Ilmuwan: Jupiter Bisa Menyerap Planet Lain di Antariksa

Ilmuwan baru saja menguak karakter unik Jupiter. Raksasa gas itu disebut-sebut menyerap planet lain.

oleh Siti Khotimah diperbarui 16 Agu 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2019, 21:00 WIB
Ilustrasi sabuk asteroid
Ilustrasi sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter. Meteorit yang dijuluki Oest 65 itu diduga sebagai serpihan asteroid berbentuk kentang yang ukurannya jauh lebih besar. (Sumber pics-about-space.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ilmuwan baru saja menguak karakter unik Jupiter. Raksasa gas itu disebut-sebut menyerap planet lain (protoplanet) yakni selama tabrakan pada 4,5 miliar tahun yang lalu, saat pembentukan Tata Surya.

Hipotesis itu bisa menjelaskan mengapa inti Jupiter begitu menyebar dan terfragmentasi - dan juga menjelaskan hari-hari setelah Tata Surya Terbentuk, seperti dikutip dari Science Alert, Jumat (16/8/2019).

Ahli astronomi yang berasal dari Jepang, China, Swiss, dan AS menggunakan data dari satelit antariksa Juno milik NASA, untuk menyelidiki struktur dan komposisi Jupiter.

Menurut penelitian yang dipublikasikan pada Rabu di jurnal Nature, mereka menguji penjelasan lain tentang bagaimana inti dalam Jupiter menjadi sangat menyebar. Misalnya, seperti adanya erosi yang disebabkan angin berkecepatan tinggi.

Namun, penjelasan baru ilmuwan ini adalah salah satu yang paling cocok dengan pengamatan.

Jika para astronom itu benar, Tata Surya kita adalah tempat protoplanet yang kejam; yang dapat menabrak satu sama lain dan bahkan bergabung.

Mereka juga menganggap tabrakan adalah hal lumrah saat Tata Surya baru terbentu. Peristiwa itu dimungkinkan juga terjadi pada Saturnus.

Simak pula video pilihan berikut:

Potret Terbaru Jupiter

Foto Terbaru Jupiter
Foto terbaru Jupiter yang diambil dari wahana jelajah NASA. (NASA/JPL-Caltech/SwRI/MSSS/Kevin M. Gill)

Sementara itu, baru-baru ini, Kevin M. Gill yang merupakan insinyur perangkat lunak di Jet Propulsion Laboratory NASA, mengabadikan gambar-gambar Jupiter yang mengesankan. Empat foto diambil oleh JunoCam Imager dari pesawat ruang angkasa Juno.

Potret tersebut ditangkap pada ketinggian antara 8.600 dan 18.600 km (5.400 dan 8.600 mil) di atas puncak awan Jupiter, selama lintasan ke-20 Juno pada tanggal 29 Mei 2019.

Bagian dari misi Juno ke Jupiter berpusat di sekitar JunoCam. JunoCam bukan bagian dari instrumentasi ilmiah pesawat ruang angkasa tersebut. Sebaliknya, itu disematkan di Juno hanya untuk orang awam, jadi mereka bisa menatap Jupiter dengan leluasa.

NASA memosting semua foto hasil bidikan JunoCam --tanpa filter-- di situs web mereka, dan mengajak warganet untuk mengkoleksinya.

Rahasia Jupiter

Foto Terbaru Jupiter
Foto terbaru Jupiter yang diambil dari wahana jelajah NASA. (NASA/JPL-Caltech/SwRI/MSSS/Kevin M. Gill)

Juno mengumpulkan data baru mengenai misinya selama mengorbit Jupiter. Wahana ini mengungkapkan beberapa misteri dalam planet gas raksasa itu. Menurut citra Juno, permukaan Jupiter terdiri dari gumpalan gas yang terang dan gelap, serta angin yang berembus ke arah berlawanan dengan kecepatan tinggi.

Dalam foto tersebut, tampak pusaran badai berputar-putar di permukaan planet. Badai itu sendiri terdiri dari campuran hidrogen cair dan helium yang bergerak, dengan jet besar yang menghantam atmosfer sehingga membentuk garis-garis lengkung bak lukisan abstrak di atas kanvas.

Ilmuwan bernama Yohai Kaspi dari Weizmann Institute of Science di Israel, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan, Galileo telah mengamati garis-garis di Jupiter lebih dari 400 tahun yang lalu.

"Hingga kini, kami memiliki pemahaman dangkal tentang garis-garis itu dan mampu menghubungkan mereka (garis) ke awan yang berada di sepanjang jet," paparnya, seperti dikutip dari CNN, Kamis, 8 Maret 2018.

"Dengan mengikuti alur pengukuran gravitasi Juno, kita tahu seberapa dalam jet itu dan struktur seperti apa yang ada di bawah awan yang terlihat," imbuh Kaspi, yang juga penulis utama makalah Nature mengenai lapisan cuaca Jupiter, seperti dikutip dari situs web NASA.

"Seperti beralih dari gambar 2-D ke 3-D dalam definisi tinggi," tuturnya lagi.

Jupiter terbentuk dari helium dan hidrogen, tak seperti Bumi dan Mars yang teksturnya lebih padat. Para periset terkejut saat mengetahui bahwa jet tersebut mengalir sekitar 1.800 mil di bawah awan berwarna cokelat. Meski demikian, mereka yakin bahwa jet itu akan terus bergerak sampai kedalaman 1.900 mil (3.000 kilometer).

Ahli tata surya, Tristan Guillot dari Universite Cote d'Azur di Nice, mengatakan pusat dari aliran tersbut kemungkinan terbuat dari batuan bertekanan dan bersuhu tinggi. Ia meyakini adanya cairan juga, tapi tidak padat.

Juno akan terus mengorbit Jupiter sampai Juli 2018. Setelahnya, pesawat ruang angkasa tersebut akan "menceburkan diri" ke dalam Jupiter, yang memiliki massa 317 kali dari Bumi. Juno pun akan hancur saat itu juga.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya