Liputan6.com, Jakarta - Banyak orangtua yang salah mengartikan kondisi buah hati mereka. Seorang anak yang gemuk kerap dipandang sebagai bocah yang sehat dan terpenuhi asupan gizinya.
Tak hanya itu, anak kecil bertubuh gemuk justru menjadi kebanggaan karena anggap sebagai cerminan kesuksesan orangtuanya.
Padahal, anak yang berbadan besar dan gemuk tak normal adalah salah satu ciri-ciri risiko obesitas.
Advertisement
Baca Juga
Obesitas pada anak disebabkan berbagai alasan. Penyebab paling umum adalah faktor genetik, kurangnya aktivitas fisik, dan pola makan yang tidak sehat. Faktor medis seperti hormonal juga bisa memicu obesitas meski sangat jarang terjadi.
Pemeriksaan fisik dan tes darah dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab obesitas pada anak. Demikian dilansir dari laman WebMD.
Tidak semua anak-anak dengan riwayat keluarga obesitas akan mengalami kelebihan berat badan. Keluarga bisa menjadi pemicu obesitas karena kebiasaan makan dan aktivitas yang dilakukan oleh keluarga itu sendiri.
Banyak anak kini kurang aktif bergerak karena terlalu sering main perangkat (gadget) atau menonton televisi.
Jika dibiarkan, obesitas pada anak dapat memicu kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, serangan jantung, diabetes, masalah tulang juga masalah pada kulit seperti jerawat, infeksi, atau kulit merah-merah.
Fenomena obesitas pada anak yang biasa terjadi di negara-negara maju kini sudah menyebar ke beberapa negara berkembang.
Seperti dikutip dari laman Oddee.com, Senin (7/8/2017), tiga anak ini mendunia karena menderita kelebihan berat badan (obesitas).
1. Xiao Hao - China
Pada 2010, seorang anak laki-laki berusia 3Â tahun membuat kaget banyak orang karena memiliki berat badan lima kali lebih berat dibanding anak-anak seusianya.
Akibat kelebihan berat badan, Xiao sempat ditolak beberapa taman kanak-kanak karena dinilai dapat menimbulkan kekacauan dan risiko tinggi terhadap anak seusianya.
Dokter mengira, kelebihan berat badan yang dialami oleh Xiao akibat gangguan hormon pertumbuhan.
Akibat bobot badan yang mencapai 63 kilogram, sang ibu berinisiatif untuk melakukan penanganan khusus kepada tim dokter.
Advertisement
2. Arya Permana - Indonesia
Pada tahun 2016, bocah obesitas asal Karawang bernama Arya Permana, menjadi sorotan media. Tak hanya di Tanah Air, obesitas yang dialami kondisi Arya Permana juga jadi sorotan internasional.
Media-media asing ternama menyorot Arya Permana dan menyebutnya sebagai bocah terberat di dunia. Gelar itu disematkan kepada Arya, sebab bobot tubuh mencapai 192 kilogram di usianya yang baru menginjak 10 tahun.
Akibat berat badannya, Arya sempat berhenti sekolah. Seiring berjalannya waktu, beberapa pihak yang peduli dengan kondisi Arya menekankan pola hidup sehat kepada bocah tersebut.
Jika dulu hanya berbaring sambil bermain gim, kini Arya Permana sudah bisa kembali bermain dengan teman-temannya.
Arya pun terlihat bermain bola di perkarangan rumahnya. Ini adalah salah satu upaya agar bocah itu untuk kembali hidup sehat. Bermain bola sambil mengatur pola makan terbukti efektif menurunkan berat badannya.
Bobotnya yang pernah mencapai 192 kg membuat Arya tak kuat berjalan. Saat ini, berat badannya berangsur turun. Arya memantapkan diri untuk menggapai cita-citanya sebagai masinis.
3. Aliya Saleem - India
Kondisi seorang bayi di India, bernama Aliya Saleem sangat mengkhawatirkan. Bayi yang semula lahir dengan berat 4 kilogram ini, kini seperti anak perempuan berusia enam tahun karena bobotnya yang mencapai 12 kilogram.
Ibunya, Shabana Parveen (25) menduga, anak perempuannya mengalami pertumbuhan yang cukup cepat. Saleem sering menangis di malam hari dan sesak napas. Selain itu, nafsu makannya juga cenderung sulit dikendalikan.
Sependapat dengan istrinya, sang ayah, Mohammad Saleem (28) juga mengatakan bahwa para dokter di desa setempat tidak mengetahui dengan jelas mengapa anaknya mengalami pertumbuhan berat badan yang begitu cepat.
Sementara itu Kepala Pediatrik di rumah sakit Fortis Dr Krishan Chugh mengatakan, kondisi Saleem merupakan obesitas morbid yaitu ketidakseimbangan hormon. Sehingga selain penanganan medis juga perlu ada upaya perbaikan gizi.
Â
Advertisement