Dua TKI Asal Sumbawa Lolos dari Hukuman Mati di Arab Saudi

Dua TKI asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, lolos dari hukuman mati setelah Pengadilan Banding menolak tuntutan qisas (hukuman mati) terhadap keduanya.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 04 Jun 2018, 19:55 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2018, 19:55 WIB
Ilustrasi Bendera Arab Saudi (iStockphoto via Google Images)
Bendera Arab Saudi (iStockphoto via Google Images)

Liputan6.com, Riyadh - Dua TKI asal Sumbawa NTB, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar lolos dari hukuman mati setelah Pengadilan Banding menolak tuntutan qisas (hukuman mati) terhadap keduanya.

Keduanya mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah menugaskan seorang Duta Besar dan para Diplomat KBRI Riyadh yang sangat menaruh perhatian besar terhadap nasib para WNI yang sedang terdera kasus hukum di Arab Saudi.

Sumiyati dan Masani menyampaikan ucapan apresiasi tersebut di acara buka bersama dan sekaligus pamitan perpisahan dengan KBRI Riyadh dan 300 WNI ekspatriat Indonesia yang hadir di Aula KBRI Riyadh pada 1 Juni 2018. Demikian seperti dikutip dari rilis KBRI Riyadh yang diterima Liputan6.com (4/6/2018).

Kronologi Kasus Hukum

Kasus hukum ini bermula saat keduanya ditangkap aparat kepolisian Saudi pada tanggal 27 Februari 2014 atas tuduhan bersekongkol melakukan sihir/santet sehingga anak majikan menderita sakit permanen.

Keduanya juga dituduh bersekongkol membunuh ibu majikan, Hidayah binti Hadijan Mudfa Al Otaibi dengan cara menyuntikkan zat lain dicampur dengan insulin ke tubuh yang bersangkutan, yang menderita diabetes hingga mengakibatkan korban meninggal dunia.

KBRI Riyadh melakukan pendampingan intensif bagi kedua WNI dalam menjalani proses hukum di persidangan dan secara rutin melakukan kunjungan penjara untuk membekali keduanya dalam menghadapi proses pemeriksaan persidangan.

Dua TKI asal Sumbawa NTB, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar yang lolos dari hukuman mati di Arab Saudi (KBRI Riyadh)

Pada sidang ke-10 tanggal 20 Februari 2016, Pengadilan Pidana kota Dawadmi memutuskan perkara kasus sihir dengan menjatuhkan hukuman ta'zir (dera), masing-masing dihukum penjara di kota Dawadmi selama 1,5 tahun untuk Sumiyati dan 1 tahun untuk Masani. Putusan tersebut didasarkan bukti pengakuan kedua WNI saat di penyidikan yang dilegalisasi pengadilan.

Dalam persidangan tanggal 10 Agustus 2017, pengadilan memutuskan untuk menolak tuntutan qisas terhadap kedua WNI dengan alasan karena salah seorang ahli waris, Sinhaj Al Otaibi di depan persidangan menegaskan bahwa ia mencabut hak tuntutan qisas terhadap kedua WNI tanpa menuntut konpensasi apapun.

Dubes RI untuk Saudi, Maftuh Abegebriel menjelaskan bahwa sebuah tuntutan qisas harus dilakukan secara konsensus di antara para ahli waris korban dan tidak boleh ada dissenting opinion dan apabila ada salah satu anggota keluarga mencabut maka tuntutan tersebut menjadi gugur.

Itu ada ketentuan yang sangat dikenal dalam "al-Tasyri’ al-Jina’iy" atau hukum pidana Islam.

Atas putusan tersebut, keluarga lain yang dimotori oleh Fahad Al Otaibi bersikukuh mengajukan banding namun Pengadilan Banding pada akhir tahun 2017 menguatkan putusan Pengadilan Pidana Dawadmi yang menolak tuntutan hukuman mati terhadap kedua WNI yang masih bersaudara ini.

Berangkat dari putusan yang berkekuatan hukum tetap, KBRI melanjutkan proses pencabutan tindakan pencegahan kedua WNI keluar dari Arab dan pengajuan proses exit permit dari kantor imigrasi.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Pulang ke Tanah Air Rabu 6 Juni 2018

Dua TKI asal Sumbawa NTB, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar yang lolos dari hukuman mati di Arab Saudi (KBRI Riyadh)
Dua TKI asal Sumbawa NTB, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar yang lolos dari hukuman mati di Arab Saudi (KBRI Riyadh)

Dubes Maftuh menjelaskan bahwa kepulangan dua WNI ini akan didampingi langsung oleh Atase Hukum KBRI Riyadh, Muhibuddin Thaib, seorang jaksa karier dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung yang pernah bertugas di KPK.

Atkum ini adalah seorang diplomat santri asal Aceh yang sangat memahami hukum pidana Islam (tasyri’ jina’iy) sehingga proses pendampingan WNI yang sedang terdera masalah hukum di Saudi bisa tertangani secara komprehensif.

Dan ke depan perlu adanya penguatan para diplomat ahli hukum pidana Islam untuk pendampingan masalah-masalah hukum yang banyak menimpa ekspatriat Indonesia di Arab Saudi ini.

Sumiyati dan Masani yang berasal dari Desa Kalimango, Kec. Alas Timur, Kab. Sumbawa, NTB dijadwalkan akan landing di Jakarta pada hari Rabu 6 Juni 2018 pukul 15.40 dengan pesawat Emirate EK-356.

Berkaca dari kasus hukum kedua WNI tersebut, penanganan permasalah hukum WNI khususnya kasus hukuman mati akan sangat efektif apabila sejak awal proses penyidikan kasusnya dapat dilacak. Karena itu dibutuhkan sikap proaktif para Garda Depan Diplomasi.

Dan disamping pendampingan hukum, ada yang sangat penting untuk dilakukan yaitu melakukan diplomasi antropologis dengan pendekatan terhadap tokoh-tokoh kabilah/suku untuk mencari solusi seperti yang sudah dilakukan oleh KBRI Riyadh dengan melakukan lobi2 tengah malam di kawasan pedalaman Saudi dan bahkan pertemuan2 informal di tengah-tengah peternakan kambing tegas Dubes yang juga peneliti terorisme tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya