Kisah Diplomat Jepang Selamatkan 10.000 Orang Yahudi dari Nazi

Chiune Sugihara dikenal sebagai Japanese Schindler. Ia mengorbankan karirnya untuk menyelamatkan 10.000 nyawa orang Yahudi dari Nazi.

oleh Citra Dewi diperbarui 22 Sep 2017, 19:00 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2017, 19:00 WIB
Chiune Sugihara
Diplomat Jepang yang menyelamatkan 10.000 nyawa Yahudi, Chiune Sugihara (Wikicomons)

Liputan6.com, Kaunas - Sebagian besar orang lebih memilih untuk menyelamatkan diri sendiri dan keluarganya jika sebuah tragedi atau bencana terjadi. Hal itu pun berlaku bagi mereka yang memegang kekuasaan.

Namun, ada beberapa orang yang rela kehilangan jabatan bahkan nyawanya demi menyelamatkan orang lain. Salah satunya adalah diplomat asal Jepang, Chiune Sugihara.

Ia dikenal sebagai 'Japanese Schindler' karena telah menyelamatkan ribuan nyawa kala itu. Schindler merujuk pada Oskar Schindler, pengusaha yang terkenal karena upayanya untuk menyelamatkan buruh Yahudi dari Holocaust.

Pada 1939, Sugihara ditugaskan di Konsulat Jepang di Kaunas, Lithuania. Dalam masa itu, tugas utama Sugihara adalah mendapatkan informasi tentang pengerahan pasukan Soviet dan Jerman di perbatasan.

Tak lama setelah tahun 1940, Uni Soviet masuk ke wilayah Lithuania dan mendudukinya. Hal tersebut membuka pintu bagi pengungsi Yahudi dari wilayah yang diduduki Nazi Polandia untuk mencari perlindungan di Lithuania.

Namun tak lama berselang, baik Yahudi Polandia maupun Lithuania dengan putus asa mencari visa keluar. Pasalnya, Nazi kian mendekat ke wilayah tersebut.

Dikutip dari The Vintage News, Jumat (22/9/2017), situasi pun menjadi tegang dan Kaunas penuh sesak dengan para pengungsi. Hanya dalam beberapa bulan, krisis pengungsi pun terjadi.

Pada akhir Juli 1940 kala Sugihara membuka pintu rumahnya, ia disambut oleh sekelompok besar Yahudi Polandia yang putus asa. Kala Nazi bergerak menuju Lithuania, mereka tahu bahwa nyawa mereka terancam dan satu-satunya jalan keluar adalah bergerak ke timur.

Mereka memohon Sugihara untuk membantu mengeluarkan visa transit Jepang. Dengan memiliki visa terseut, mudah bagi mereka untuk mendapatkan visa keluar uni Soviet dan melarikan diri ke tempat yang lebih aman.

Sugihara yang akrab dipanggil Sempo oleh orang-orang Lithuania, tak dapat menjanjikan apa-apa sebelum meminta izin kepada atasannya.

Ia pun segera mengirim telegram ke Jepang dan meminta izin penerbitan visa. Namun, permohonannya ditolak. Ia pun meminta ke Kementerian Luar Negeri Jepang sebanyak tiga kali. Lagi-lagi, hanya respons negatif yang didapatkannya.

Rumah bekas Konsulat Jepang di Kaunas (Creative Commons)

Waktu berlalu dan situasi di sana makin mengerikan. Sugihara tak dapat tidur dengan tenang karena mengetahui bahwa orang-orang di sana tinggal menanti ajal.

Dari 18 Juli hingga 28 Agustus 1940, Sugihara mmeutuskan untuk bertindak sendiri. Ia melawan perintah pejabat negaranya yang sama sekali tak mengetahui keseluruh situasi.

Ia mengambil formulir visa kosong dan mengeluarkan visa transit 10 hari ke wilayah teritorial Jepang untuk orang-orang Yahudi yang meminta pertolongannya.

Sugihara juga menghubungi perwakilan Uni Soviet yang berjanji membiarkan orang-orang bervisa Jepang menggunakan Kereta Trans Siberia untuk mencapai wilayah Jepang.

Pria asal Gifu itu terus mengeluarkan visa setiap harinya dan pada awalnya atasannya tak memperhatikan pekerjaannya. Beberapa sumber mengatakan bahwa dalam sehari ia bisa bekerja hingga 20 jam. Semua itu ia lakukan agar tak ada Yahudi yang tertinggal.

 

Terus Menerbitkan Visa di Detik-Detik Terakhir

Sugihara terus menandatangani dan menulis visa hingga 4 September, yakni kala konsulat terpaksa ditutup. Namun, hal itu tak menghentikannya untuk menerbitkan visa.

Beberapa orang yang mengenal dan melihatnya meninggalkan Kaunas, menyaksikan Sugihara menulis visa dalam perjalanan dari hotel ke stasiun kereta.

Saat ia harus naik kereta, Sugihara menyerahkan formulir visa kepada warga. Di saat-saat terakhirnya, Sugihara menyisihkan selembar kertas kosong berisi segel resmi konsulat dan tanda tangannya, yang kemudian digunakan untuk membuat visa palsu para pengungsi.

Ketika kereta bersiap meninggalkan stasiun, Sugihara berdiri di depan kerumunan pengungsi dan meminta maaf karena ia tak dapat membantu mereka lagi. Sugihara membungkuk di depan mereka lalu melambaikan tangan dan berjanji akan bertemu mereka di lain kesempatan.

Visa yang dikeluarkan oleh Chiune Sugihara saat bertugas di Lithuania  pada 1940. (Public Domain)

Berbagai sumber menaksir bahwa tindakan heroik Sugihara telah menyelamatkan 10.000 nyawa. Karena perbuatannya, lebih dari 40.000 keuturunan pengungsi Yahudi itu pun masih hidup sampai sekarang.

Setelah Konsulat Jepang di Kaunas ditutup, Sugihara kemudian ditugaskan di Königsberg, Rusia. Setelahnya, ia menjadi Konsul Jenderal di Praha, Cekoslovakia, dan terakhir di Bucharest, Rumania, dari 1942 hingga 9144.

Saat perang akan berakhir, Soviet masuk ke Rumaina, tempat Sugihara bertugas saat itu. Ia pun ditangkap dan dikirim ke kamp tahanan perang bersama keluarganya dan dipenjara selama 18 bulan.

Satu tahun setelah dibebaskan, yakni pada 1947, Sugihara kembali ke Jepang dan diminta untuk mengundurkan diri, diduga karena pemotongan staf di kementerian. Namun teman dekatnya mengatakan, perintah pengunduran diri itu dilakukan karena insiden Lithuania.

Karir diplomatik Sugihara pun berakhir. Ia kemudian pindah ke Fujisawa, di mana ia terpaksa melakukan berbagai macam pekerjaan untuk menghidupi tiga putra dan istrinya.

Namun, segala kebaikan akan mendapat balasannya, cepat atau lambat.

Chiune Sugihara saat mengunjungi anaknya di Israel pada 1969. (Creative Commons)

Kala itu salah seorang yang diselamatkan Sugihara, Jehoshua Nishri, menjadi atase Kedutaan Besar Israel di Tokyo pada 1968. Nishri berhasil menemukan Siguhara pada tahun berikutnya.

Ia kemudian membawa pria yang kala itu berusia 68 tahun tersebut ke Israel. Pada 1985, Sugihara menerima penghargaan 'Righteous Among the Nations'. Ia menjadi satu-satunya warga negara Jepang yang diberi penghagraan itu.

Ketika ditanya mengapa ia mengeluarkan visa kepada pengungsi meski menyalahi aturan pemerintahnya, Sugihara menjawab bahwa mereka hanya manusia yang membutuhkan bantuan. Ia mengatakan, membantu adalah kewajiban sesama manusia.

Sugihara meninggal satu tahun setelah menerima penghargaan. Saat ia telah tiada, banyak orang baru menyadari bahwa apa yang dilakukan Sugihara sangat berjasa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya