Donald Trump: Saya Bisa Memenangi Perang Afghanistan dengan Cepat, tapi...

Donald Trump mengatakan bisa memenangkan perang Afghanistan dalam sepekan, tapi dia punya alasan lain untuk tidak melakukannya.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 23 Jul 2019, 09:03 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2019, 09:03 WIB
Jabat tangan Presiden AS Donald Trump (kanan) dan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan (kiri) di Gedung Putih pada Senin 22 Juli 2019 (AFP/Nicholas Kamm)
Jabat tangan Presiden AS Donald Trump (kanan) dan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan (kiri) di Gedung Putih pada Senin 22 Juli 2019 (AFP/Nicholas Kamm)

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bisa memenangkan perang Afganistan "hanya dalam sepekan", tetapi dia tidak ingin menghapus negara itu dari muka Bumi.

Pernyataan itu disampaikan ketika sang Presiden AS ke-45 menjamu Perdana Menteri Pakistan Imran Khan di Gedung Putih pada Senin 22 Juli 2019.

Dikutip dari The Guardian pada Selasa (23/7/2019), Donald Trump sempat menyinggung tentang perang 18 tahun di Afganistan, di mana saat ini beberapa pejabat AS masih melakukan pembicaraan dengan Taliban, yang didukung oleh Pakistan secara hati-hati.

"Pakistan akan membantu melepaskan diri dari kemelut perang ini," kata Trump pada pertemuan Kantor Oval dengan PM Khan.

"Kami seperti polisi. Kami tidak berperang. Jika kami ingin berperang di Afganistan dan memenangkannya, saya bisa memenangkan perang itu dalam sepekan. Namun, saya tidak ingin membunuh 10 juta orang. Afganistan bisa terhapus dari muka Bumi. Saya tidak ingin seperti itu," ujarnya beralasan.

Ditambahkan oleh Donald Trump, ada harapan Taliban akan berbicara tentang perdamaian dalam beberapa hari mendatang.

Pernyataan Gedung Putih kemudian mengakui, "Pakistan telah melakukan upaya untuk memfasilitasi pembicaraan damai Afghanistan, dan kami akan meminta mereka untuk melakukan lebih banyak."

"Jalan menuju kemitraan yang kuat dan abadi antara Pakistan dan AS terletak pada kerja sama untuk menemukan penyelesaian damai konflik di Afganistan," lanjut pernyataan itu.

AS Tidak Suka dengan Kedatangan PM Pakistan?

Imran Khan, pemimpin partai Pakistan, Tehreek-e-Insaf Justice Party (PTI) dan digadang-gadang sebagai calon perdana menteri baru Pakistan (Anjum Naveed / AP PHOTO)
Imran Khan, pemimpin partai Pakistan, Tehreek-e-Insaf Justice Party (PTI) dan digadang-gadang sebagai calon perdana menteri baru Pakistan (Anjum Naveed / AP PHOTO)

AS menunjukkan dengan jelas ketidaksenangannya terhadap PM Imran Khan saat sang perdana menteri tiba di Washington DC.

Alih-alih dibawa naik limusin, PM Khan justru dijemput oleh shuttle bandara biasa.

Menurut laporan pers Pakistan, tidak ada seorang pun dari departemen negara bagian yang menyambutnya ketika sang perdana menteri mendarat. Juga, tidak ada konfirmasi apa pun dari Kementerian Luar Negeri AS.

Pada kunjungannya ke Gedung Putih, PM Khan menghadapi pertanyaan tentang serangannya terhadap kebebasan pers di Pakistan, tempat tiga saluran televisi dibredel setelah menyiarkan pidato oleh seorang pemimpin oposisi.

PM Khan menampik kecaman atas kebebasan pers sebagai "lelucon".

Ada juga pertanyaan tentang pemenjaraan Shakil Afridi, seorang dokter Pakistan yang membantu CIA menjalankan program vaksin palsu di Abbottabad, untuk mengonfirmasi keberadaan Osama bin Laden di fasilitas persembunyiannya di sana.

Namun, hingga berita ini ditulis, tidak ada konfirmasi apa pun dari Gedung Putih tentang pembicaraan kasus terkait.

Sulit untuk mengatakan bahwa hubungan AS dengan Pakistan relatif baik, mengingat keduanya memiliki sejumlah "isu panas" yang terus menjadi perdebatan politik.

Kedua belah pihak pernah saling mengkritik strategi satu sama lain dalam Perang Melawan Teror (War on Terror), dengan pemerintah Amerika Serikat menuduh Pakistan menyembunyikan anggota Taliban Afghanistan dan Quetta Shura. Fakta bahwa Osama bin Laden bersembunyi di sana selama bertahun-tahun sebelum kematiannya oleh tangan pasukan AS di Pakistan pada 2011, juga menjadi poin kritik.

Sementara Pakistan menuduh bahwa AS tidak berbuat banyak untuk mengendalikan keamanan di Afghanistan, terutama di kawasan timur, tempat teroris paling dicari di Pakistan, Mullah Fazlullah, diyakini bersembunyi.

AS Ajukan Diri Jadi Penengah Konflik India-Pakistan

Ilustrasi India dan Pakistan
Ilustrasi India dan Pakistan (AFP)

Dalam pertemuan yang sama, Donald Trump juga mengajukan tawaran untuk menengahi perselisihan Kashmir yang sudah berlangsung lama antara India dan Pakistan.

Trump mengklaim pemerintah India telah mengundang untuk bertindak sebagai perantara (broker), sebuah klaim yang dengan cepat dibantah oleh New Delhi.

Donald Trump menyampaikan pidatonya berdampingan dengan PM Imran Khan, yang berusaha mendapaptkan pemulihan bantuan senilai lebih dari US$ 1 miliar, setelah sebelumnya dipotong tahun lalu akibat tudingan Pakistan tidak berbuat cukup untuk memerangi ekstremisme.

"Sejujurnya, saya pikir kita memiliki hubungan yang lebih baik dengan Pakistan saat ini daripada ketika kita membayar (bantuan) itu. Uang bisa kembali," kata Trump.

Dia menambahkan bahwa bantuan terkait bisa dipulihkan, tapi tergantung pada keberhasilan apa yang diciptakan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya