Studi: Polusi Udara di China Jadi Biang Suasana Hati Buruk

Polusi udara jadi salah satu masalah utama yang dihadapi warga perkotaan China. Udara yang tercemar konon juga berpengaruh buruk pada suasana hati.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jan 2019, 07:33 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2019, 07:33 WIB
Kabut Asap Tebal Selimuti Kota Beijing
Petugas membersihkan jalanan saat diselimuti kabut asap tebal di Beijing, China (14/11). Pihak berwenang mengeluarkan peringatan kuning untuk polusi udara buruk pada hari Rabu. (AP Photo/Andy Wong)

Liputan6.com, Beijing - Sebuah studi di China yang mempelajari hubungan antara polusi udara dan percakapan di media sosial menemukan bahwa selain membuat mata berair dan leher gatal, udara yang tercemar juga berpengaruh buruk pada suasana hati.

"Intinya sederhana. Tingkat polusi udara yang tinggi menurunkan kebahagiaan di kalangan warga China," kata Siqi Zheng, penulis laporan dan dosen Massachusetts Institute of Technology (MIT) seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (28/1/2019).

Udara kotor jadi salah satu masalah utama yang dihadapi warga perkotaan China, di samping harga rumah yang melonjak, keamanan makanan yang mengkhawatirkan, dan layanan masyarakat berkualitas rendah. Namun, polusi udara -- terutama partikel mikroskopis dari pabrik dan pembangkit listrik tenaga batu bara -- sudah lama jadi keluhan di kalangan kelas menengah China yang terus berkembang.

Lebih dari 1 juta kelahiran prematur di China bisa dikaitkan dengan polusi udara, menurut WHO.

​Campuran beragam partikel, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan ozon juga sering dikaitkan dengan buruknya produktivitas, kinerja kognitif, dan hasil belajar.

Selain itu, pengamat mencatat warga lebih cenderung menunjukkan perilaku berisiko dan impulsif di hari yang kadar polusinya tinggi.

Peneliti: Polusi Tinggi = Kebahagiaan Turun

Untuk mengetahui bagaimana polusi udara mempengaruhi mood harian warga, Zheng dan koleganya menggunakan algoritma untuk memeriksa 200 juta pesan dari 144 kota yang diunggah ke Weibo pada tahun 2014.

Weibo adalah situs media sosial terbesar di China dengan lebih dari 455 juta pengguna aktif.

Para peneliti merancang "indeks ekspresi kebahagiaan" berdasarkan kata kunci dan konteks, yang lalu diperiksa silang dengan tingkat polusi udara yang meningkat.

"Kami menemukan korelasi negatif yang signifikan antara tingkat polusi dan kebahagiaan," ujar Zheng. Menurut Zheng, jika salah satu faktor naik, yang lainnya turun.

"Perempuan lebih sensitif terhadap tingkat polusi yang tinggi dibandingkan laki-laki."

Lebih dari 50% penduduk China -- sekitar 700 juta orang -- kini tinggal di perkotaan. Korelasi paling kuat ditemukan di kota-kota paling bersih dan paling kotor.

 

Saksikan juga video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pemerintah China Berupaya Memberantas Polusi Udara

Polusi Udara di Beijing
Sejumlah warga mengenakan masker wajah berjalan menyusuri jalan pada hari yang tercemar polusi di Beijing, China (2/4). (AFP Photo/Fred Dufour)

Beijing dan Tianjin, rumah bagi lebih dari 35 juta warga, termasuk dalam kota-kota yang udaranya paling tercemar di China.

Sering kali kepadatan partikel polusi di kota-kota tersebut 2 hingga 4 kali lebih tinggi dari batas standar Pedoman Kualitas Udara WHO.

Mayoritas warga dan pemerintah sadar akan masalah ini dan konsekuensinya.

Pada tahun 2012, Kedubes AS di Beijing mengeluarkan angka polusi harian di Twitter, dan hasilnya selalu lebih tinggi dari yang dilaporkan pemerintah setempat. Sejak itu, China bertekad memberantas polusi udara.

"Indeks kami berpotensi menjadi pedoman bagi pemerintah untuk memahami kekhawatiran warga," kata Zheng.

Pemerintah China telah lama memonitor unggahan dan perbincangan di media sosial untuk memantau opini publik.

Menurut pejabat Liu Bingjiang, China ingin mengurangi kepadatan partikel mikroskopis sebesar 3% antara 1 Oktober 2018 dan 31 Maret 2019 di kawasan Beijing-Tianjin-Hebei.

Kota-kota yang tidak mencapai target kualitas udara akan dijatuhi hukuman dengan "langkah-langkah pertanggungjawaban" yang belum ditentukan, tambah Liu.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya