Raja Thailand Sahkan Konstitusi ke-20 Diduga Untungkan Junta

Raja Thailand menandatangani konstitusi baru yang merupakan langkah penting bagi negerinya dalam menggelar pemilihan umum.

oleh Citra Dewi diperbarui 07 Apr 2017, 16:10 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2017, 16:10 WIB
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn (Bureau of the Royal Household Thailand via AP)

Liputan6.com, Bangkok - Raja Thailand menandatangani konstitusi baru yang merupakan langkah penting bagi Negeri Gajah Putih dalam menggelar pemilihan umum untuk mengembalikan demokrasi, setelah junta militer mengambil kekuasaan pada 2014.

Konstitusi yang baru ditandatangani Raja Vajiralongkorn merupakan yang ke-20 Thailand sejak 1932. Pemerintah mengatakan bahwa dukungan raja atas konstitusi itu akan membuka jalan untuk pemilihan umum yang rencananya paling lambat dilakukan pada November 2018.

Namun sejumlah kritik menyebut bahwa konstitusi tersebut tak demokratis dan masih memungkinkan militer untuk terus memiliki kekuasaan bahkan setelah dilakukan pemilu.

Salah satu ketentuan yang paling kontroversial dari konstitusi baru adalah, pemerintah militer dapat menunjuk senat yang memiliki suara dalam menunjuk perdana menteri.

Para jenderal yang berkuasa berpendapat bahwa pengukuran diperlukan untk mencegah adanya kudeta dalam masa transisi setelah pemilu.

Partai Pheu Thai mengatakan, pihaknya lebih optimis dengan masa depan pemilu uang akan digelar.

"Dengan disahkannya konstitusi, pemilu tampaknya akan lebih menjadi kenyataan," ujar wakil sekretaris jenderal yang bertugas, Chavalit Vichayasuthi, seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (7/4/2017).

Sementara itu mantan perdana menteri dan pemimpin Partai Demokrat, Abhisit Vejjajiva, pemerintah seharusnya mencabut larangan adanya kegiatan politik sehingga partai dapat berkampanye.

"Kami siap untuk melakukan pemilu. Kami masih tak diizinkan untuk mengadakan pertemuan, tapi kami melakukan apa yang bisa lakukan," ujar Vejjajiva.

Sementara itu perubahan soal aturan memungkinkan raja berpergian ke luar negeri tanpa harus menunjuk seorang pejabat pelaksana tugas. Perubahan lainnya adalah penghapusan klausa yang memberikan kekuasaan ke mahkamah dan lembaga lain dalam kondisi krisis yang tak terduga.

"Dalam prakteknya, raja akan lebih banyak memiliki kekuatan," kata direktur eksekutif wadah pemikir Siam Intelligence Unit, Kan Yuenyong.

Perubahan tersebut diajukan pada Januari 2017 setelah Raja Vajiralongkorn mengambil alih kekuasaan dari ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadej, yang telah memerintah selama tujuh dekade.

 

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya