Liputan6.com, Kabul - Setiap tahun baru Islam, masyarakat Afghanistan menggelar buzkashi, apa itu?
Sebagian besar orang-orang di Afghanistan utara memelihara kuda. Bukan untuk diperjual-belikan, namun dijadikan prajurit perang.
Kuda-kuda itu biasa diikutsertakan dalam olahraga tradisional bernama buzkashi. Dalam bahasa Persia, buzkashi artinya "menyeret domba".
Advertisement
Secara harafiah, turnamen itu dikembangkan dari tradisi kaum nomaden dan prajurit perang Mongolia.
Para rider (penunggang kuda) memperebutkan bangkai hewan dengan hadiah sekitar US$ 1.000 atau Rp 9 juta bagi pemenangnya.
Dalam bahasa kelompok etnis Afghanistan, Buzkashi berarti permainan angsa. Praktiknya mirip permainan polo yang dikombinasi dengan rugby.
Para peserta yang terbagi dalam dua kelompok penunggang kuda memeperebutkan seonggok bangkai hewan tanpa kepala, biasanya domba atau kambing.
Bangkai tersebut diseret secara estafet atau bergantian antarpemain. Jika tubuh bangkai itu terkoyak, kelompok yang mendapatkan bagian terbesar bangkai akan keluar sebagai pemenang.
Buzkashi adalah olahraga tradisional Afghanistan yang telah berusia ratusan tahun. Biasanya, tradisi ini digelar setiap perayaan tahun baru Islam.
Pertandingan Buzkashi diikuti ratusan peserta dari berbagai kota, seperti Kunduz, Panjshir, Parwan, dan Baqlan. Setiap kota mengirimkan 12 penunggang kuda yang akan bersaing memperebutkan Piala Buzkashi.
Dirawat Selayaknya Manusia
Kuda-kuda itu harus berani, kuat dan cepat untuk bersaing dalam buzkashi. Begitu pula penunggangnya.
Ada lebih dari 150 pemilik kuda buzkashi di provinsi Balkh, bahkan ada yang memeiliki lebih dari 400 kuda. Selain menjadi kebanggaan Afghanistan utara, buzkashi juga memiliki pengikut kuat di Kabul.
Meski terbilang mahal, harga untuk seekor kuda buzkashi dianggap sebagai bentuk penghormatan pemiliknya karena melambangkan kekayaan dan kekuatan.
"Kuda jantan Jenderal Dostum harganya mencapai US$ 70.000. Beberapa kuda Marsekal Fahim mencapai US$ 100.000," imbuhnya, merujuk pada panglima perang Uzbek yang tinggal di pengasingan di Turki dan wakil presiden Afghanistan, Mohammad Qasim Fahim.
"Semuanya bergantung pada kekuatan dan ketahanan kuda," ucap Salahi yang mengenakan topi karakul cokelat, sembari menggosokkan tangannya ke leher kuda miliknya.
Sementara itu, seorang pebisnis, Haji Rais Moqim, menyatakan bahwa para pemilik kuda buzkashi harus merawat hewan peliharaannya itu dengan seksama, memperlakukan selayaknya manusia.
"Semua orang kaya pasti memiliki kandang kuda. Kuda adalah anggota keluarga, seperti anak kecil saat diantar ke sekolah. Kami merawatnya seperti manusia," kata pria berusia 52 tahun itu saat mengangkang seekor kuda besar setinggi 1,90 meter.
Pengusaha yang bertempat tinggal di ibukota provinsi Mazar-i-Sharif tersebut memiliki 22 kuda. Kuda-kuda itu diwariskan dari mendiang ayahnya.
Saat fajar menyongsong, dia menunggangi kudanya bersama tim "sais" -- penunggang kuda pria -- untuk melatih kuda-kuda itu.
"Kuda kami berasal dari Uzbekistan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk melatih mereka. Kuda-kuda ini dinyatakan siap untuk pelatihan pertamanya pada usia tujuh tahun, sedangkan untuk bertarung pada umur 20 tahun atau lebih," kata Mohammad Mousa, yang telah bekerja sebagai penunggang kuda untuk Rais Moqim selama 18 tahun.
Moqim memperingatkan Mousa bahwa dia akan membiarkannya pergi saat kuda jantan yang diserahkan tanggungjwabnya meninggal.
Advertisement