Liputan6.com, Jakarta - Ini kisah tentang harta karun yang masih tersembunyi di lautan Indonesia: bermula dari tahun 1501, pada puncak masa keemasan eksplorasi Kerajaan Portugal.
Kala itu, pelabuhan di Lisbon sibuk dengan aktivitas pelayaran ke 'Dunia Baru' yang belum terjamah dan terjajah Bangsa Eropa.
Advertisement
Armada yang terdiri atas kapal-kapal tercanggih pada zamannya dikirim ke lautan luas dan menyeberangi samudera. Salah satunya adalah Flor de la Mar atau Flower of the Sea.
Advertisement
Dengan panjang 118 kaki (35,9 meter), tinggi 111 kaki (33,8 meter), dan berat 400 ton, Flor de la Mar adalah kapal terbesar dalam armadanya.
Bahtera itu dikirim menuju India, untuk memberikan kemuliaan pada negara dan 'Tuhan', dengan menaklukkan dan menjarah tanah yang kaya akan emas dan rempah-rempah -- dua hal yang memesona bangsa Barat saat itu.
Baca Juga
Meski tampak indah dan megah, Flor de la Mar atau 'Bunga di Lautan' itu memiliki sejumlah kelemahan. Sejumlah orang bahkan menganggapnya punya 'karma buruk'.
Flor de la Mar melakukan pelayaran perdana pada 1502, di bawah komando nakhoda Estevao da Gama, sepupu penjelajah terkenal Vasco da Gama.
Seperti dikutip dari Daily Beast, Selasa (10/1/2017), kapal itu berlayar ke India, di mana mereka bisa mengumpulkan semua rampasan yang memenuhi bagian lambung, sebelum akhirnya berlayar pulang.
Dalam perjalanan ke Portugis, kapal itu menemui masalah. Ternyata bahtera sebesar itu sedikit rumit dalam hal desain dan tak sesuai untuk mengarungi perairan yang dilayari. Flor de la Mar mulai bocor.
Lubang itu akhirnya ditambal dan kapal tersebut tiba di pelabuhan tujuan beberapa bulan lebih lama dari waktu yang diagendakan.
Namun, permasalahan ternyata belum ditangani secara tuntas. Meski demikian, Flor de la Mar terus dipaksa berlayar.
Di bawah kendali nakhoda baru, kapal itu berlayar beberapa tahun setelahnya, dalam misi dagang kedua ke India. Lagi, lagi, kebocoran terjadi dalam perjalanan pulang. Terpaksa, perjalanan Flor de la Mar dihentikan setengah jalan.
Ia kemudian menjadi bagian dari armada patroli di Hindia Timur, yang mengintai lalu merampas apapun yang dianggap berharga.
Selama empat tahun ke depan, Flor de la Mar menjadi kapal perang, membantu menaklukkan wilayah-wilayah yang maju secara budaya dan ekonomi seperti Socotra, Muscat, Ormuz, dan Goa.
Kapal itu menjadi bagian dari skuadron di bawah komando Alfonso de Albuquerque, seorang bangsawan dan laksamana yang akan menjadi raja muda kedua Portugal di India.
Pada tahun 1511, Albuquerque mengincar Malaka di Semenanjung Malaysia.
Posisi Malaka berada di persimpangan rute perdagangan regional dan menjadi pusat penumpukan kekayaan internasional.
Albuquerque tidak bisa menahan diri untuk menguasainya. Setelah pengepungan dua belas hari, yang diwarnai kekerasan dan pembunuhan, upaya Albuquerque menjajah Malaka dinyatakan sukses.
Tak hanya secara politis -- yang menjadikan Malaka sebagai wilayah baru kerajaan Portugal, Albuquerque juga menjarah kota dan istana sultan.
Meski reputasi Flor de la Mar tak selalu baik, Albuquerque memutuskan menggunakan kapal itu untuk mengangkut harta jarahannya itu.
Ia berniat pulang ke Portugal dengan kemenangan gilang-gemilang, membawa kekayaan tak terbatas, dan membawa kembali Flor de la Mar -- yang dulu menjadi kapal terbesar negaranya, setelah enam tahun mengarungi lautan.
"Rampasan Portugis yang diambil dari Malaka lebih dari yang bisa dibayangkan. Lebih dari 60 ton jarahan emas dalam bentuk hewan, burung, furniture berlapis emas, dan mata uang -- itu yang berasal dari istana sultan saja," kata pemburu harta karun Robert F. Marx dan istrinya Jenifer Marx dalam buku Treasure Lost at Sea: Diving to the World’s Great Shipwrecks.
"Harta itu makan banyak tempat sehingga para awaknya mengalami kesulitan menempatkan 200 peti berisi perhiasan. Berlian, rubi, zamrud dan safir di dalamnya, senilai lebih dari tiga puluh juta crown, akan bernilai miliaran dolar hari ini," tambah mereka.
Yang karam dari Flor de la Mar kini jadi harta karun.
Diperebutkan Indonesia, Malaysia, dan Portugis
Pada Desember 1511, barang jarahan telah dimat dalam kapal, Albuquerque siap untuk pulang dengan Flor de la Mar. Dua hari setelah pelayaran dilakukan, kapal itu dilumpuhkan badai dahsyat.
Selama berberapa jam, Flor de la Mar selamat dari terjangan ombak yang membanjiri kapal.
Namun, bahtera itu akhirnya tak berdaya sama sekali setelah menabrak karang di lepas pantai Sumatera.
"Saat armada kapal berlayar sepanjang timur laut Pase (Samudera Pasai), mereka terjebak dalam badai dahsyat dan Flor de la Mar, kapal tua itu, karam. Korban jiwa dalam jumlah besar berjatuhan dan pun dengan semua harta yang dibawa dari Malaka. Albuquerqe sendiri berhasil selamat dengan susah payah," tulis Tome Pires, seorang apoteker Portugis dalam jurnalnya, yang ditulis saat tinggal di Malaka pada 1512-1515.
Menurut berbagai laporan, kapal cepat pecah menjadi dua setelah menghantam karang.
Terjangan gelombang kemudian memecah dua bagian itu berkeping-keping. Hampir semua 400 orang di atas kapal kehilangan nyawa mereka, kecuali Albuquerque, yang melarikan diri dengan beberapa perwira menggunakan perahu mirip sekoci.
Mereka cepat mendayung pergi dengan hanya membawa pakaian yang melekat di badan, meninggalkan harta senilai US$ 2,6 miliar atau setara Rp 34,6 triliun.
Meskipun banyak upaya dilakukan, lokasibangkai kapal dan barang jarahan tidak pernah ditemukan.
Di antara ekspedisi paling serius untuk menemukan harta yang hilang dilakukan South East Asia Salvage, perusahaan dari Singapura yang menerima izin dari otoritas Indonesia pada tahun 1989 untuk mencari kapal yang tenggelam.
Pasangan Marx ikut dalam ekspedisi itu. Sebelumnya, dalam Treasure Lost at Sea, mereka mengklaim menemukan karang yang diduga bertanggung jawab atas tenggelamnya Flor de la Mar.
Belum lagi ekspedisi dilakukan, perselisihan pecah antara Malaysia, Portugal, dan Indonesia -- yang memperebutkan klaim kepemilikan untuk setiap rampasan yang mungkin ditemukan.
Belum diputuskan hingga kini apakah negara tempat harta berasal (Malaysia), di mana kapal tenggelam dan harta berada (Indonesia), atau asal para penjarahnya (Portugal) yang berhak mendapatkannya.
Ekspedisi itu kemudian dihentikan dan lokasi Flor de la Mar dan isinya tetap menjadi misteri.
Hingga hari ini, kapal milik Portugis dan segala isinya menanti untuk ditemukan di suatu titik di dekat Selat Malaka.
Banyak yang menduga, reruntuhan Flor de la Mar menutupi dan melindungi harta yang terkubur di dasar laut, namun beberapa menduga, kekayaan itu mungkin tak sebanyak nilai asalnya.
Muncul dugaan, setelah ditinggalkan oleh Albuquerque dan kala badai berlalu, beberapa awak kapal yang selamat mengambil harta-harta itu dengan bantuan penduduk setempat.
Harta karun Flor de la Mar mereka ambil sebisa mungkin -- sebelum sisanya ditinggalkan di dasar laut, hilang selamanya...
Advertisement