tiba, sebuah pesawat A330 muncul, memotong landasan. Saat Chao menyadari keberadaan kapal terbang itu, ia dengan cepat memperkirakan, tabrakan tak akan bisa dihindari.
Baca Juga
Kemudian, sang penerbang memacu pesawatnya dengan kekuatan penuh dan segera lepas landas --menyisakan jarak hanya 19 meter dengan A330. Kemudian, Chao menerbangkan pesawat ke Tianjin dan mendaratkannya dengan selamat 100 menit kemudian.
Advertisement
Menurut media People’s Daily, ada 413 penumpang dan 26 awak di dalam dua pesawat tersebut. Tindakan tangkas Pilot Chao setidaknya telah menyelamatkan 439 nyawa.
Insiden nyaris tabrakan itu dilaporkan secara meluas di media lokal di Tiongkok. Sebab, bisa jadi insiden mengerikan yang pernah terjadi di Canary Islands pada 27 Maret 1977 bisa terulang kembali.
Kala itu, dua pesawat penumpang berjenis Boeing 747s -- satu milik KLM dan lainnya kepunyaan Pan Am, bertabrakan di landasan yang berkabut, menewaskan 583 orang. Menjadi salah satu bencana udara terbesar dalam sejarah.
 Eastern Airlines mempublikasikan laporan insiden 11 Oktober dalam situs resminya. Di dalamnya, Chao dijuluki 'Kapten Perkasa' dan 'Kapten Tegas'.
Sang kapten pun diganjar uang senilai 605 ribu dolar Australia, sementara koleganya di kokpit mendapatkan 113 ribu dolar Australia.
Sebuah penyelidikan atas insiden tersebut oleh otoritas penerbangan China (CAAC) menyimpulkan, kesalahan dilakukan pihak pengendali lalu lintas udara. Air traffic control dan awak pesawat Airbus A330 gagal mempertahankan komunikasi yang tepat.
Akibatnya, dua staf air traffic control kehilangan lisensinya, 13 lainnya juga mendapat sanksi atas keterlibatan mereka.